Sukses


PSSI Ulang Tahun ke-88, Suporter Setia Masih Dibuat Baper

Bola.com, Jakarta - 24 Januari 2018. Pada hari itu, tulisan saya berjudul "Sepak Bola Vietnam dalam Euforia, Indonesia Dilarang Iri" naik di Bola.com. Tulisan itu perihal keberhasilan Timnas Vietnam U-23 menembus final Piala AFC U-23 untuk kali pertama sepanjang sejarah sepak bola mereka.

Saya menulis artikel itu dengan agak terbawa perasaan alias baper. Penyebabnya, saya menulis keberhasilan timnas negara lain, bukan Timnas Indonesia. Hal yang bisa dimaklumi. Meski dituntut objektif hampir dalam setiap tulisannya (kecuali bentuk semacam tulisan seperti ini), seorang jurnalis juga manusia biasa, punya hati apalagi jika sudah menyangkut tim nasional.

Sebagai catatan, Vietnam "memerah" merayakan kelolosan ke final yang jadi sejarah. Mereka larut dalam sukacita , dan saya yang menulis beritanya, jadi baper.

11 Februari 2018. Sepak bola Indonesia ramai membahas ucapan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi. Ketika itu Menpora menyentil Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, yang hendak mengajukan cuti dengan alasan ingin fokus mengikuti pemilihan Gubernur Sumatra Utara. "Situasi perang begini kok cuti," kata Menpora mengacu pada Asian Games 2018 yang sudah di depan mata.

18 Februari 2018. Joko Driyono diumumkan kepada publik menjadi pelaksana tugas harian (Plt) Ketua Umum PSSI sehubungan cuti yang diajukan Edy Rahmayadi terhitung 12 Februari-Juni 2018.

27 Maret 2018. Saya menulis artikel berjudul "Lolos ke Piala Asia 2019, Timnas Filipina Mencetak Sejarah". Tulisan yang bisa dibaca di Bola.com itu bicara mengenai keberhasilan Timnas Filipina, yang untuk kali pertama sepanjang sejarah sepak bola mereka, mampu tampil di Piala Asia, tepatnya Piala Asia edisi 2019.

Lagi-lagi saya baper. Perasaan saya waktu itu diwakili dengan satu di antara komentar pembaca yang bilang, "Saya kok bacanya sambil pahit ya rasanya". "Sama Mas, saya juga merasa pahit waktu menulis artikel itu," kata saya dalam hati.

Indonesia absen di Piala Asia 2019 karena sudah didiskualifikasi sejak kualifikasi akibat sanksi FIFA pada 2015. Ini berarti sejak 2007, Indonesia sudah tak lolos ke putaran final Piala Asia sampai 2019.

2 dari 5 halaman

Generasi Zaman Now

Tanpa sengaja, saya merasa ada semacam benang merah dari rentetan kejadian di atas. Secara khusus, dua naskah saya di atas berselang beberapa bulan, tetapi sama-sama jadi bahan perdebatan kecil di antara pembaca, terutama di kolom komentar media sosial Bola.com tak lama setelah artikel itu terbit.

Namanya pendapat, setiap orang sah saja melontarkan opini sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Dari sekian banyak komentar itu, mungkin bisa saya ambil beberapa yang mengena.

Ada yang menilai Timnas Indonesia tetap lebih hebat dari dua negara itu (berkaca dari catatan pertemuan selama ini), ada yang merasa pahit, sedih, dan iri dengan pencapaian timnas, khususnya negara tetangga. Namun, ada juga yang menyindir PSSI.

Mereka yang menganggap prestasi Timnas Indonesia lebih bagus dari Vietnam dan Filipina, monggo saja. Hal itu karena mereka mengacu pada rekor pertemuan Indonesia dengan dua negara itu, yang secara keseluruhan lebih berpihak pada Timnas Indonesia.

"Ah mereka kalau ketemu Indonesia juga selalu kalah," kata pihak yang masih meyakini Tim Merah-Putih lebih superior ketimbang Vietnam dan Filipina.

Yang tidak sepakat dengan itu, berpendapat semua itu dicapai Indonesia di masa lalu, bukan masa kini. Buat apa bicara masa lalu, kalau masa sekarang kondisi Timnas Indonesia paceklik prestasi bergengsi?

Anatoli Polosin (Istimewa)

Generasi zaman now mungkin hanya beberapa saja yang mengetahui prestasi Tim Garuda era almarhum Maulwi Saelan, Endang Witarsa, atau bahkan saat Timnas Indonesia dilatih Anatoly Polosin. Masa saat Indonesia menjadi Macan Asia.

