Sukses


11 Fakta Unik soal Boaz Solossa, Predator Ganas Timnas Indonesia

Bola.com, Jakarta - SosokĀ Boaz Solossa kembali menjadi perhatian. Ia unjuk produktivitas di Timnas Indonesia saat mengarungi persaingan keras Piala AFF 2016. Sesuatu yang sudah Boaz tidak lakukan beberapa tahun terakhir.

Boaz jadi pemain produktif di Tim Merah-Putih dengan koleksi dua gol, yang diciptakan saat duel penyisihan Grup A melawan Thailand (skor akhir 2-4) dan Filipina (2-2). Sebelumya di empat laga uji coba pemain asal klub Persipura Jayapura tersebut sudah menyumbang tiga gol bagi tim asuhan Alfred Riedl.

Sejak mentas kali pertama di Piala AFF 2004, Boaz Solossa digadang-gadang bakal jadi pemain depan timnas top melebihi seniornya macam Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, atau Budi Sudarsono.

Pada Piala AFF 2004, tak hanya berkontribusi besar mengantarkan Tim Garuda menjadi finalis, Boaz mencetak lima gol, produktivitas tertinggi setelah rekan duetnya Ilham Jayakesuma yang mengoleksi tujuh gol saat itu.

Boaz Solossa  (kiri) ingin menebus kegagalan di final Piala AFF 2004. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Sayang, ketajamannya di level internasional tak berlanjut. Karena cedera, ia kerapkali absen di laga-laga penting yang melibatkan Timnas Indonesia. Torehan golnya secara keseluruhan hanya 14 butir pada periode 2004-2016 ini.

Sebelum Piala AFF 2016 penyerang berusia 30 tahun tersebut sempat puasa panjang mencetak gol. Terakhir ia menyumbang gol buat Timnas Indonesia saat Kualifikasi Piala Asia 2015 pada 15 Oktober 2013. Kala itu Tim Merah-Putih menjamu Tiongkok. Skor pertandingan itu berakhir 1-1.

Saat ini Boaz Solossa ditunjuk oleh Alfred Riedl sebagai kapten timnas. Ia jadi pemain paling senior kedua setelah Beny Wahyudi (31).

Tugas ini pernah ia jalankan saat Timnas Indonesia diarsiteki Jacksen F. Tiago pada 2013.

Boaz merupakan tipikal pemimpin yang jarang bersuara. Ia menjadi panutan bagi rekan-rekan setimnya lewat prestasi di lapangan.

Publik sepak bola Tanah Air berharap Boaz yang menjadi leader para pemain muda bisa mengakhiri dahaga gelar juara buat Indonesia. Terakhir kali negara kita jadi kampiun pentas internasional di SEA Games 1991.

Peluang ke arah sana terbuka lebar, karena kini Timnas Indonesia sudah lolos ke semifinal. Jika bisa mengatasi perlawanan Vietnam selangkah lagi Tim Garuda bisa menggapai trofi. Secara pribadi Boaz tentu ingin menebus kegagalan final Piala AFF 2004. Saat itu secara menyakitkan tim asuhan Peter Withe digasak Singapura dengan agregat 5-2.

Bola.com mengajak pembaca mengenali pribadi Boaz Solossa lebih mendalam. Banyak hal yang mungkin Anda tidak tahu menyangkut sang superstar.

Apa-apa saja fakta unik menyangkut sang predator ganas?

2 dari 12 halaman

Lahir dari ayah pesepak bola

1. Lahir dari ayah pesepak bola

Boaz Solossa lahir dari keluarga dengan kultur sepak bola kuat. Ayahnya, Christopher Solossa merupakan pesepak bola. Ia sempat memperkuat klub amatir asal Sorong, Papua, Garuda Sorong pada era 1970-an. Sang papa juga berposisi sama dengan Boaz sebagai striker.

Karena fokus pada pendidikan, Christopher gantung sepatu. Bakat Christopher kemudian turun ke anak-anaknya.

Sang ayah meninggal di lapangan bola pada 6 Februari 2000, kala tampil dalam sebuah laga ekshibisi antara turnamen tarkam Jago Kapok Cup. Christopher yang saat itu menjadi camat Sorong, bermain memperkuat tim gabungan pejabat daerah kampung halamannya saat berduel melawan tim wartawan PWI.

Boaz, jadi penonton saat ayahnya terkena serangan jantung.

