Bola.com, Jakarta - Momen pergantian tahun menjadi peristiwa yang dirayakan miliaran orang di seluruh dunia, biasanya identik dengan harapan baru sekaligus refleksi masa lalu.
Setiap 1 Januari, berbagai tradisi dan perayaan digelar untuk menyambut Tahun Baru. Namun, muncul pertanyaan: mengapa awal tahun ditetapkan pada 1 Januari?
Penetapan 1 Januari bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil proses sejarah panjang yang melibatkan perubahan kalender selama ribuan tahun. Faktor budaya, politik, dan kepercayaan kuno turut membentuk keputusan ini.
Menariknya, tidak semua peradaban kuno memulai tahun pada Januari; sebagian merayakannya pada Maret atau mengikuti siklus alam tertentu.
Maret Sebagai Awal Tahun
Asal mula Januari sebagai awal tahun bermula dari kalender Romawi Kuno. Awalnya, kalender ini dimulai pada bulan Maret, simbol musim semi dan kehidupan baru, yang terkait erat dengan aktivitas pertanian.
Kalender awal Romawi, yang konon diciptakan oleh Romulus pada abad ke-8 SM, hanya memiliki 10 bulan dengan total 304 hari.
Penamaan bulan-bulan seperti September, Oktober, November, dan Desember menunjukkan posisi Maret sebagai bulan pertama.
Dua bulan musim dingin yang sekarang dikenal sebagai Januari dan Februari saat itu tidak dihitung karena aktivitas pertanian minim.
Raja Numa Pompilius dan Dewa Janus
Sekitar 715-673 SM, Raja Romawi Numa Pompilius menambahkan dua bulan baru, Januari (Januarius) dan Februari (Februarius).
Januari kemudian menggantikan Maret sebagai bulan pertama.
Nama Januari berasal dari Dewa Janus, dewa permulaan dan transisi dalam mitologi Romawi, yang digambarkan memiliki dua wajah: satu menatap masa lalu, satu lagi menatap masa depan.
Romawi percaya memulai tahun pada Januari membawa keberuntungan dan awal yang baik, sekaligus penghormatan kepada Janus.
Reformasi Julius Caesar
Kendati Januari telah menjadi bulan pertama, 1 Januari baru ditetapkan secara resmi pada 153 SM, seiring dimulainya masa jabatan konsul Romawi untuk menyelaraskan administrasi negara.
Pada 46 SM, Julius Caesar mereformasi kalender Romawi dengan menciptakan Kalender Julian, bekerja sama dengan astronom Sosigenes.
Kalender ini berbasis siklus matahari, mirip kalender Mesir kuno, menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun, dengan 365 hari ditambah satu hari kabisat setiap empat tahun. Penggunaan Kalender Julian kemudian menyebar luas ke seluruh wilayah Kekaisaran Romawi.
Dari Kalender Julian ke Gregorian
Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi pada abad ke-5 M, banyak negara Kristen mengubah kalender mereka, termasuk menetapkan 25 Maret atau 25 Desember sebagai Tahun Baru.
Kesalahan perhitungan tahun kabisat pada Kalender Julian menimbulkan akumulasi kesalahan sekitar satu hari tiap 129 tahun sehingga musim dan tanggal penting seperti Paskah menjadi tidak tepat.
Paus Gregorius XIII kemudian memperkenalkan Kalender Gregorian pada 1582 untuk memperbaiki sistem tahun kabisat dan menegaskan 1 Januari sebagai awal tahun secara universal.
Sistem ini kini menjadi kalender yang paling banyak digunakan di dunia.
Standardisasi Internasional
Dengan kolonialisme dan globalisasi, Kalender Gregorian diadopsi banyak negara untuk keperluan administrasi, ekonomi, dan hubungan internasional.
Hal ini membuat 1 Januari diakui secara global sebagai awal tahun, mempermudah koordinasi antarnegara dalam perdagangan, pendidikan, dan diplomasi.
Dengan demikian, 1 Januari menjadi simbolis sekaligus praktis. Meski beberapa budaya dan agama tetap menggunakan kalender masing-masing, seperti Hijriah atau Imlek, 1 Januari tetap menjadi acuan Tahun Baru di dunia modern.
Sumber: merdeka.com