Sukses


Tidak Boleh Ada Kematian di E-Sports Asian Games 2022

Bola.com, Jakarta Setelah memetik perhatian dan meyakinan para stake holder bahwa e-sports telah tampil dengan penuh wibawa dan mendapatkan respek yang seharusnya di Asian Games 2018, sebuah tantangan baru pun muncul.

Dewan Olimpiade Asia (OCA) tidak lagi mempertanyakan nilai-nilai olah raga yang terkandung dalam e-sports tapi uniknya mereka justru berniat menangguhkan rencana menjadikan cabang tersebut sebagai olah raga prestasi, bukan lagi eksebisi, di Asian Games Hangzhou 2022.

OCA beralasan federasi e-sports Asia (AeSF) yang berbasis di Hong Kong harus memastikan beroleh pengakuan dari mayoritas anggota OCA lebih dulu dan mereka pun harus memiliki afiliasi yang erat dengan induk organisasi internasional e-sports (IeSF) yang bermarkas di Korea Selatan.

Hingga kini OCA melihat IeSF mengadakan kejuaraan dunia yang tidak mengakomodasi perwakilan dari hasil-hasil kejuaraan di setiap region seperti yang dikelola AeSF di Asia, sehingga bila kondisi ini tidak membaik dalam 1-2 tahun ke depan, kemungkinan Asian Games 2022 kembali hanya akan memanggungkan e-sports sebagai cabang eksebisi untuk kedua kalinya. 

Lebih jauh lagi, untuk tampil sebagai cabang olah raga eksebisi di Olimpiade Paris 2024 prasyarat soal perlunya IeSF menjadi induk organisasi internasional yang memiliki struktur turunan di setiap benua juga harus dipenuhi. Jadi jalan memang masih cukup panjang bagi e-sports untuk tampil di olimpiade.

Selain masalah pengakukan organisasi, e-sports juga harus dievaluasi dalam pemilihan nomor-nomor kompetisinya. Komite Olimpiade Internasional (IOC) menyebut unsur kekerasan harus dihilangkan dari nomor-nomor yang akan ditampilkan di Paris 2024 karena hal itu bertentangan dengan nilai-nilai olimpiade. 

Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Presiden IOC, Thomas Bach, dan CEO Alisports, Zhang Dazhong, yang merupakan partner OCA dalam Asian Games 2018.

 

2 dari 2 halaman

Harus E-Sports Bertema Olah Raga?

Prasyarat ini jelas juga harus diperhatikan di Asian Games 2022 setelah Arena of Valor yang menjadi nomor pembuka di Asian Games 2018 dianggap mengandung kekerasan karena ada karakter-karakter yang mati dalam proses pertandingan di dalamnya.    

"Kita tidak bisa memasukkan sebuah game dalam program olimpiade yang di dalamnya mengandung kekerasan atau diskriminasi. Pertandingan tinju, misalnya, memiliki sejumlah aturan yang membuatnya tetap beradab. Tapi, simulasi peperangan dalam video game telah melampaui batasan nilai olimpiade karena meskipun bersifat virtual tapi akar dari permainan itu tetaplah sebuah pertarungan sesungguhnya di dunia nyata," kata Bach, yang pernah meraih meraih medali emas di cabang anggar itu. 

Pada intinya, Bach menyebut bahwa nomor e-sports yang melibatkan proses "mematikan seseorang" tidak dapat diterima.

Pada sisi lain, Dazhong menyebut standard yang ditetapkan oleh IOC sudah sangat jelas dan ia menilai masih banyak e-sports yang sejalan dengan arahan Bach tersebut. 

"Pemilihan nomor e-sports pada Asian Games 2022 akan lebih mirip dengan apa yang sekarang sudah diperlihatkan di tema sepak bola dalam Pro Evolution Soccer (PES), yang juga Alisports bantu promosikan di Asian Games 2018 bersama pengembangnya, Konami," kata Dazhong kepada Reuters. 

"E-sports sudah seharusnya mengenai olah raga, bukan soal hiburan, dan juga harus terkait dengan kehormatan bagi para atletnya saat menjadi wakil negara masing-masing," tambah petinggi dari sister company Alibaba itu lagi.

Harus dicatat bahwa dalam dua kesempatan terpisah seusai Asian Games 2018 tersebut, baik Bach maupun Dazhong tidak mengarahkan secara langsung bahwa nomor-nomor e-sports dalam olimpiade dan asian games kelak harus wajib bertema olah raga seperti PES.  Namun, Dazhong menyebut bahwa konten e-sports dan konten video game harus dipisahkan dengan garis tegas.

 

Video Populer

Foto Populer