3 dari 12 halaman

Nama diambil dari nama kakek

Ā 2. Nama diambil dari nama kakek

Nama Boaz Solossa diambil dari nama sang kakek, Boaz Boehrit Solossa. Kakeknya amat gila bola. Ia merupakan fans fanatik Persipura Jayapura pada tahun 1950-an.

Saking semangatnya memberi dukungan kepada Tim Mutiara Hitam, Boehrit rela naik sepeda menempuh perjalanan jauh dari Sorong ke Jayapura. Jangan heran, jika saat memutuskan menjadi seorang pesepak bola Boaz Solossa hanya kepincut memperkuat satu klub, yakni Persipura, klub idola kakeknya.

4 dari 12 halaman

Punya tiga abang pesepak bola

3. Punya tiga abang pesepak bola

Pasangan Christopher Solossa dan Merry Solossa memiliki enam anak. Menariknya, empat di antaranya menjadi pemain bola. Putra ketiga, Joice sempat jadi kapten Tim Papua di PON 1996. Ia terkena skorsing selama dua tahun karena memukul pelatih Jawa Timur, J. A. Hattu.

Saat menjalani masa hukuman ia memutuskan gantung sepatu memilih fokus bekerja. Abang Boaz lainnya, Ortizan jadi salah satu bek sayap kiri top Indonesia di era pertengahan 2000-an. Ia sempat membela Timnas Indonesia pada Piala AFF 2004 bersama sang adik.

Sementara Nehemia, anak keempat Christopher dan Merry menjadi striker. Ia sempat jadi pemain Persegi Gianyar dan Persikad Depok. Sayang, kariernya kurang berkembang seperti Boaz dan Ortizan.

Keluarga besar Boaz mendirikan sebuah SSB di Sorong bernama Putra Yohan. Saat masih berusia belia, Boaz sempat berlatih di SSB tersebut.

5 dari 12 halaman

Mengantungi gelar sarjana

4. Mengantungi gelar sarjana

Keluarga besar Solossa dikenal terpelajar. Banyak di antara keluarga Boaz Solossa jadi pejabat di Tanah Papua. Paman sang striker, almarhum Jaap Solossa merupakan Gubernur Papua periode 2000-2005.

Ia sempat melarang Boaz berkarier di sepak bola karena takut pendidikannya terganggu. Di tengah kesibukannya bermain Boaz menjalani kuliah di jurusan Ekonomi Universitas Cendrawasih, Jayapura.

Pada tahun 2013 Boaz resmi jadi sarjana, bersama abangnya Ortizan. Boaz sendiri kini tercatat sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Otonomi Daerah Provinsi Papua.

6 dari 12 halaman

Debut di Timnas

5. Debut di Timnas belum jadi pemain profesional

Saat memperkuat Timnas Indonesia pada ajang Piala AFF 2004, Boaz Solossa jadi satu-satunya pemain yang berstatus non profesional. Talenta Boaz dilirik pelatih Tim Merah-Putih, Peter Withe, setelah sang bomber memperkuat tim Papua di PON Palembang 2004.

Saat itu Papua tercatat sebagai juara bersama Jawa Timur, setelah kedua tim berbagi skor imbang 3-3. Boaz baru resmi jadi pesepak bola pro setelah meneken kontrak dengan Persipura Jayapura pada musim 2005, atas permintaan pamannya, Jaap Solossa, yang menjadi ketua umum klub.Ā 

Hebatnya ia langsung mempersembahkan gelar juara Liga Indonesia. Tim Mutiara Hitam pada saat itu dilatih Rahmad Darmawan.

Ā 

7 dari 12 halaman

Nomor Punggung Unik 86

6. Makna Nomor Punggung Unik 86

Boaz sejak awal berkarier di Persipura menggunakan nomor punggung unik, yaitu 86. Nomor itu diambil dari tahun lahir sang pemain.

Boaz Solossa lahir di Sorong pada tanggal 16 Maret 1986.

Boaz menggunakan nomor punggung 7 di Timnas Indonesia. Nomor itu telah ia gunakan saat menjalani debut di Piala AFF 2004. Pemilihan nomor itu karena Boaz mengidolai David Beckham, pesepak bola asal Inggris yang sedang di puncak karier kala itu.

Sekarang ia mengidolai Cristiano Ronaldo, yang kebetulan menggunakan nomor punggung yang sama.

