Sukses


Widodo Cahyono Putro: Saya Tidak Takut Dipecat Bali United

Bola.com, Gianyar - Bali United adalah salah satu tim yang tak segan-segan memecat pelatihnya bila hasil
kinerjanya tak sesuai harapan. Setidaknya, hal itulah yang menimpa Hans Peter Schaller. Pelatih asal Austria itu harus angkat koper lebih cepat setelah tim berjulukan Serdadu Tridatu itu kalah di dua laga awal Liga 1 2017.

Risiko yang sama bisa saja menimpa pelatih baru Bali United, Widodo Cahyono Putro. Dengan catatan, mantan arsitek Sriwijaya FC ini dianggap gagal oleh manajemen.

Maka itulah, Widodo harus bekerja ekstra keras agar bisa menghindari kemungkinan terburuk tersebut. Pasalnya ia punya pengalaman tidak mengenakkan musim lalu. Kontraknya tidak diperpanjang Sriwijaya FC karena dinilai gagal menyajikan gelar juara.

Ujian pertama telah ia lewati dengan mulus. Meski baru datang dua hari sebelum laga kontra Pusamania Borneo FC, (12/5/2017) mantan arsitek Sriwijaya FC itu berhasil mengantarkan timnya menang dengan skor 3-0.

Kemenangan dengan margin lebih dari dua gol ini adalah yang pertama bagi tim yang bermarkas di Stadion Kapten Dipta, Gianyar, Bali, tersebut. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kedatangan Widodo membawa perubahan positif pada permainan dan ketajaman Bali United.

Kendati lolos dari ujian pertama, Widodo tak mau besar kepala. Ia menyadari, sebagai seorang pelatih ia memiliki keterbatasan, tak semua ekspektasi manajemen dan suporter Bali United bisa ia penuhi.

Lantas apa yang membuat pelatih yang dulunya bomber haus gol yang sempat mempersembahkan gelar SEA Games 1991 itu menerima tawaran Bali United? Berikut petikan wawancara Bola.com dengan

2 dari 2 halaman

Target dan Ambisi

Bali United tak segan-segan memecat pelatih bila dianggap gagal, apakah tidak khawatir bernasib sama dengan pelatih sebelumnya?

Saya tidak pernah takut dipecat, itu sudah bagian dari risiko profesi. Kalau saya tidak berani, saya pasti menolak, lebih baik makan dan tidur di rumah. Tapi itu tidak saya lakukan, karena sejak awal saya mememilih profesi ini dengan segala risikonya. Saya juga tidak asal menerima tawaran, karena saya juga asal dalam memilih tim.

Selektif seperti apa yang Anda maksud?

Yang harus dicatat, saya mau melatih Bali United bukan karena semata-mata karena saya menganggur. Saya pernah menolak pinangan beberapa tim karena merasa tidak cocok (di luar besaran kontrak). Alasan kecocokan pula yang membuat saya mau menjadi pelatih kepala Bali United.

Maksud saya, sebelum menerima tawaran klub ini, saya melihat dan manajemen di setiap elemennya. Saya sudah tahu dan mengenal pemainnya, mereka punya kemauan untuk memperbaiki kekurangan bersama-sama, staf pelatih dan manajemennya mendukung saya sepenuhnya. Mereka sangat antusias, dan berkomitmen untuk menyokong kinerja saya.

Masuk di saat kompetisi sudah berjalan, adakah kendala yang Anda rasakan di awal membesut Bali United?

Tidak ada kendala besar yang saya rasakan. Semuanya menerima dengan baik kedatangan saya di sini. Saya merasa bukan seperti orang baru karena mayoritas penghuni tim ini sudah pernah bekerjasama dengan saya, baik di timnas maupun di klub lain.

Kalau pun ada, hanya soal adaptasi dengan pemain muda. Karena dengan regulasi baru PSSI yang mengharuskan setiap klub menurunkan lima pemain U-23, ada sejumlah pemain muda yang belum saya kenal, bukan hanya namanya, tapi juga kemampuannya.

Apa target yang dibebankan manajemen kepada Anda? Dan apa target pribadi Anda?

Saya rasa itu domain manajemen untuk menjawabnya. Bukan saya tidak mau dibebani target. Tapi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, ketika saya bicara target, justru itu menjadi bumerang.

Sebab kalau tidak sesuai dengan target, itu akan dipersoalkan oleh banyak pihak. Padahal, masih ada ukuran lain yang bisa dijadikan acuan, Misalnya ketika di Sriwijaya FC kemarin, kami memang gagal juara, tapi Sriwijaya FC jadi salah satu tim yang paling produktif di Torabika Soccer Champioship 2016.

Video Populer

Foto Populer