Upaya Negeri Paman Sam Melakukan Amerikanisasi Sepak Bola Inggris

Dengan mayoritas klub Liga Inggris berada di bawah kendali investor Amerika, masa depan sepak bola Inggris diprediksi akan semakin dipengaruhi oleh strategi bisnis dan visi dari luar negeri, membuka babak baru dalam sejarah olahraga ini.

BolaCom | Gregah NurikhsaniDiterbitkan 04 Juni 2025, 08:15 WIB
Ilustrasi - Stan Kroenke, Todd Boehly, John Textor, John W. Henry (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Pengambilalihan Everton FC oleh investor Amerika Serikat menandai tonggak penting dalam dunia sepak bola Inggris. Dengan langkah ini, mayoritas klub Liga Inggris kini sepenuhnya atau sebagian besar dimiliki oleh investor dari Amerika Serikat.

Fenomena ini menunjukkan dominasi yang semakin besar dari modal Amerika dalam industri sepak bola Inggris, yang berpotensi mengubah wajah dan arah masa depan olahraga paling populer di Inggris tersebut. Kepemilikan oleh investor AS membawa perubahan dalam pengelolaan klub, strategi bisnis, serta potensi pengembangan liga secara keseluruhan.

Advertisement

Para pengamat menilai bahwa investasi besar dari Amerika dapat membawa keuntungan finansial dan profesionalisme yang lebih tinggi, namun juga menimbulkan kekhawatiran terkait identitas klub dan keterikatan dengan komunitas lokal. Transformasi ini menjadi cerminan globalisasi sepak bola yang semakin kuat, di mana modal internasional memainkan peran sentral dalam menentukan masa depan kompetisi dan pengembangan pemain.

Dengan mayoritas klub Liga Inggris berada di bawah kendali investor Amerika, masa depan sepak bola Inggris diprediksi akan semakin dipengaruhi oleh strategi bisnis dan visi dari luar negeri, membuka babak baru dalam sejarah olahraga ini.

 


Invasi Amerika Serikat

Salah satu pemegang saham Arsenal, Stan Kroenke. (AFP/Adrian Dennis)

Pemilik asal Amerika terus berdatangan di setiap level, dengan klub Premier League Everton menjadi yang terbaru dibeli oleh pembeli asal AS bulan lalu ketika The Friedkin Group menyelesaikan pengambilalihan.

"Investor Amerika menjadi mayoritas di Liga Inggris, mengungguli pemilik asal Inggris. Mereka berada di posisi kedua di Serie A Italia setelah pemilik asal Italia. Begitu pula di Ligue 1 Prancis, setelah pemilik asal Prancis. Di Spanyol, mereka hadir di Mallorca, meskipun hanya sekitar lima dari dua puluh klub di La Liga yang dimiliki oleh pihak asing. Pengecualian besar di antara liga-liga utama adalah Jerman, di mana semua tim dimiliki oleh orang Jerman kecuali RB Leipzig, yang dimiliki oleh perusahaan Austria, Red Bull," demikian laporan dari La Vanguardia.

The Friedkin memasuki wilayah di mana klub besar lainnya, Liverpool, telah dimiliki oleh dua kelompok orang Amerika yang berbeda selama 17 tahun terakhir, dan di seberang Sungai Mersey, klub League Two Tranmere Rovers mungkin segera diambil alih oleh kelompok investasi dari New York. Namun, investasi Amerika tidak hanya terbatas pada klub-klub besar di wilayah-wilayah kuat seperti Liverpool, Manchester, Midlands, atau London.

Investasi tersebut juga menjangkau daerah-daerah terpencil dalam dunia sepak bola profesional, seperti Carlisle United yang dekat dengan perbatasan Skotlandia, atau klub-klub kecil yang berada di luar pusat-pusat keramaian, termasuk Walsall di Midlands, yang hidup dalam bayang-bayang tiga tetangga yang dimiliki oleh orang Amerika, yaitu Aston Villa, Birmingham City, dan West Bromwich Albion.

Saat ini, berdasarkan keterangan New York Times, dua puluh tiga dari 72 klub (32 persen) di English Football League (Premier League, Championship, League One, dan League Two) dimiliki oleh pemilik asal Amerika.

 


Taipan Olahraga

Chelsea - Ilustrasi Todd Boehly (Bola.com/Adreanus Titus)

Sama seperti Man City yang pemiliknya memiliki jaringan City Football Group, pengusaha Amerika Serikat sebenarnya juga mempunyai jaringan usaha di sektor olahraga. Manchester United adalah klub Premier League pertama yang berada di bawah kepemilikan Amerika.

