Sukses


Selain Kiko Insa, Ini Dia 4 Pemain Berhati Singa di Arema

Bola.com, Jakarta - Keputusan Arema Cronus mendepak bek asal Spanyol, Kiko Insa, pasca Tim Singo Edan menjuarai turnamen Bali Island Cup 2016 memantik reaksi negatif Aremania. Fans kecewa karena sang stopper dinilai memiliki hati singa.

Baru bergabung dengan Arema di Piala Jenderal Sudirman, Kiko langsung jadi pujaan suporter. Gaya mainnya yang keras dan doyan bertarung disukai. Kiko dianggap bisa dengan cepat memahami betul filosofi permainan Kera-kera Ngalam yang memiliki jiwa petarung layaknya singa yang jadi lambang Arema.

Kiko tanpa ragu-ragu membuat tato singa di lengannya, untuk mempertegas kecintaannya pada Tim Singo Edan. Melihat sikap loyalnya ke klub, manajemen Arema Cronus tanpa ragu-ragu mengontrak Kiko selama lima tahun ke depan.

Sayangnya, belum sempat turun di pentas kompetisi resmi, ia jadi korban pelatih baru, Milomir Seslija. Saat Arema tampil di Piala Gubernur Kaltim posisi Kiko digantikan Goran Gancev. Walau kontraknya tak diputus sang pemain bakal dipinjamkan ke klub lain.

Sebelum Kiko Insa ada sejumlah pemain yang dianggap berhati singa oleh Aremania. Bola.com mencatat empat di antaranya. Siapa saja mereka?

1. Rodriguez “Pacho” Rubio

Rodriguez “Pacho” Rubio berduel dengan pemain Persikota, Simamo A Basille di Liga Indonesia musim 2001. (vamosarema)

Si Bengal, demikian julukan yang diberikan Aremania ke sosok striker asal Cile, Rodriguez “Pacho” Rubio. Pemain yang satu ini jadi pujaan fans Tim Singo Edan pada awal tahun 2000-an.

Sang striker terhitung cepat beradaptasi dengan gaya main sepak bola Indonesia. Ia mengaku tidak kesulitan menyatu dalam permainan khas Arema. Pacho menilai karakter orang Malang dan Arema hampir mirip dengan karakter orang Cile kebanyakan, ceplas-ceplos dan bernyali. 

Pacho tipikal striker yang cerdik, skill di atas rata-rata, pemilik tendangan keras terarah, dingin di kotak penalti, tetapi juga meledak-ledak saat lawan mengasari dan wasit tidak mengambil keputusan apa-apa. Gaya ini amat disukai oleh Aremania, yang senang melihat pemain asing dengan mentalitas pantang menyerah saat menghadapi lawan-lawan di lapangan.

Walau cenderung tempramental, Pacho memberi bukti di lapangan bahwa ia striker berkelas. Total dia mencetak 10 gol musim 1999-2000. Sayangnya, kebersamaannya dengan Arema tergolong singkat, hanya satu musim saja.

Rodriguez Rubio dijatuhi sanksi seumur hidup dari Komisi Disiplin PSSI menjelang Liga Indonesia musim 2001 bergulir. Alasan otoritas tertinggi sepak bola nasional kala itu, Pacho dinilai sering memancing emosi lawan dengan kata-kata kasar. PSSI menginginkan pemain asing bisa memberikan contoh positif terhadap pemain lokal.

Pada babak 8 besar Liga Indonesia 2000, Pacho tersandung kasus pemukulan terhadap penyerang Persikota, Simamo A Basile, di Senayan.

Pacho tiba-tiba memukul Basile yang berjalan di lorong bawah stadion di sekitar ruang ganti pakaian pemain. Ketika itu, Basile dan pemain Persikota hendak menuju lapangan untuk bertanding melawan Persija Jakarta.

Insiden tersebut merupakan buntut dari perselisihan kedua pemain saat Arema bentrok dengan Tim Bayi Ajaib beberapa hari sebelumnya. Pacho mengalami cedera di kaki kanan setelah Basile mengganjalnya.

Dalam sesi wawancara dengan media saat itu, Pacho sempat berbicara bahwa pemain asal Kamerun itu sengaja mencederainya.
“Basile sengaja melakukannya. Bagaimana seorang yang profesional dapat berbuat seperti itu. Pemain itu tidak melihat di
belakang saya ada istri dan anak yang harus diberi nafkah,” ungkap Pacho.

Walau kontroversial, Rodriguez “Pacho” Rubio jadi pujaan Aremania. Pemain yang selanjutnya menghabiskan karier di Liga Vietnam tersebut tetap jadi pujaan hingga kini. Ia sering berkomunikasi dengan fans Kera-kera Ngalam di jejaring sosial untuk menunjukkan kalau dirinya masih memiliki hati Singa.

2 dari 4 halaman

2

2. Franco Hita

Franco Hita (We Are Aremania)

Franco Hita masuk ke Tim Singo Edan dengan status sebagai pemain buangan di Persita Tangerang pada pertengahan musim. Pelatih Arema saat itu, Benny Dollo, menyakini  bomber asal Cile tersebut punya potensi jadi pemain bagus di tim asuhannya.

Benar saja karena di paruh kedua kompetisi Hita tampil amat produktif di Arema. Ia berhasil mencetak total tujuh gol. Berduet dengan Emmalue Serge, lini depan Arema jadi momok menakutkan buat tim-tim lawan yang dihadapi. Hita jadi pemain kunci yang membantu Arema juara Copa (Piala Indonesia) musim 2005, setelah mengalahkan Persija dengan skor 3-2 dalam pertandingan yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan.

