Bola.com, Jakarta - Jejak migrasi manusia purba yang berusia antara 1,1 hingga 1,5 juta tahun yang lalu ditemukan di situs Calio, yang terletak di Lembah Walannae, Cabengnge, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Temuan arkeologi ini mendapatkan pengakuan internasional setelah berhasil dipublikasikan dalam jurnal bergengsi, Nature, yang dikelola oleh Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN).
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra di BRIN, Herry Yogaswara, menegaskan bahwa masuknya penemuan ini ke dalam jurnal "Nature" adalah sebuah pengakuan global yang menunjukkan betapa signifikan temuan tersebut.
"Ini jurnal dengan reputasi sangat-sangat tinggi. Artinya, temuannya luar biasa penting dan sudah melalui proses review oleh para ahli dari berbagai bidang arkeologi, geologi, dan lainnya," ujar Herry di Villa Yuliana, Watansoppeng, Kamis hari ini.
Herry menambahkan bahwa publikasi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan sejak awal tahun 2000-an.
Penelitian ini bahkan dapat ditelusuri kembali hingga ke eksplorasi yang dilakukan pada 1930-an, menunjukkan betapa panjangnya perjalanan penelitian ini hingga mencapai tahap saat ini.
Daya Tarik Wisata
Penemuan alat-alat batu di Sulawesi oleh M.W. Moore dari University of New England ini menunjukkan pentingnya penelitian yang mendalam dan berkelanjutan.
"Ini bukti bahwa riset mendalam dan berkesinambungan adalah kunci, dan ini menjadi kebanggaan, khususnya untuk masyarakat Soppeng," tambah Herry.
Herry menggarisbawahi bahwa temuan ini lebih dari sekadar hasil penelitian ilmiah, tetapi juga memiliki potensi untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat melalui pendekatan warisan budaya atau economic heritage.
Ia memberikan contoh mengenai Sangiran, yang sebelumnya hanya dikenal sebagai lokasi penggalian, kini telah bertransformasi menjadi destinasi wisata budaya yang diakui secara internasional.
"Saya membayangkan hal serupa bisa terjadi di Soppeng. Situs-situs arkeologi di Lembah Walanae bisa menjadi daya tarik wisata budaya yang mendunia, sekaligus menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat," ujar Herry.
Pembagian Tugas
Dalam kesempatan tersebut, Herry juga menjelaskan bahwa telah ada pembagian tugas antara BRIN dan Kementerian Kebudayaan dalam pengelolaan hasil penelitian dan upaya pelestarian.
"BRIN akan fokus pada hulu, yakni riset, sementara Kementerian akan menangani hilirnya, yakni pelestarian dan pemanfaatan," jelasnya.
Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan hasil riset dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.
Ke depan, diharapkan Soppeng dapat mengembangkan potensi wisata budayanya dan memberi dampak positif bagi perekonomian lokal.
Memasang Peralatan Canggih
BRIN berkomitmen untuk terus meningkatkan kapasitas laboratorium serta teknologi demi mendukung penelitian yang lebih mendalam.
Satu di antara langkah yang diambil adalah dengan memasang peralatan canggih, seperti IMS (Isotope Mass Spectrometry) yang berfungsi untuk penanggalan karbon.
"Meski pemasangannya butuh waktu dua tahun, ini investasi penting untuk mengungkap lebih banyak misteri masa lalu kita," kata Herry.
Ia juga mengajak para peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan komunitas lokal untuk terus melanjutkan riset yang bermanfaat.
"Ilmu tidak boleh berhenti di laboratorium. Itu harus bermanfaat bagi masyarakat, menjadi bagian dari pengembangan wilayah, dan membentuk masa depan melalui jejak masa lalu," lanjutnya.
Penemuan Signifikan
Di sisi lain, Adam Brumm, seorang arkeolog dari Universitas Griffith Australia, mengungkapkan bahwa penemuan di Situs Calio adalah penemuan yang sangat signifikan. Temuan tersebut lebih tua dibandingkan dengan penemuan sebelumnya di Kabupaten Maros yang memiliki usia 200 tahun.
"Temuan ini bukan cuma penting untuk budaya Indonesia, budaya Sulsel, tetapi budaya semua dunia. Itu sangat penting dan ada di sini, di Kabupaten Soppeng," katanya.
Brumm juga menjelaskan bahwa di Situs Calio ditemukan jejak kehidupan manusia purba dari spesies Homo Erectus.
Hasil ekskavasi menunjukkan adanya artefak batu yang diperkirakan berusia antara 1,1 hingga 1,5 juta tahun yang lalu.
"Tapi, masih ada masalah yang sedikit misterius, siapa manusia yang membuat alat batu di sini 1 juta tahun yang lalu. Kemungkinan, kalau menurut pendapat saya, itu spesies Pithecantropus Erectus yang familier dari Jawa."
Untuk itu, Brumm menekankan pentingnya penemuan artefak batu tersebut sebagai langkah awal dalam mencari fosil manusia dari zaman tersebut.
"Tapi, yang penting sekarang, alat batu yang ada di sini, kita harus menemukan fosil manusia itu," tambah Brumm.
Berikan Apresiasi
Sementara itu, Bupati Soppeng, Suwardi Haseng, memberikan apresiasi terhadap penemuan jejak manusia purba di Situs Calio, Cabengnge.
Temuan ini tidak hanya menarik perhatian peneliti, tetapi juga telah dipublikasikan dalam jurnal internasional.
"Kami dari Pemkab Soppeng dan tentunya masyarakat, sangat bangga dengan temuan yang mendunia ini. Ini juga menggugurkan teori sebelumnya yang menyatakan manusia purba tidak bisa ke Sulawesi karena tidak mungkin bisa menyeberangi palung di lautan. Tetapi, itu semua terbantahkan dengan penemuan ini," ujarnya.
Suwardi menyatakan bahwa Pemkab Soppeng siap memberikan dukungan kepada para arkeolog yang melakukan ekskavasi untuk menemukan fosil manusia purba Homo Erectus.
"Kami sudah bicara dengan para arkeolog, mungkin nanti akan intens lagi karena memungkinkan ada fosil manusia. Mudah-mudahan tidak lama. Tentu kami akan mendukung hal-hal seperti ini," imbuhnya.
Sumber: merdeka.com