Pada tahun 2005, MU dimiliki oleh berbagai investor termasuk pengusaha Irlandia sekaligus pemilik kuda pacu John Magnier dan J.P. McManus. Keluarga Glazer yang berbasis di Miami, yang sebelumnya sudah terlibat dalam dunia olahraga sebagai pemilik franchise NFL Tampa Bay Buccaneers.

Banyak pemilik asal Amerika dari klub-klub Premier League juga memiliki tim-tim lain di berbagai cabang olahraga. Selain Arsenal, keluarga Kroenke memiliki Colorado Rapids di MLS, Los Angeles Rams di NFL, Colorado Avalanche di NHL, dan Denver Nuggets di NBA.

Fenway Sports Group memiliki Liverpool, Boston Red Sox di MLB, dan Pittsburgh Penguins di NHL. Keluarga Glazer memiliki Manchester United dan Tampa Bay Buccaneers di NFL.

John Textor, yang memiliki Lyon dan Crystal Palace, sempat melakukan pembicaraan untuk membeli Everton, namun ia tidak diperbolehkan menjadi bagian dari dua kelompok kepemilikan dalam liga yang sama, sehingga membuka peluang bagi The Friedkin Group untuk masuk dan menyelesaikan pembeliannya.

 


Tim Sepak Bola Lebih Murah? Kok Bisa?

Ilustrasi - Todd Boehly, Chistian Pulisic dan Timo Werner (Bola.com/Adreanus Titus)

Menurut laporan The Conversation, tim-tim sepak bola sekalipun dari Liga Inggris valuasinya masih lebih murah secara signifikan. Rata-rata tim NFL misalnya, ada di kisaran Rp76,5 triliun. Sedangkan rata-rata tim NBA sebesar Rp58,5 triliun.

Dibandingkan dengan rata-rata harga tim Liga Inggris hanya mencapai Rp9,5 triliun. Angka ini tentu sangat jauh. Kok bisa?

Alasan yang lebih luas mengapa valuasi klub sepak bola Eropa relatif lebih terjangkau adalah risiko degradasi, sesuatu yang tidak ada dalam liga seperti kebanyakan olahraga di Amerika Serikat. Sementara ancaman degradasi (dan promosi) selalu menjadi bagian integral dari sepak bola Inggris dan Eropa, risiko yang ditimbulkan bagi para pendukung, serta keuangan klub, tidak ditemukan di NFL, NBA, Major League Soccer, dan kompetisi serupa.

Premier League, dengan tiga posisi degradasi di akhir setiap musim, telah menampilkan 51 klub berbeda sejak diluncurkan pada tahun 1992. Hanya enam klub, Arsenal, Spurs, Chelsea, Manchester United, Liverpool, dan Everton, yang selalu hadir, dengan Arsenal kini mendekati 100 tahun bermain secara berturut-turut di kasta tertinggi.

Klub-klub Premier League lainnya telah mengalami dampak dramatis dari degradasi dan promosi. Oldham Athletic, yang sempat bermain di Premier League selama dua musim pertamanya, kini terpuruk di kasta kelima sepak bola Inggris, di luar English Football League (EFL). Sebaliknya, Luton Town, yang masih berada di kasta kelima pada 2014, berhasil promosi ke Premier League pada 2023, namun kemudian terdegradasi di akhir musim lalu.

Meskipun sulit membandingkan klub sepak bola dengan tim bola basket dan American Football, perbedaan finansial antara liga terbuka dengan degradasi dan liga tertutup menjadi jelas ketika kita melihat sepak bola wanita di kedua sisi Atlantik.

Angel City, tim sepak bola wanita yang berbasis di Los Angeles, baru bergabung dengan National Women’s Soccer League (NWSL) pada 2022 dan belum pernah memenangkan trofi NWSL. Namun bulan lalu, klub tersebut dijual seharga Rp3,572 triliun kepada CEO Disney Bob Iger dan jurnalis TV Willow Bay, menjadi pengambilalihan termahal dalam sejarah olahraga profesional wanita.

Sebagai perbandingan, Chelsea, juara tujuh kali English Women’s Super League dan salah satu tim paling sukses di Eropa, menilai tim wanita mereka sebesar Rp2,85 triliun pada awal musim panas ini, sedikit di bawah Angel City yang berlabel tim 'kemarin sore'.

