Istana Tinjau Usulan DPR Ubah Status Bulog Jadi Kementerian, Apa Dampaknya?

Istana mengkaji usul DPR ubah status Bulog menjadi kementerian.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 13 Oktober 2025, 07:20 WIB
Pekerja memindahkan beras ketika bongkar muat beras bulog di gudang PT Food Station Tjipinang Jaya, Jakarta Timur, Jumat (3/2/2023). Untuk menstabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), Perum BULOG akan menyaluran beras SPHP di Pasar Induk Beras Cipinang dari 13 ribu menjadi 30 ribu ton,dengan harga paling tinggi sebesar Rp. 8.900. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bola.com, Jakarta - Pemerintah sedang mengkaji usulan penting dari Komisi IV DPR RI yang mendorong peningkatan status Perum Bulog menjadi kementerian atau lembaga setingkat kementerian.

Langkah ini disebut dapat memperkuat peran Bulog dalam menjaga ketahanan pangan nasional dan mempercepat pengambilan keputusan di sektor pangan strategis.

Advertisement

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengungkapkan hal itu usai menghadiri rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di kediaman Kertanegara, Jakarta, Minggu (12-10-2025) malam.

Menurutnya, pemerintah terbuka terhadap berbagai opsi yang bisa meningkatkan efektivitas kerja Bulog tanpa mengganggu stabilitas birokrasi nasional.

"Pemerintah terus mencari langkah yang terbaik agar peran Bulog semakin kuat dan efisien," ujar Prasetyo.

Ia menegaskan, apa pun hasil kajiannya nanti, pemerintah berkomitmen memperbaiki sistem pengelolaan pangan demi terwujudnya swasembada yang berkelanjutan.


Dorongan DPR

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi usai rapat bersama Presiden Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Minggu (12/10/2025) (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Usulan peningkatan status Bulog itu berawal dari wacana penggabungan lembaga tersebut dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Sejumlah anggota Komisi IV DPR menilai, pembentukan satu kementerian pangan akan menyatukan kebijakan dan pelaksanaan lapangan sehingga distribusi bahan pokok, khususnya beras, bisa lebih lancar.

Selama ini, struktur birokrasi yang panjang dianggap menjadi hambatan bagi Bulog dalam bertindak cepat. Dengan status setingkat kementerian, Bulog akan lebih leluasa dalam mengambil keputusan, terutama ketika menghadapi situasi darurat pangan atau lonjakan harga bahan pokok.

Menurut Prasetyo, pemerintah memahami dorongan tersebut, tetapi tetap akan menimbang segala aspeknya dengan cermat.

"Beberapa waktu lalu sudah dibicarakan untuk mencari skema supaya beban keuangan dan birokrasi bisa dicarikan jalan keluarnya," tuturnya.


Pencapaian Rekor

Upaya BULOG dilakukan secara masif untuk menekan kenaikan harga di tingkat konsumen. Foto: Humas Perum Bulog

Kendati pembahasan soal status kelembagaan masih berlangsung, kinerja Bulog belakangan mendapat apresiasi tinggi.

Pada Juli 2025, Bulog mencatat sejarah baru dengan stok beras nasional mencapai 4,2 juta ton, jumlah tertinggi sejak Indonesia merdeka.

Pencapaian tersebut tak lepas dari dukungan pendanaan pemerintah. Melalui Kementerian Keuangan, Bulog menerima tambahan modal Rp16,6 triliun di awal tahun untuk memperkuat pengadaan dan cadangan pangan.

Selain itu, lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2025, pemerintah menyiapkan investasi Rp5,5 triliun untuk pengadaan Cadangan Jagung Pemerintah (CJP).

"Alhamdulillah, dalam sejarah, ini salah satu capaian tertinggi serapan dari Bulog," kata Prasetyo.

Ia menilai pencapaian itu menjadi bukti bahwa strategi pangan nasional mulai menunjukkan hasil konkret.


Langkah Strategis Jangka Panjang

Bansos beras yang didistribusikan oleh Perum Bulog di seluruh Indonesia pada periode Juni dan Juli Tahun 2025. (Dok Bulog)

Kajian Istana terhadap usulan perubahan status Bulog bukan sekadar soal struktur kelembagaan, melainkan bagian dari strategi besar memperkuat ketahanan pangan nasional.

Pemerintah ingin memastikan bahwa Bulog mampu bergerak cepat dan adaptif terhadap perubahan iklim, fluktuasi harga global, dan dinamika pasar domestik.

Jika integrasi dengan Bapanas nantinya terwujud, pemerintah berharap akan tercipta sinergi antara perumusan kebijakan dan pelaksanaannya di lapangan. Dengan begitu, distribusi pangan pokok bisa lebih merata dan kebijakan harga lebih stabil.

Prasetyo menegaskan, pangan tetap menjadi prioritas utama dalam kebijakan pemerintah saat ini.

"Intinya, mari semua bekerja keras untuk memastikan yang paling utama adalah pangan dulu," ucapnya.

 

Sumber: merdeka.com