Gubernur DKI Ingin Ondel-Ondel Kembali Jadi Ikon Terhormat

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, ingin mengembalikan Ondel-Ondel sebagai simbol budaya Betawi yang bermartabat.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 17 November 2025, 08:20 WIB
Ondel-ondel Betawi .(Pexels)

Bola.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan tekadnya menempatkan kembali ondel-ondel sebagai simbol budaya Betawi yang bermartabat.

Pernyataan itu ia sampaikan saat memberikan sambutan pada Festival Storytelling Cerita Rakyat "Suara Nusantara" 2025.

Advertisement

Menurut Pramono, ondel-ondel seharusnya tidak dipakai untuk kegiatan mengamen, melainkan dikembalikan pada peran utamanya sebagai representasi budaya Betawi.

"Saya termasuk yang berkeinginan, yang namanya ondel-ondel itu tidak digunakan untuk ngamen, tapi ondel-ondel kita jual untuk menjadi suatu budaya campuran yang dimiliki oleh Betawi," tutur Pramono kepada wartawan, Minggu (16-11-2025).

Ia menjelaskan, budaya Betawi memiliki sifat terbuka dan mampu beradaptasi dengan berbagai pengaruh yang datang ke Jakarta. Karena itu, warna-warni pakaian dan ornamen Betawi tampak selalu cerah dan mencolok.

"Termasuk kebaya encim pun warnanya pasti menarik," ujarnya.


Apresiasi Suara Nusantara 2025

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Dalam acara yang berlangsung di Gedung A, Lt. 3 Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Pusat, Pramono menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggaraan Festival Storytelling Cerita Rakyat "Suara Nusantara" 2025.

Ia menyebut kegiatan semacam ini sejalan dengan semangat yang diusung Pemprov DKI dalam merawat budaya dan cerita rakyat.

Pramono bahkan membuka Balai Kota sebagai tempat pelaksanaan bila acara serupa ingin digelar kembali.

"Sebagai Gubernur Jakarta, saya apresiasi penghargaan acara-acara yang seperti ini dan untuk kalau mau adain acara kayak gini lagi, balai kota terbuka sebagai tuan rumah karena memang yang seperti ini sama seperti dengan apa yang menjadi semangat di balai kota," tuturnya.

Ia menegaskan bahwa cerita rakyat tidak seharusnya hanya dianggap sebagai dongeng masa lampau. Di balik kisah-kisah itu, tersimpan nilai-nilai penting, seperti kejujuran, kerja keras, gotong royong, hingga etika yang membentuk karakter masyarakat.

"Sebagai Gubernur Jakarta, saya ingin cerita-cerita rakyat ini tidak hanya menjadi legenda masa lalu, tapi sebenarnya spiritnya, kejujurannya, kerja kerasnya, gotong royongnya, budayanya, etikanya, sopan santunnya, tutur katanya, dan sebagainya," lanjutnya.


Dorong Pelestarian Cerita Rakyat

Ilustrasi membaca dongeng sebelum tidur (Foto: freepik)

Pramono menilai kisah-kisah seperti Timun Mas, Sangkuriang, atau Kancil yang menjadi bagian dari memori masa kecil generasi terdahulu perlu kembali dikenalkan kepada anak-anak yang tumbuh dengan Harry Potter dan dunia digital.

"Yang seperti inilah yang kita kembali hidupkan karena legenda-legenda cerita rakyat ini luar biasa apalagi di tengah arus gawai gadget digital banyak sekali kalau kita tidak hati-hati akan kehilangan identitas," jelasnya.

Ia juga menyambut baik upaya komunitas yang membukukan kembali cerita rakyat dari Sabang sampai Merauke. Menurutnya, pengenalan cerita rakyat berkontribusi pada tumbuh kembang anak.

"Menurut saya, ini akan berguna bagi anak-anak di kemudian hari karena bagaimana pun cerita-cerita rakyat inilah yang menghidupkan masa anak-anak," kata Pramono.


Buka Kolaborasi

Ilustrasi mendongeng, membaca (dok. Pixabay.com/Tumisu)

Pramono menambahkan, Pemprov DKI memiliki 324 RPTRA yang dapat dipakai sebagai ruang literasi maupun tempat mendongeng bagi anak.

Ia membuka peluang kolaborasi untuk memperluas ruang membaca dan taman-taman kecil di lingkungan perumahan, baik melalui CSR maupun dukungan pribadi.

"Saya secara khusus berkeinginan meningkatkan literasi melalui perpustakaan di ruang baca di sekolah di taman-taman untuk cerita-cerita rakyat ini akan memberikan dukungan sepenuhnya," tambahnya.

Pramono menilai, anak-anak lebih mudah memahami nilai jika cerita disampaikan secara langsung.

"Karena memang saya akui, kelebihan yang kita punya adalah mendongeng, bukan membaca, tapi lebih mendengarkan cerita-cerita," ujar Pramono.

 

Sumber: merdeka.com