Ciri Khas Kelas Pekerja Indonesia di Era Digital: Fenomena Generasi Rentan yang Dibayangi Kecemasan

Perhatian kini tertuju pada munculnya kelas pekerja baru akibat revolusi ekonomi digital yang sedang berlangsung.

BolaCom | Ario YosiaDiterbitkan 15 September 2025, 17:50 WIB
Pengemudi ojek online (ojol) memenuhi bahu jalan saat menunggu penumpang di kawasan Cililitan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Pemprov DKI Jakarta telah melarang ojol dan ojek pangkalan berkumpul lebih dari lima orang serta menjaga jarak sepeda motor minimal dua meter. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Bola.com, Jakarta - Fenomena munculnya kelas pekerja baru di era revolusi ekonomi digital semakin menarik perhatian publik. Denny JA, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), mengidentifikasi kelompok ini sebagai “Generasi Rentan”, yang memiliki karakteristik fleksibel namun juga rentan, diwarnai oleh harapan sekaligus kecemasan yang mendalam.

Menurut Denny, Generasi Rentan terdiri dari berbagai profesi seperti pengemudi ojek online, kurir e-commerce, freelancer, dan content creator kecil, yang hidup di bawah pengaruh algoritma. Mereka menghadapi kenyataan pahit tanpa adanya jaminan kerja, perlindungan sosial, atau kepastian dalam pendapatan yang mereka peroleh.

Advertisement

"Saya memilih menyebut mereka sebagai Generasi Rentan. Ini bukan sekadar kategori ekonomi, melainkan fenomena lintas usia yang membentuk wajah baru masyarakat kita. Ciri utamanya adalah kerentanan: terhadap ketidakpastian, terhadap krisis ekonomi, terhadap algoritma yang menentukan hidup mereka," ungkap Denny pada Senin (15/9/2025).

Keberadaan fenomena ini terlihat jelas pada jutaan pekerja digital di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 4,5 juta orang bergantung pada aplikasi transportasi daring untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Di sisi lain, para kurir e-commerce terpaksa mengejar target pengiriman yang ditentukan oleh mesin, sedangkan freelancer dan content creator kecil harus bersaing di pasar global dengan pendapatan yang sering kali tidak menentu.

Video Timnas Indonesia


Seperti Berjalan di Atas Tali

Di tengah kondisi ini, muncul kontradiksi antara kebebasan dalam pengaturan waktu kerja dan ketiadaan jaminan sosial.

Denny mengibaratkan kehidupan mereka seperti berjalan di atas tali yang sangat tipis. Ia menegaskan bahwa kerentanan ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga berdampak pada kesehatan psikologis mereka.

“Apakah hari ini ada order? Apakah besok ada kontrak? Apakah bulan depan masih bisa bayar cicilan? Pertanyaan-pertanyaan ini menghantui mereka setiap hari,” tambahnya.

Generasi ini, lanjutnya, sering kali merasa terasing, tidak termasuk dalam kategori kelas menengah yang mapan, namun juga bukan bagian dari kaum miskin tradisional. Hilangnya identitas ini membuat mereka mudah merasa kecewa, marah, dan rentan untuk dimobilisasi dalam berbagai gerakan.

 


Kelas Berbahaya

Pendiri Forum Kreator Era AI (KEAI) yang juga pendiri lembaga survei LSI, Denny JA (Istimewa)

Mengacu pada Guy Standing, Denny menyatakan bahwa kelompok ini berpotensi menjadi “kelas berbahaya.” Potensi ini bukan karena tindakan kriminal, tetapi karena ketidakpuasan yang bisa meledak sewaktu-waktu.

"Lihat solidaritas pengemudi ojol ketika salah satu dari mereka meninggal akibat kecelakaan kerja. Dalam hitungan jam, ribuan orang bisa turun ke jalan. Inilah energi sosial Generasi Rentan," jelasnya dengan tegas.

Protes yang meluas di Indonesia pada Agustus–September 2025, yang terjadi di 107 lokasi di 32 provinsi, menurut Denny, merupakan bukti nyata dari keresahan yang dialami oleh kelas ini.

 


80 Juta Pekerja Informal

Ekspresi peserta saat mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) berbasis Computer Assisted Test (CAT) untuk CPNS Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Kantor BKN Regional V, Jakarta, Senin (27/1/2020). Seleksi berlangsung 27-31 Januari 2020. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Denny berpendapat bahwa dengan lebih dari 80 juta pekerja informal yang semakin terdigitalisasi, negara tidak bisa berpangku tangan.

Ia merekomendasikan tiga langkah penting: regulasi platform dengan standar upah dan jaminan sosial, literasi digital agar pekerja dapat meningkatkan kelas sosial mereka, serta penguatan jaring pengaman sosial.

"Tanpa langkah ini, cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan jadi mimpi kosong. Bagaimana mungkin bangsa ini bisa maju jika mayoritas pekerjanya hidup dalam kerentanan yang akut?" tegasnya dengan penuh keyakinan.

Berita Terkait