Lima Faktor yang Bikin Penjualan Rumah Anjlok di Kuartal II 2025

Berikut ini beberapa penyebab penjualan rumah menurun.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 09 Agustus 2025, 18:20 WIB
Foto udara salah satu kawasan perumahan bersubsidi di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis sore (19/9/2024). (merdeka.com/Arie Basuki)

Bola.com, Jakarta - Sektor properti residensial di Indonesia mulai menunjukkan perlambatan pada triwulan II 2025.

Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia, penjualan rumah di pasar primer menyusut 3,80% secara tahunan (yoy), berbalik arah setelah sebelumnya tumbuh 0,73% pada kuartal pertama tahun ini.

Advertisement

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa penurunan tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya penjualan rumah tipe kecil.

"Pertumbuhan penjualan rumah kecil hanya 6,70% (yoy), turun jauh dari 23,75% (yoy) pada triwulan sebelumnya," kata Ramdan dalam laporan resmi, Jumat kemarin.


Lima Hambatan Utama

Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah bersubsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/2/2021). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. meyakini tahun ini menjadi tahun pemulihan bagi sektor properti khususnya rumah tapak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Hasil survei BI mengungkap setidaknya lima faktor yang membatasi laju penjualan properti residensial.

Paling dominan adalah kenaikan harga bahan bangunan yang dikeluhkan oleh 19,97% responden. Lonjakan harga semen, baja ringan, dan material lainnya membuat biaya konstruksi membengkak.

Masalah perizinan dan birokrasi menjadi kendala kedua, disebutkan oleh 15,13% responden. Proses administrasi yang rumit, terutama di daerah, membuat realisasi proyek tersendat dan mengurangi daya saing pengembang.

Selanjutnya, suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang bertahan di level 15,00% dan besaran uang muka mencapai 11,38% juga dinilai memberatkan calon pembeli. Kondisi ini kerap membuat generasi muda dan keluarga baru menunda pembelian

Faktor terakhir adalah beban perpajakan, yang menurut 8,66% responden ikut menekan daya beli dan menghambat pertumbuhan pasar.

"Berdasarkan survei, hambatan terbesar pengembangan dan penjualan properti meliputi kenaikan harga bahan bangunan (19,97%), perizinan dan birokrasi (15,13%), suku bunga KPR (15,00%), uang muka tinggi (11,38%), serta perpajakan (8,66%)," ujar Ramdan.


Perkembangan Harga Rumah

Warga berjalan di dekat pembangunan perumahan subsidi BTN di Kawasan Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/2/2022). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memacu penyaluran Kredit Pembiayaan Rumah Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR Sejahtera FLPP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain penjualan, kenaikan harga properti residensial di kuartal II 2025 juga melambat. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) hanya naik 0,90% (yoy), sedikit lebih rendah dibanding pertumbuhan 1,07% (yoy) pada kuartal sebelumnya.

Pelemahan ini dipicu oleh melambatnya kenaikan harga rumah kecil dan besar, masing-masing menjadi 1,04% (yoy) dan 0,70% (yoy), dari 1,39% (yoy) dan 0,97% (yoy) pada kuartal I.

Sementara itu, rumah tipe menengah justru mencatat akselerasi pertumbuhan, dari 1,14% (yoy) menjadi 1,25% (yoy).


Perbedaan Antarwilayah

Suasana perumahan subsidi di kawasan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021). Bantuan pembiayaan perumahan subsidi sebagai upaya memenuhi kebutuhan hunian layak terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dari 18 kota yang dianalisis, 14 kota mengalami perlambatan IHPR tahunan. Pekanbaru dan Surabaya mencatat pelemahan paling tajam.

Pertumbuhan harga di Pekanbaru turun dari 2,69% (yoy) menjadi 1,67% (yoy), sedangkan Surabaya merosot dari 1,05% (yoy) ke 0,44% (yoy).

Sebaliknya, Banjarmasin dan Semarang menunjukkan tren positif. Kedua kota itu mengalami percepatan pertumbuhan harga, dari 2,18% (yoy) dan 0,85% (yoy) menjadi 2,25% (yoy) dan 0,96% (yoy) pada kuartal II 2025.

 

Sumber: merdeka.com