Sukses


Kemiripan Gaya Bermain Timnas Indonesia dengan Atletico Madrid

Bola.com, Jakarta - Pilihan Alfred Riedl memakai skema 4-4-2 Timnas Indonesia di Piala AFF 2016 sempat mendapat banyak kritik dari pengamat. Pola permainan tersebut dinilai sudah usang, ditinggalkan banyak tim di level persiangan internasional. Walau sejatinya jika para pemain bisa memahami filosofi permainan dengan menggunakan skema ini mereka bisa mengikuti jejak klub elite La Liga, Atletico Madrid.

Ya, Atletico Madrid, sedikit tim kelas dunia yang masih memainkan formasi ini di tengah kepungan patron permainan sepak bola era kekinian macam 4-2-3-1, 3-4-3, atau 4-3-3. Beberapa musim terakhir klub yang satu ini bisa mengimbangi dominasi Barcelona dan Real Madrid di kompetisi elite Spanyol.

Adalah Diego Simeone, aktor dibalik kesuksesan Los Colchoneros sukses memainkan formasi tradisional satu ini.

"Kunci permainan formasi 4-4-2, mobilitas dua gelandang plus kemampuan bertahan seorang striker. Altetico Madrid, contoh tim sukses yang memainkan skema ini. Pada masa persiapan terlihat kalau Timnas Indonesia berusaha mengadopsi gaya bermain tim racikan Simeone," tutur Ganesha Putera, analis taktik dari KickOff! Indonesia.

Saat meladeni Timnas Malaysia pada 6 September 2016, Timnas Indonesia yang menang telak 3-0 organisasi pertahanannya bermain mirip dengan style Atletico Madrid.

Diego Simeone, sukses memainkan 4-4-2 bersama Atletico Madrid. (REUTERS/Sergio Perez)

"Organisasi pertahanan blok medium Indonesia patut diacungi jempol. Organisasi permainan 4-4-2 ala Alfred Riedl menyerupai strategi Diego Simeone di Atletico Madrid. Begitu kompak, begitu padat, dengan intensitas pergeseran dan pressing yang pas. Tak heran Tim Merah-Putih sukses mencetak dua gol awal dari situasi ini. Memang bek Malaysia melakukan blunder, tetapi kesalahan tersebut tak lain adalah kesuksesan blok pertahanan medium timnas memaksa lawan berbuat salah," kata Ganesha.

Formasi 4-4-2 ala Simeone menuntut tim bermain dengan pressing ketat. Hal itu dilakukan mengingat di area tengah tim sering dihadapkan kalah jumlah pemain.

Pada saat bertahan sistem permainan berubah bentuk menjadi 4-5-1, salah satu striker bergerak mundur di tengah untuk membentengi lini tengah. Ia menjaga kerapatan jarak dengan dua gelandang tengah lainnya. Di sisi lain, kedua gelandang sayap bergerak teratur memberi pressing kepada pemain lawan saat menguasai bola. 

Sayangnya konsistensi ini tidak bisa dilakukan Timnas Indonesia. Duet penyerang, baik Boaz Solossa dengan Irfan Bachdim atau Lerby Eliandri sering terlambat turun ke sektor tengah.

Sehingga ada kekosongan area yang mempermudah kubu lawan menguasai sirkulasi bola di lini kedua. Baik duet gelandang Evan Dimas-Stefano Lilipaly atau Bayu Pradana-Stefano Lilipaly, kerapkali berada dalam posisi terlalu jauh.

"Konsistensi stamina berperan besar pada strategi Diego Simeone. Tidak mungkin pressing dilakukan secara konsisten sepanjang laga jika pemain sudah kehabisan stamina. Soal stamina, ini jadi problem klasik pemain kita," ujar Ganesha.

Penilaian yang sama juga disampaikan Danurwindo. "Sebenarnya tidak mengherankan jika lini pertahanan seringkali bulan-bulanan lawan. Karena pressing dari sektor tengah tidak ada. Semestinya saat menggeber skema bertahan, pemain sayap dan penyerang ikut merapat ke tengah. Hal ini memang tidak mudah bagi pemain Indonesia, yang rata-rata kurang sabar melakukan man to man marking. Hal itu dipengaruhi stamina," ujar asisten pelatih Timnas Indonesia yang menjadi jawara SEA Games 1991.

Alfred Riedl Juga Mencontek Salzburg?

Menurut Danur gaya bermain pressing ketat sepanjang laga tidak mudah dilakukan. "Jangankan bicara Timnas Indonesia, klub elite Inggris sekelas Liverpool saja sempat kepayahan dengan strategi permainan pressing ketat yang diusung Jurgen Klopp. Hanya karena terus konsisten dijalankan akhirnya mereka terbiasa. Hasil positifnya bisa terlihat," ungkap Danur.

"Di Timnas Indonesia saat ini situasinya agak kompleks, karena persiapan jelang Piala AFf 2016 pendek. Standar latihan fisik di masing-masing klub berbeda. Jangan heran kalau kemudian Alfred Riedl kesulitan menyamakan konsep bermain timnya," tambahnya.

Mantan kapten Timnas Indonesia di era 1990-an, Sudirman, berpendapat sejatinya tugas Alfred Riedl menyangkut kebugaran terbantu kehadiran banyak pemain muda di Tim Merah-Putih saat ini.

"Pemain-pemain di usia mereka punya kebugaran yang bagus. Tinggal bagaimana pelatih mengatur konsistensi penampilan mereka. Karena biasanya memang pemain belia performanya sering turun naik," ungkap Sudirman, yang saat bermain berposisi sebagai bek.

Selain mengadopsi gaya bermain Atletico Madrid, Timnas Indonesia disebut Noval Aziz, analis taktik dari KickOff! Indonesia juga setipe dengan klub asal Austria, Salzburg.

"Pendekatannya sama, namun pada tahap aplikasinya yang berbeda. Pemain-pemain Timnas Indonesia seringkali tidak disiplin posisi. Permainan Salzburg amat rapat, saat menyerang atau bertahan. Lawan dibuat tak banyak bisa punya opsi mengembangkan permainan karena adanya pressing tinggi," katanya.

Terlepas dari segala kekurangannya, Timnas Indonesia diyakini bisa lolos ke final mengandaskan Vietnam. "Kecuali Thailand, level permainan tim-tim lain di kawasan Asia Tenggara relatif sama. Timnas kita memang saat ini belum bermain pada level terbaik, tapi persoalan sama juga dialami tim lain seperti Vietnam, Singapura, Malaysia, atau Filipina. Pilihan taktik Alfred Riedl sudah tepat, tinggal bagaimana pemain disiplin menjalankannya," papar Benny Dollo, pelatih senior yang matang jam terbang di dunia sepak bola Tanah Air.

 

Video Populer

Foto Populer