Kekerasan ke Pewarta foto saat Demonstrasi DPR: PFI dan Iwakum Kecam Aparat

Reno sangat menyesalkan tindakan aparat yang berani memukul jurnalis meskipun mereka sudah mengenakan atribut lengkap.

BolaCom | Ario YosiaDiperbarui 26 Agustus 2025, 17:18 WIB
Pengunjuk rasa berusaha menghalangi polisi yang maju dengan perisai selama demonstrasi yang menuntut pembubaran parlemen di depan gedung parlemen Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta pada 25 Agustus 2025. (YASUYOSHI CHIBA/AFP)

Bola.com, Jakarta - Bayu Pratama, seorang pewarta foto dari kantor berita Antara, mengalami kejadian yang sangat disayangkan ketika dia menjadi korban pemukulan oleh oknum aparat saat meliput aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI pada hari Senin, 25 Agustus.

Insiden ini menunjukkan betapa rentannya jurnalis dalam menjalankan tugas mereka di lapangan, terutama ketika berhadapan dengan situasi yang penuh ketegangan.

Advertisement

Reno Esnir, Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI) Nasional, menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya. Dia juga mengungkapkan rasa keprihatinan dan mengecam keras peristiwa menyedihkan ini, yang menunjukkan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih terancam.

Dia menyatakan, "Kebebasan pers kembali ternoda. PFI berharap oknum pelaku dari kepolisian ditangkap dan diberikan hukuman berat," dalam sebuah siaran pers resmi yang dirilis pada hari yang sama. Pernyataan ini mencerminkan harapan PFI untuk adanya keadilan dan perlindungan bagi jurnalis yang bertugas.

Reno juga menyayangkan tindakan aparat yang memukul jurnalis yang telah mengenakan atribut lengkap, seperti helm bertuliskan "Antara" dan membawa dua kamera profesional yang menjadi ciri khas pekerjaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Bayu telah mematuhi semua aturan dan mengenakan identitas yang jelas, dia tetap menjadi sasaran kekerasan.

Dia menekankan, "Wartawan yang sudah tertib dan kerjanya dilindungi Undang-undang saja masih dipukul dan dianiaya, apalagi masyarakat biasa? Saya menduga kuat jika ini merupakan kesengajaan. Oleh sebab itu, pelaku wajib dihukum seberat-beratnya." Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan.

 

 

 

Video BRI Super League


Mustinya Melindungi

Dalam pertemuan saat proses advokasi oleh PFI Nasional, Bayu mengungkapkan harapannya agar pihak aparat benar-benar melindungi kerja pewarta foto di lapangan. Ia menunggu bukti dan itikad baik dari pihak kepolisian, khususnya Polda Metro Jaya, untuk menyelidiki secara menyeluruh tindakan pelaku kekerasan tersebut.

Dia berharap, "Saya harap pelaku dapat hukuman sesuai hukum yang berlaku, serta bisa diberikan edukasi bagi aparat yang bertugas di lapangan agar insiden tidak terulang di masa depan." Harapan ini mencerminkan keinginan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi jurnalis dalam menjalankan tugas mereka.

Di sisi lain, Helmi Fitriansyah, Anggota Divisi Hukum dan Advokasi PFI Nasional, mengingatkan bahwa pekerjaan wartawan dilindungi oleh Undang-Undang 40 tahun 1999. Dia menegaskan, "Pewarta foto bekerja sesuai aturan dan kode etik. Tidak semestinya mendapatkan aksi represif dari aparat. Ini jadi sejarah kelam kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia," setelah mendampingi advokasi di kantor Antara.

Perlu dicatat bahwa hanya sepekan sebelumnya, insiden serupa juga terjadi di Serang, Banten, di mana 10 wartawan, termasuk satu pewarta foto dari Antara, mengalami pemukulan. Tragedi ini semakin memperlihatkan perlunya perlindungan yang lebih baik bagi para jurnalis di Indonesia.

 


Ancaman Kebebasan Pers

Pengamanan Demo DPR 25 Agustus 2025

Sejalan dengan itu, Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) juga mengutuk tindakan pemukulan yang dialami oleh jurnalis tersebut. Irfan Kamil, Ketua Umum Iwakum, berpendapat bahwa peristiwa ini tidak hanya merugikan seorang jurnalis, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar.

"Ini bukan sekadar insiden, ini ancaman nyata terhadap kebebasan pers. Setiap kali jurnalis dipukul, publik ikut dipukul. Aparat yang melakukannya harus diusut, disanksi tegas, dan jangan sampai ada perlindungan terhadap pelaku," tegas Kamil dalam keterangan yang diterima.

Ia juga menyatakan bahwa kekerasan terhadap jurnalis dalam situasi aksi massa bukanlah fenomena baru dan terus terjadi berulang kali.

"Kami sudah berkali-kali menyaksikan peristiwa seperti ini. Peringatan demi peringatan seperti tak ada artinya. Padahal, kerja jurnalis di lapangan sudah cukup berisiko tanpa harus dibayangi ancaman pemukulan atau intimidasi," kritik Kamil. Selain itu, Kamil mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap metode pengamanan dalam aksi massa serta penegakan aturan yang melindungi pers.

"Negara harus hadir untuk melindungi, bukan melukai. Setiap tindakan membungkam pers adalah serangan terhadap demokrasi. Ini harus dihentikan," wanti dia. Kamil menekankan pentingnya perhatian serius dari pihak berwenang untuk mengatasi masalah ini agar jurnalis dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut akan kekerasan.


Evaluasi

Ponco Sulaksono, Sekretaris Jenderal Iwakum, menegaskan bahwa aktivitas jurnalis dilindungi oleh UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Dengan demikian, para jurnalis seharusnya dapat menjalankan tugasnya tanpa menghadapi ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.

Dalam pandangannya, yang merupakan seorang Magister ilmu politik dari Universitas Nasional (Unas), kasus ini menjadi sinyal peringatan serius bagi aparat penegak hukum. “Jurnalis bukan musuh. Mereka bekerja untuk kepentingan publik," ungkap Ponco dengan tegas.

Ponco juga menunjukkan keprihatinan terkait kekerasan yang terus berulang terhadap jurnalis. Ia mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 8 UU Pers yang telah diajukan oleh Iwakum beberapa waktu yang lalu.

“Frasa perlindungan hukum dalam Pasal 8 UU Pers saat ini multitafsir dan tidak jelas. Kami meminta agar MK memperjelas perlindungan hukum yang dimaksud dalam pasal itu adalah tindakan kepolisian, baik itu penggeledahan, penangkapan, ataupun penetapan tersangka hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari Dewan Pers," jelasnya.