8 dari 12 halaman

Tiga kali cedera parah

7. Tiga kali cedera parah

Boaz Solossa adalah pemain bermental tangguh. Ia tiga kali bangkit dari keterpurukan pasca mengalami cedera berat.

Cedera berat pertama didapat di final Piala AFF 2004. Kakinya retak setelah ditekel keras bek asal Singapura, Baihaki Khaizan.

Setahun berselang ia juga absen membela Persipura setengah musim gara-gara urat di kakinya putus kala sedang bergaul dengan rekan-rekannya. Menurut Rahmad Darmawan, cedera ini hampir memupus karier Boaz.

Cedera patah kaki kembali dialami Boaz saat membela Timnas Indonesia beruji coba kontra Hong Kong jelang Piala Asia 2007. Sempat muncul rumor tak sedap, PSSI lepas tanggung jawab terhadap pembiayaan penyembuhan cedera Boaz. Ia hampir setahun absen gara-gara cedera berat yang terakhir ini.

9 dari 12 halaman

Ditawari tes di klub Inggris

8. Sempat ditawari tes di klub Inggris

Peter Withe, pelatih Timnas Indonesia di Piala AFF 2004, menilai talenta Boaz Solossa layak bermain di Eropa. Ia sempat menawari pemain yang akrab dipanggil Bochi ini untuk menjalani tes di salah satu klub Divisi II Inggris.

Hanya, karena usianya masih amat muda Boaz menolak. Sosok sang pemain dikenal manja dengan ibundanya, Merry Solossa. Ia tak bisa berpisah jauh-jauh dengan mamanya.

Uniknya saat kompetisi profesional Indonesia vakum pada awal tahun 2016, Boaz memutuskan mencoba peruntungan ke Liga Timor Leste. Ia dikontrak oleh klub Carsae FC selama enam bulan.

10 dari 12 halaman

Hattrick prestasi di Persipura

9. Hattrick prestasi ganda bersama Persipura

Boaz Solossa mencatat seabrek prestasi di Persipura. Klub tersebut diantarnya juara empat kali kompetisi kasta tertinggi. Yakni pada musim 2005, 2008-2009, 2010-2011, dan 2013.

Di tiga edisi terakhir Boaz tercatat sebagai top scorer kompetisi sekaligus pemain terbaik. Terakhir pada musim 2014, ia membantu Tim Mutiara Hitam lolos ke semifinal Piala AFC, prestasi yang belum pernah ditorehkan klub Indonesia lainnya.

Namun, entah kenapa pencapaian maksimal ini tidak menular ke level Timnas Indonesia. Ketajaman Boaz pun terhitung tidak stabil. Hanya belakangan ini di Piala AFF 2016, sang pemain terlihat kembali berkilau dengan gol-golnya.

11 dari 12 halaman

Pacar sejak SMA menjadi istri

10. Istrinya adalah pacar sejak SMA

Boaz Solossa adalah tipikal pria yang setia pada pasangan. Tak banyak cerita miring berkaitan dengan asmara mencuat ke permukaan.

Ia tercatat hanya sekali pacaran, yakni dengan Adelina yang kini menjadi istrinya.

Kisah cinta keduanya terjalin sejak masa sekolah SMA. Hubungan mereka awet hingga kini memiliki tiga orang anak.

Saat bertanding di luar Jayapura, Papua, Boaz sering menumpahkan rasa kangen lewat status-status mesra di jejaring sosial pribadinya. Pasangan ini dikenal amat relijius. Mereka seringkali melempar dukungan moral dengan mengutip ayat-ayat kitab suci umat Kristiani.

Ā 

12 dari 12 halaman

Generasi emas Papua kedua

11. Generasi emas Papua kedua

Boaz Solossa merupakan bagian dari generasi emas sepak bola Papua jilid kedua setelah PON 1993. Saat menjadi juara PON Palembang 2004, Tim Bumi Cenderawasih dihuni banyak pemain belia potensial.

Selain sosok Boaz, ada Ian Kabes, Immanuel Wanggai, Ricardo Salampessy, Korinus Fingkreuw, serta Christian Worabay. Mereka semua sempat silih berganti berkesempatan membela Tim Merah-Putih di berbagai ajang internasional.

Uniknya hubungan di antara mereka amat dekat. Persahabatan mereka berlangsung sejak level junior hingga senior.

Ā 

Ā 

Video Populer

Foto Populer