Bentuk kecintaan Hita pada Arema dituangkan dengan membuat tato bergambar singa di lengannya. Aremania sangat suka dengan gaya bermain eksplosif penyerang kelahiran 26 Oktober 1978 itu. "Saya bangga menjadi Arema, klub besar yang memiliki suporter yang amat loyalis dan fanatik," ujar Hita.

Pada musim 2006, Hita turut membantu Arema jadi juara Copa Indonesia. Hanya berbeda dengan musim sebelumnya, jam terbang bermainnya agak berkurang akibat gangguan cedera.

Pergantian pelatih Arema dari Benny Dollo ke Miroslav Janu jadi malapetaka bagi Hita. Kontraknya tak diperpanjang Arema karena almarhum Janu tidak suka dengan gaya mainnya. Ia memilih hengkang ke klub rival sekota Arema, Persema Malang.

Walau pindah ia tak lantas dibenci oleh Aremania. Sang pemain mengaku membela Arema jadi momen terbaik sepanjang kariernya. "Sampai kapanpun hati saya tetap buat Singo Edan," tuturnya.

3 dari 4 halaman

3

3. Noh Alam Shah

Noh Alam Shah (Tengku Bahar/ AFP)

Noh Alam Shah alias Along kerap dijuluki The New Pacho Rubio. Striker andalan timnas Singapura yang dikenal bengal ini memang ibarat Pacho yang diidolai oleh Aremania.

Uniknya walau punya rekam jejak kasus-kasus kekerasan, karier Along di Tim Singo Edan terhitung mulus. Bersama kompatriotnya asal Negeri Singa, Muhammad Ridhuan, Arema yang banyak dihuni pemain muda secara mengejutkan sukses menjadi juara Indonesia Super League musim 2009-2010. Total ia menyumbang 14 gol.

Yang menarik walau produktif, gaya bermain Noh Alam Shah yang meledak-ledak membuatnya sering terkena hukuman kartu. Ia sempat tersandung kasus tendangan kungfu di final Piala Indonesia melawan Sriwijaya FC. Uniknya, gayanya yang cenderung kasar disukai suporter.

Along yang jadi Top Scorer Piala AFF 2007, dinilai mencerminkan jati diri Arema yang pantang menyerah. Walau Tim Singo Edan dilanda krisis keuangan akut pada musim berikutnya, Noh Alam Shah tetap loyal berada di Malang.

Ia memutuskan pergi di paruh kedua musim 2011-2012 karena tak ingin terjebak dalam polemik dualisme Arema. Along sempat setengah musim membela Arema versi Indonesia Primer League. Ia tak ikut rombongan pemain yang boyongan pindah ke Arema versi Indonesia Super League yang lebih didukung oleh Aremania.

Along memilih menerima pinangan Persib Bandung. Tampil di 19 laga, ia hanya mengoleksi empat gol. Pada musim 2012-2013 ia memutuskan mudik ke Tampines Rovers. Banyak Aremania berharap Noh Alam Shah kembali ke Arema. Sayang hingga pensiun pada 2014, striker kelahiran 3 September 1980 tak pernah lagi mencicipi kostum Arema.

4 dari 4 halaman

4

4. Kurnia Meiga Hermansyah

Kurnia Meiga (Bola.com/Rudi Riana)

Kurnia Meiga bukan berdarah Malang, namun kiper muda yang punya jam terbang tinggi di Timnas Indonesia dianggap punya hati singa oleh Aremania. Saat menapaki karier junior pada musim 2008-2009, kiper berdarah Betawi tersebut langsung memilih Arema sebagai pelabuhan.

Di musim pertamanya, kiper yang bakatnya ditemukan Bambang Nurdiansyah saat menukangi Timnas Indonesia U-19 pada 2008 tersebut terkena sanksi Komdis PSSI selama 12 bulan plus denda Rp 30 juta. Ia terlibat dalam aksi kerusuhan saat timnya bersua PKT Bontang. Belakangan hukuman dikurangi menjadi lima bulan serta denda Rp 30 juta.

Di luar bakatnya yang luar biasa, Meiga berdarah panas. Ia terhitung kiper jahil yang kerap terlibat perseteruan dengan pemain-pemain depan lawan. Namun Aremania amat menyukai karater adik kandung penjaga gawang Arema lainnya, Ahmad Kurniawan. Meiga dianggap bernyali, bermental singa.

Karier Meiga melesat di Arema. Semenjak sukses mengantar Arema juara ISL musim 2009-2010, ia langsung jadi pemain langganan Timnas Indonesia. Dia jadi kiper ketiga Tim Merah-Putih asuhan Alfred Riedl di Piala AFF 2010.

Di usia yang terhitung muda, pemain kelahiran Jakarta, 7 Mei 1990, jadi penjaga gawang utama Timnas Indonesia senior periode 2013-2014. Ia jadi salah satu pemain penting saat Timnas Indonesia U-23 lolos ke final SEA Games 2011 dan 2013.

Saat konflik dualisme Arema pada tahun 2012, Kurnia Meiga sempat dimusuhi Aremania karena membela Arema versi IPL. Membuktikan kecintaannya, ia bersama sejumlah pemain lainnya menyeberang ke Arema versi ISL yang mengantongi dukungan Aremania yang berlimpah.

Pada awal 2016, Meiga mengadu peruntungan di klub Jepang, Gamba Osaka. Aremania sempat merasa kecewa, karena kemungkinan sang kiper meninggalkan klub kesayangannya. Namun, secara tiba-tiba ia kembali bergabung ke tim. Kurnia Meiga pun didaftarkan di Piala Gubernur Kaltim.

 

Video Populer

Foto Populer