Sukses


Piala AFF U-19: Thailand Jadi Raja, Indonesia Mau Jadi Apa?

Bola.com, Jakarta - Piala AFF U-19 2015 sudah selesai. Kejuaraan yang sebenarnya dinantikan para pesepak bola muda Indonesia itu menjadi ajang pesta bagi Thailand. Ya, tak berselang lama setelah menjuarai Piala AFF U-16, Thailand berkibar di Piala AFF U-19.

Thailand meraih trofi keempat Piala AFF U-19 setelah mengalahkan Vietnam 6-0 di laga final, Jumat (4/9/2015) di Stadion Nasional, Vientiane, Laos. Thailand U-19, yang ditangani mantan gelandang timnas Thailand era 1990-an Anurak Srikerd, menjadi tim tak terkalahkan sepanjang turnamen.

“Harus diakui mereka berhasil menggalang kekuatan selama dua tahun. Sejak mereka juara SEA Games saya sudah menduga di level U-16 dan U-19 Thailand akan jadi lawan paling berat. Bukan hanya Thailand, Vietnam dan Myanmar juga sangat serius membina usia dini,” kata pelatih Timnas Indonesia U-16 dan U-19, Fachri Husaini.

Kesuksesan Thailand tentu menjadi peringatan bagi negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia. Thailand tampil beringas di Piala AFF senior 2014, SEA Games 2015, Piala AFF Wanita, Piala AFF U-16, dan kini Piala AFF U-19. Hanya satu mahkota yang terlepas, yakni AFC U-14 Girls Championship 2015 zona ASEAN. Di final turnamen itu, Thailand dikalahkan tuan rumah Vietnam.

Sebagai catatan, pada Piala AFF U-19 2013 saat Indonesia juara, Thailand tak mampu beranjak dari fase grup B. Mereka bahkan hanya satu setrip di atas Brunei Darussalam yang menjadi juru kunci. Saat Indonesia menjadi runner-up Piala AFF U-16 2013, Thailand absen di turnamen.

Matang di Klub

Thailand meraih trofi Piala AFF U-19 keempat setelah mengalahkan Vietnam 6-0 di final Piala AFF U-19 2015. (Aseanfootball.org)

Dari 23 pemain Thailand di Piala AFF U-19 2015, hanya lima orang yang masih berada di akademi. Sisanya telah bergabung di tim junior maupun senior klub liga utama (Thai Premier League), Divisi I, dan Divisi II. Sebagai contoh, kapten tim Worachit Kanitsribampen berkostum Siracha FC sejak 2014. Saat ini ia dipinjamkan ke klub Divisi II, Phanthong FC.

Seperti yang pernah diungkapkan striker Indonesia yang dua musim bermain di Thailand, Sergio van Dijk, anak-anak Thailand yang bermain sepak bola tidak sebanyak di Indonesia. Tapi, mereka yang memutuskan ke jalur sepak bola berlatih sangat serius.

“Setelah masuk akademi mereka benar-benar serius seperti layaknya pemain profesional yang berusia 23 tahun. Pelatih tim senior juga memberi kesempatan bermain meski mereka masih berusia 17 tahun. Selain itu, fasilitas lapangan di Thailand juga sangat bagus,” kata Sergio beberapa waktu lalu.

Bila dibandingkan dengan Indonesia, jelas sangat kontras. Saat negara lain berlomba, Indonesia justru terbelenggu masalah politis yang menyebabkan anak-anak U-16 dan U-19 kalah sebelum berperang.

Setelah Indonesia kena sanksi FIFA pada 31 Mei 2015, timnas U-16, U-19, dan U-14 wanita dibubarkan. Padahal timnas U-16 dan U-19 sudah memulai persiapan sejak pertengahan 2014. Khusus untuk pemain U-19, kegiatan di timnas juga menjadi satu-satunya cara untuk eksis sebab sebagian besar belum bermain di klub. Setelah timnas dibubarkan, mereka kembali seperti remaja biasa dengan kegiatan utama sekolah dan kuliah. Sesekali, mereka berlatih di SSB dan bermain tarkam.

“Kesempatan bermain paling banyak ada di timnas sebab di klub saya masih junior,” kata kiper muda Bali United Pusam, Awan Setho Rahardjo.

Mau Sampai Kapan?

Fachri Husaini saat masih melatih timnas U-16 dan U-19. Kini Fachri kembali bekerja kantoran di Bontang. (Bola.com/Arief Bagus Prasetyo)

Tahun lalu di sela acara kursus lisensi pelatih B AFC di Pusat Pembinaan Usia Muda PSSI, Depok, Jawa Barat, pelatih Indonesia berdiskusi dengan instruktur pelatih AFC, Narayan Sivaji Nair. Dari situ muncul fenomena menarik, yakni cara pelatih-pelatih muda Thailand mencetak bibit unggul dengan menjadikan pesepak bola belia sebagai pemain multiposisi.

“Sebagai contoh, gelandang serang juga diasah ketajaman mencetak gol. Itu sebabnya para gelandang Thailand juga bisa menjadi topscorer. Postur juga menjadi perhatian mereka.Sebenarnya Vietnam dan Myanmar juga mengikuti aliran itu,” jelas Sivaji kala itu.

Melihat kemajuan Thailand yang semakin pesat, Fachri dan tim pelatih lain hanya bisa berdesah menghilangkan kesal. Mau mengeluh pun tak akan ada gunanya. Ia hanya berpesan kepada para pemangku kebijakan di pemerintah dan federasi supaya menghilangkan ego demi pembinaan usia muda.

“Saya melihat setelah Indonesia disanksi FIFA belum ada tindakan yang dijanjikan pemerintah untuk membenahi sepak bola. Kami harus menunggu sampai kapan? Negara lain sudah sedetail itu mereka mempersiapkan timnas usia muda sementara Indonesia justru dililit konflik," kata Fachri menutup pembicaraan.

Baca Juga:

Resep Kekompakan Eks Tim Pelatih Timnas U-19 di Bali United

KOLOM: Boaz Solossa, Kerinduan Seorang Loyalis

Striker Asing Persebaya Seharga Rp 3 Juta Merapat Hari Ini

Video Populer

Foto Populer