 


Makanya Ada Wacana European Super League

Joel Glazer (Kanan) sekali lagi meminta maaf atas keterlibatan Manchester United di Liga Super Eropa. (Dok. Sky Sports)

Pada April 2021, 12 klub terkemuka Eropa (enam dari Inggris serta tiga masing-masing dari Spanyol dan Italia) mengumumkan pembentukan Liga Super Eropa (European Super League/ESL). Kompetisi baru yang digelar di tengah pekan ini direncanakan menjadi kompetisi tertutup dengan potensi pendapatan tinggi, yang nantinya akan diikuti oleh 15 tim permanen dan lima tim tambahan yang lolos setiap tahun dari kualifikasi di Eropa. Menurut salah satu penggerak utama rencana ini, co-chairman Manchester United, Joel Glazer:

“Dengan mengumpulkan klub dan pemain terbaik dunia untuk saling bertanding sepanjang musim, Liga Super akan membuka babak baru bagi sepak bola Eropa, menjamin kompetisi dan fasilitas kelas dunia, serta dukungan finansial yang lebih besar untuk piramida sepak bola yang lebih luas.”

Masalah yang dihadapi oleh enam klub besar Premier League, beserta para pemiliknya yang ambisius, adalah saat ini hanya tersedia empat slot untuk bermain di Liga Champions. Jadi, pemikiran mereka adalah, mengapa tidak menghilangkan risiko gagal lolos? Namun, proposal ini segera mendapat kecaman dari para penggemar di seluruh Eropa, bersama dengan badan pengatur sepak bola dan liga-liga, yang semuanya melihat proposal ESL sebagai ancaman terhadap kualitas dan integritas liga domestik mereka. Setelah beberapa protes besar dari penggemar, termasuk di Stamford Bridge milik Chelsea, Manchester City menjadi klub pertama yang menarik diri, diikuti dalam beberapa hari oleh klub-klub Inggris lainnya.

Menurut ketentuan proposal ESL, klub-klub pendiri akan dijamin ikut serta dalam kompetisi tersebut selamanya. Partisipasi yang dijamin berarti pendapatan yang dijamin pula. Kesenjangan finansial saat ini antara “big six” dan anggota Premier League lainnya, yang pada musim 2022/2023 rata-rata mencapai £396 juta, diperkirakan akan semakin melebar dengan cepat.

 


Perbedaan Investasi Pengusaha AS dan Jazirah Arab di Liga Inggris

Tiga pria dari Arab Saudi berbicara di luar lapangan sebelum pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris antara Newcastle dan Tottenham Hotspur di St. James' Park di Newcastle, Inggris, Minggu 17 Oktober 2021. (AP/Jon Super)

Pengusaha Amerika Serikat cenderung memandang investasi di klub sepak bola Inggris sebagai peluang bisnis yang menguntungkan dan bagian dari portofolio olahraga yang lebih luas. Banyak dari mereka juga memiliki klub di liga olahraga profesional AS seperti NFL, NBA, dan MLB, sehingga investasi di sepak bola Eropa merupakan diversifikasi dan ekspansi bisnis olahraga mereka.

Contohnya, Todd Boehly (Chelsea) juga memiliki LA Dodgers di MLB, dan pemilik Aston Villa juga memiliki tim NBA Milwaukee Bucks. Pendekatan ini menekankan pada pengelolaan profesional, branding global, dan peningkatan nilai klub sebagai aset bisnis.

Sementara itu, pengusaha Jazirah Arab, terutama dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, seringkali menggunakan investasi di klub Liga Inggris sebagai bagian dari strategi geopolitik dan soft power, sekaligus sebagai simbol status dan pengaruh global.

Mereka menggelontorkan dana besar untuk membeli klub-klub seperti Manchester City (Sheikh Mansour), Newcastle United (Public Investment Fund Arab Saudi), dan Aston Villa (Nassef Sawiris), dengan tujuan tidak hanya meraih prestasi olahraga tetapi juga memperkuat citra negara dan diversifikasi ekonomi dari sumber minyak. Pendekatan mereka lebih agresif dalam hal pembelian pemain dan pengeluaran besar demi hasil cepat.

Selain keuntungan finansial dan ekspansi bisnis olahraga, ada juga motivasi untuk meningkatkan pengaruh budaya dan sosial melalui olahraga. Investasi ini memungkinkan mereka membangun jaringan bisnis internasional dan memperkuat posisi dalam industri hiburan global yang terus berkembang.

Sumber: CS Monitor, Politico EU, The Conversation, Sports Illustrated, New York Times, The Courier Online, Straits Times, International Finance, The Guardian

Berita Terkait