Stadio Olimpico, Roma, Italia, 8 Juli 1990. Dua raksasa berhadapan di partai pamungkas Piala Dunia: Jerman vs Argentina.
Bola.com, Jakarta - Di bawah sorot mata ribuan penonton yang memadati stadion, baik Jerman maupun Argentina mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Argentina, empat tahun sebelumnya di Meksiko, merupakan juara setelah mengalahkan Jerman (Jerman Barat) 2-3 di Estadio Azteca, Mexico City.
Jerman sebenarnya tampil spartan. Kendati sempat tertinggal 0-2, Jerman mampu menyamakan skor menjadi 2-2 via lesakan Karl-Heinz "Kalle" Rummenigge pada menit ke-74 dan Rudolf "Rudi" Völler (80'). Sayang, mereka akhirnya menyerah usai Jorge Luis Burruchaga mengunci kemenangan Argentina tiga menit berselang.
Baca Juga
Wow Parah Nih, Real Madrid Bernafsu Kejar Remaja Sakti Berusia 15 Tahun : Hati-Hati, Ingat Kasus Martin Odegaard
Cara Aneh Klub Raksasa Spanyol Incar 3 Bintang Eropa Milik MU dan Juventus, Kok Menunggu Gratisan
Daftar Lengkap Teman Favorit Lionel Messi, Nyaris Selusin tapi Enggak Ada Cristiano Ronaldo dalam Kepala Sang Messiah : Bener Musuhan Nih ?
Advertisement
Dua Sosok
Jadi, bisa dibilang, duel di Stadio Olimpico, Roma, tak saja melibatkan emosi rakyat kedua negara melainkan juga dua pilar mereka: Diego Maradona dan Lothar Matthaus.
Ketika Maradona mengangkat trofi, Matthaus, seperti juga rekan-rekannya, hanya bisa pasrah menerima nasib. Terlebih, sebelum laga, pelatih Franz Beckenbauer memberikan instruksi khusus kepada Matthaus agar mematikan pergerakan Maradona.
Advertisement
Advertisement
Bersua Lagi
Dan kini, Maradona dan Matthaus kembali bersua dan lagi-lagi di laga krusial. Beckenbauer yang masih dipercaya sebagai juru taktik melakukan banyak perombakan di starting XI dari skuad sebelumnya.
Di lini depan misalnya, Beckenbauer tak lagi memasang Klaus Allofs dan Karl-Heinz Rummenigge sebagai tombak. Gantinya, Der Kaiser memainkan Rudi Völler serta Jürgen Klinsmann. Matthaus sendiri naik pangkat jadi kapten.
Advertisement
Laga Seru
Pertandingan berlangsung sengit dan Jerman akhirnya memenangkan laga berkat gol semata wayang Andreas Brehme pada menit ke-85 lewat eksekusi tendangan penalti. Kekalahan yang menyesakkan bagi Argentina, terlebih Maradona, mengingat La Albiceleste, dalam kapasitasnya sebagai juara bertahan, sedikit lebih dijagokan.
Sebelum bergabung dengan rekan-rekannya merayakan kemenangan, Matthaus berjalan ke arah Maradona lalu memeluk. Tak hanya itu, ia berusaha menghibur El Pibe de Oro.
Advertisement
Advertisement
Momen Terhebat
Piala Dunia 1990 merupakan momen terhebat Matthaus selama berkiprah bersama timnas, 1980 – 2000. Mantan pilara Bayern Munchen itu sudah lima kali tampil di ajang balbalan terakbar.
"Saya pikir bermain di Piala Dunia adalah pencapaian terbesar bagi seorang pesepakbola. Saya cukup beruntung untuk bermain di lima Piala Dunia. Saya rasa rekor pribadi saya bersama Jerman cukup sukses," kata Matthaus, dilansir FIFA.
Advertisement
Kagumi Maradona
Matthaus juga mengaku kagum kepada Maradona yang pernah mengalahkan sekaligus dikalahkannya. "Saya sering bermain melawan Maradona. Tak hanya di Piala Dunia 1986, tapi juga Piala Dunia selanjutnya. Dia adalah pemain terbaik selama dua dekade saya sebagai pesepakbola profesional. Tidak hanya di level internasional tetapi juga untuk klubnya," kata Matthaus.
Memenangkan Piala Dunia 1990 menempatkan Matthaus di daftar elite legenda Der Panzer yang sudah menorehkan tinta emas. Pada area ini, ada nama-nama luar biasa, seperti Helmut Rahn (1954), Beckenbauer, Berti Vogts, dan Gerd Muller (1974).
Advertisement
Advertisement
Contoh Loyalitas
Ihwal loyalitas, tak ada yang meragukan Matthaus. Saat berusia 19 tahun, kelahiran 21 Maret 1961 yang juga pernah membela Borussia Mönchengladbach (1979–1984) itu sudah mencolong perhatian publik berkat kontribusi besarnya di balik kedigdagyaan Jerman di Piala Eropa 1980.
Di timnas, Matthaus melaju sendiri. Dia pengoleksi caps terbanyak timnas dengan 150 laga.
Advertisement
Pujian setinggi langit juga diberikan Inter Milan, klub di luar Jerman yang pernah memakai jasa Matthaus (1988–1992). Itu tersaji tatkala Matthaus menyambangi Giuseppe Meazza beberapa tahun lalu.
Nasib Jerman
"San Siro adalah rumah saya dan akan begitu selamanya," kata Matthaus yang kemudin direspons tepukan riuh tifosi I Nerazzurri. Setelah Matthaus menggenggam dunia di Italia, Die Mannschaft butuh waktu yang sangat lama untuk kembali ke podium kehormatan yakni di edisi 2014.
Lantas, bagaimana nasib Jerman di Piala Dunia 2022 Qatar? Apakah armada Hansi Flick bisa mengulang sukses pendahulunya? Tak mudah untuk menjawabnya, mengingat Manuel Neuer dkk. berada di Grup E bersama Spanyol, Kosta Rika, serta tim yang bisa mengejutkan, Jepang.
Advertisement