Putusan MKD terhadap Uya Kuya dan Ahmad Sahroni cs. Dinilai Belum Menyentuh Akar Masalah

Keputusan MKD ke Uya Kuya dan Ahmad Sahroni dkk. dinilai tidak menyentuh inti permasalahan.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 09 November 2025, 07:40 WIB
Empat teradu kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya), dan Ahmad Sahroni (dari kiri ke kanan) bersiap mengikuti sidang pembacaan putusan kasus dugaan pelanggaran kode etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Sebelumnya, MKD telah menghadirkan saksi hingga ahli dalam perkara dugaan pelanggaran etik lima anggota DPR yang dinonaktifkan buntut gelombang demo 25-31 Agustus 2025, pada Senin (3/11/2025). (merdeka.com/Arie Basuki)

Bola.com, Jakarta - Keputusan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) terhadap lima anggota DPR yang berstatus nonaktif, yakni Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama alias Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni, menjadi sorotan publik.

Banyak pihak menilai sanksi yang dijatuhkan MKD tidak memberikan efek jera dan terkesan sebatas formalitas.

Advertisement

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai hukuman yang diberikan terlalu ringan dan tidak menyentuh substansi persoalan.

"Sulit rasanya memberikan efek jera karena hanya tiga orang yang dijatuhi sanksi nonaktif, itu pun bisa kembali aktif setelah masa sanksinya berakhir," ujar Adi melalui pesan singkat yang diterima pada Sabtu (8-11-2025).

Adi menilai kondisi ini memperlihatkan bahwa sistem penegakan etika di parlemen belum berjalan efektif. Akibatnya, hukuman yang diberikan tidak berdampak besar terhadap perilaku anggota DPR di masa mendatang.


Belum Mewakili Standar Etika Ideal

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menggelar sidang putusan dugaan pelanggaran etik lima anggota DPR nonaktif lainnya, Rabu (5/11/2025). Sidang putusan dipimpin Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam didampingi empat pimpinan lain. (merdeka.com/Arie Basuki)

Adi juga menyoroti kurangnya keterbukaan informasi kepada publik mengenai proses penonaktifan dan pencopotan para politisi dari keanggotaan partai.

"Urusan pencopotan itu ranah internal partai. Publik tidak pernah tahu. Yang jelas, yang disidang etik hanyalah anggota dewan yang sudah dinonaktifkan oleh partainya. Itu saja yang diketahui publik," lanjut Adi.

Senada dengan itu, pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menilai komunikasi para anggota DPR saat ini belum mencerminkan etika parlemen yang seharusnya.

Ia menilai, dalam berinteraksi dengan masyarakat maupun media, banyak anggota dewan yang belum memahami perbedaan antara hak imunitas dan tanggung jawab moral sebagai individu publik.

"Imunitas itu hanya berlaku dalam forum rapat. Di luar itu, mereka tetap wajib menjaga etika dan integritas," ujar Efriza saat dihubungi secara terpisah.


Menjaga Moralitas dan Integritas

Lima teradu kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya), Ahmad Sahroni dan Adies Kadir (dari kiri ke kanan) bersiap mengikuti sidang pembacaan putusan kasus dugaan pelanggaran kode etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025). MKD memutuskan dari kelima teradu itu, dua dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik yaitu Adies Kadir dan Surya Utama. Sementara, teradu lainnya yakni Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik DPR. (merdeka.com/Arie Basuki)

Menurut Efriza, penilaian MKD terhadap kasus-kasus semacam ini terlalu berfokus pada aspek penyebaran informasi, tanpa memperhatikan dimensi etika komunikasi dan tanggung jawab publik yang semestinya dipegang teguh oleh anggota dewan.

"Penilaian atas etika itu sendiri justru tidak tampak, baik dari para ahli maupun dari internal DPR," kritik Efriza.

Ia menekankan pentingnya kesadaran di kalangan anggota dewan bahwa mereka bukan hanya memiliki hak sebagai wakil rakyat, tetapi juga tanggung jawab untuk menjaga moralitas dan integritas dalam setiap tindakan serta pernyataan yang disampaikan kepada publik.

 

Sumber: merdeka.com