Faktanya, dalam satu dekade terakhir, PSSI lebih sering disibukkan dengan persoalan internal. Kisruh dalam kepengurusan. Puncaknya saat pemerintah ikut campur tangan hingga PSSI dibekukan FIFA pada Mei 2015. Itu "prestasi" kelam di zaman now.

3 dari 5 halaman

Vietnam dan Filipina Melejit

Nah, saat Indonesia disanksi dan tertatih-tatih mencoba bangkit setelah sanksi dicabut, negara tetangga yang dalam satu dekade terakhir ada di bawah Indonesia mulai menggeliat. Ambil contoh beberapa saja, karena untuk membandingkan, tentu harus dengan yang lebih baik bukan sebaliknya.

Timnas Vietnam U-23 mampu jadi runner-up Piala AFC (Asia) U-23 2018 di saat Timnas Indonesia U-23 gagal lolos dari penyisihan grup. Vietnam juga memastikan tampil di putaran final Piala Asia 2019.

Sejumlah warga konvoi merayakan keberhasilan Vietnam mengalahkan Qatar pada semifinal Piala AFC U-23 di Hanoi, Rabu (23/1/2018). Vietnam berhasil lolos ke final untuk menantang pemenang antara Uzbekistan dan Korea Selatan. (AFP/Hoang Dinh Nam)

Hal itu dicapai Vietnam setelah kegagalan di SEA Games 2017. Federasi Sepak Bola Vietnam (VFF) berpisah dengan pelatih saat itu, Nguyen Huu Thang, yang merasa bertanggung jawab gagal membawa The Golden Star ke semifinal SEA Games 2017.

Pelatih asal Korea Selatan, Park Hang-seo, lantas didapuk menduduki kursi panas pelatih kepala Timnas Vietnam senior dan U-23 pada Oktober 2017. Tiga bulan setelah itu, Timnas Vietnam U-23 tampil di final Piala AFC U-23 2018, yang bersejarah itu.

Kemudian, ada juga Filipina. Saat Indonesia perang dengan diri sendiri, sepak bola di negara "basket dan tinju" ini dalam satu dekade terakhir mengalami perkembangan signifikan.

Lolos ke Piala Asia untuk kali pertama sepanjang sejarah negara itu (edisi 2019) dan tim sepak bola putri mereka hampir lolos ke Piala Dunia Wanita 2019 jika saja tak kalah dari Korea Selatan dalam perebutan posisi kelima di Piala Asia Wanita 2018.

Orang boleh nyinyir dengan bilang, prestasi "instan" itu terjadi karena Timnas Filipina mayoritas dihuni pemain keturunan berdarah Filipina, bukan mengandalkan pemain "lokal". Pemikiran seperti itu seolah-olah lupa jika fenomena menaturalisasi pemain asing di Indonesia belakangan bak menjamur.

Timnas Filipina berhasil memastikan diri lolos untuk pertama kalinya ke Piala Asia 2019. (the-AFC.com)

Mau disinisi seperti apa, sepak bola Filipina dan Vietnam saat ini sedang berkibar. Buktinya ada di ranking FIFA, yang jadi ukuran sahih kinerja timnas suatu negara.

Per 12 April 2018, Vietnam berada di ranking ke-103, jadi yang tertinggi di kawasan ASEAN. Sekadar kilas balik, pada 2006, Vietnam pernah menduduki ranking ke-172 dan ranking ke-147 pada 2015. Namun, kurang dari tiga tahun, Vietnam sudah bisa mencapai ranking FIFA ke-103.

Sementara Filipina, pada 2005, ranking FIFA mereka hampir di titik nadir, ke-191. Namun, pada 2015 mereka mampu mencapai ranking ke-139 dan saat ini, ranking FIFA Filipina menyentuh urutan ke-113. Prestasi tertinggi dalam sejarah sepak bola The Azkals.

"Prestasi ini jadi bukti tepat bagaimana sepak bola Filipina meningkat dalam rentang waktu singkat dan kami berharap semua ini akan terus berlanjut," kata Presiden Sepak Bola Filipina (PFF), Mariano Araneta.

4 dari 5 halaman

Prestasi Sensasional?

Bicara Indonesia, ranking FIFA Indonesia sempat menyentuh angka 120 pada 2009, kemudian mengalami penurunan hingga titik terendah, ke-179, pada 2015. Hingga sekarang, Indonesia belum bangkit lagi lantaran baru naik ke posisi 162.

Bicara angka (statistik atau data), sulit mengelak bila sepak bola Indonesia tertinggal, atau bahasa halusnya: jalan di tempat, dibandingkan Vietnam, Filipina, atau bahkan Myanmar dalam 10 tahun terakhir ini.

Myanmar dan Malaysia mungkin saat ini sedang mengalami penurunan. Tetapi, jangan lupa, Myanmar sudah pernah tampil di Piala Dunia U-20. Malaysia juga menciptakan sejarah mereka sendiri dengan lolos ke perempat final Piala AFC U-23 2018 untuk kali pertama.

Sementara Thailand relatif stabil di papan atas Asia Tenggara bahkan di Asia dengan jadi satu-satunya negara ASEAN yang lolos hingga putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2018 dan tim putri mereka, lolos ke Piala Dunia Wanita 2019.

Sedangkan dalam satu dekade terakhir, prestasi sensasional apa yang sudah diraih sepak bola Indonesia? Apakah runner-up Piala AFF (2010 dan 2016), sekali di posisi ketiga Piala AFF (2008), medali perak SEA Games 2011 dan 2013, medali perunggu SEA Games 2017, juara Piala AFF U-19 2013, juara turnamen Jenesys U-16 2018?

Pemain timnas U-22 dan pelatih berfoto bersama usai menang melawan Myanmar dalam laga final perebutan medali perunggu Sea Games 2017 di Stadion MPS, Selayang, Malaysia, Selasa (29/8). Indonesia menang dengan skor 3-1. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

5 dari 5 halaman

Selamat Ulang Tahun PSSI

19 April 2018. PSSI merayakan ulang tahun ke-88. Jika dianalogikan sebagai manusia, PSSI sudah sangat sepuh. Mungkin aktivitas yang bisa dilakukan sudah sangat terbatas. Namun, PSSI bukan manusia melainkan organisasi. Induk yang mengurusi segala persoalan sepak bola Indonesia.

Semestinya, di usia yang semakin bertambah, semakin bertambah juga aktivitas yang dilakukan untuk perkembangan dan kebaikan sepak bola Indonesia.

Di zaman now, PSSI semestinya tak hanya jadi alat pemersatu bangsa melainkan juga sarana mengharumkan bangsa melalui prestasi tim nasional.

PSSI merayakan ulang tahun ke-87 dengan acara sederhana di Kantor PSSI, Grand Rubina, Jakarta, Rabu (19/4/2017). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Tak hanya berurusan dengan tim nasional saja, ada banyak hal yang perlu dibenahi untuk menghadirkan prestasi sensasional. Tata kelola organisasi, tata kelola kompetisi, hingga yang terpenting, tata kelola pembinaan usia dini.

Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, yang saat ini sedang cuti, dalam momen HUT ke-87 PSSI, 19 April 2017, pernah berujar seperti ini: "Selama ini kita kurang, padahal usia kita lebih dari Republik Indonesia. Semoga kita bisa berlari lebih cepat ke depan."

Sudahkah PSSI berlari sejak itu? Ayo ah, PSSI mungkin terlambat start tapi tetap harus yakin bisa menelikung Vietnam, Filipina, Myanmar, dan bahkan Malaysia.

Jadi, selamat ulang tahun ke-88, PSSI! Semoga di usia yang baru ini, bisa memberikan kado kebahagiaan dengan berbagai gelar juara buat suporter setia.

Sejumlah suporter antri untuk menyaksikan laga persahabatan antara Timnas Indonesia melawan Islandia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (14/1/2018). Timnas Indonesia kalah 1-4 dari Islandia. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Sepanjang 2018, Indonesia jadi tuan rumah beberapa turnamen. Ada Piala AFF U-16 Wanita, Piala AFF Wanita, Piala AFF U-18, Piala AFF U-15, Piala AFF Futsal, Piala AFF Futsal Klub, Piala AFC U-19, dan tentu saja Asian Games 2018, termasuk juga Piala AFF 2018.

Jadikan HUT ke-88 ini titik balik kebangkitan sepak bola Indonesia, karena saat ini kita sedang perang. Memerangi ketertinggalan. Jangan ada lagi yang mundur atau setengah hati dalam membela panji-panji Merah-Putih.

Suatu ketika saya juga ingin menyuguhkan berita indah, berupa raihan gelar juara timnas baik senior maupun kelompok usia, di ajang yang bergengsi. Saya ingin larut dalam sukacita dan kebanggaan, sama seperti pencinta sepak bola Indonesia di era keemasan Tim Garuda. Rasanya sudah lama menunggu hal itu terjadi lagi.

Video Populer

Foto Populer