Sukses


Pasang Surut Prestasi Timnas Indonesia dari Era Opa Endang Witarsa hingga Oppa Shin Tae-yong

Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia mengalami pasang surut prestasi sepanjang keikutsertaannya dalam pentas sepak bola internasional. Tak banyak gelar bergengsi yang pernah singgah di Bumi Kartini.

Sejak Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) didirikan pada 1930 silam, Timnas Indonesia telah berganti pelatih puluhan kali. Namun tetap saja, hanya segelintir pelatih saja yang pernah panen kesuksesan.

Sejarah mencatat, Timnas Indonesia pertama kali dilatih oleh juru taktik dari Belanda bernama Johannes Christoffel van Mastenbroek pada 1934. Saat itu, Timnas Indonesia masih bernama Hindia Belanda atau Dutch East Indies.

Mundurnya Jepang ke Piala Dunia 1938 karena terlibat perang membuat Hindia Belanda mendapat tiket gratis ke Prancis. Akan tetapi, pada partai pertama mereka langsung kalah 0-6 dari Hungaria, salah satu kekuatan terbaik di dunia kala itu.

Permainan Hindia Belanda, meski kalah telak, tetap diapresiasi media kenamaan Prancis, L'Equipe. "Pemain depan Hindia Belanda sangat apik. Tapi, pertahanan mereka semrawut."

Sejak 1934 hingga 1938, Mastenbroek berhasil membawa Timnas Indonesia atau Hindia Belanda menduduki posisi runner-up Far Eastern Games, prestasi yang bisa dibilang terbaik saat itu. Selebihnya, mengikuti Kualifikasi Piala Dunia 1938 dan ronde pertama Piala Dunia 1938.

Setelah era Mastenbroek, hingga periode 1990-an, Indonesia sempat merasakan tangan dingin arsitek luar negeri lagi, mulai dari Antun Pogacnic, Bernd Fischer, Anatoli Polosin, hingga Henk Wullems.

 

Video

2 dari 4 halaman

Kisah Manis Pelatih Asing Berbalut Intervensi PSSI

Pogacnic mungkin merupakan salah satu pelatih asing terbaik Timnas Indonesia. Sosok asal Yugoslavia itu sukses dibawanya meraih babak perempatfinal Olimpiade 1956, peringkat empat Asian Games 1954, dan perunggu Asian Games 1958.

Pada era 1970-an, Indonesia pernah dilatih oleh Wiel Coerver. Bersama asistennya, Wim Hendriks, PSSI menargetkan lolos Kualifikasi Olimpiade 1976. Apalagi, Coerver pernah menyabet gelar Piala UEFA bersama Feyenoord Rotterdam.

Alih-alih fokus menggarap Timnas Indonesia, Coerver justru disibukkan dengan intervensi dari PSSI. Tak pelak, target pun tak tercapai. Namun, pada 1979, Coerver memberikan medali perak SEA Games.

Intervensi juga diterima oleh Marek Janota. Pelatih yang sebelumnya melatih Persija pada 1977 itu sebenarnya ditunjuk guna persiapan Timnas Indonesia pada SEA Games 1979, namun ia memilih mundur karena intervensi PSSI.

Nama Anatoli Polosin tak akan bisa hilang dari sejarah sepak bola Indonesia. Meski awalnya disambut dengan pesimisme, bahkan dari anak asuhnya sendiri karena gaya kepelatihan yang keras, Timnas Indonesia menuai kisah manis.

Di bawah asuhannya, Garuda Asia tampil bak tim Eropa Timur yang tak pernah lelah. Setelah berhasil meraih posisi ketiga Indonesia Independence Cup 1990, puncak kegemilangan Polosin adalah ketika ia berhasil membawa Timnas Indonesia meraih emas SEA Games 1991.

Figur berikutnya yang tak bisa lepas tentu saja Ivan Kolev. Pelatih asal Bulgaria itu membawa Timnas Indonesia menduduki posisi kedua Piala Tiger 2002 (Piala AFF). Namun, yang paling berkesan adalah bagaimana ia sukses memberikan kemenangan perdana di Piala Asia, tepatnya di Piala Asia 2004 kontra Qatar.

Ironisnya, pengurus PSSI kala itu menganggapnya gagal. Ia kemudian angkat kaki meski sempat kembali menangani Timnas Indonesia pada Piala Asia 2007.

Luis Milla sempat memberikan asa buat Timnas Indonesia. Pelatih asal Spanyol itu juga disukai oleh pecinta sepak bola Tanah Air karena berhasil menunjukkan permainan yang atraktif ala Tim Matador.

Namun, usai Asian Games 2018, kontrak Luis Milla diperpanjang PSSI. Ada anggapan kalau gaji yang diminta eks pelatih Spanyol U-20 itu terlampau tinggi.

3 dari 4 halaman

Pelatih Lokal Lebih Oke?

Tim Merah Putih bukannya tak memercayai tenaga lokal. Bahkan, kejayaan pernah dirasakan Garuda Asia ketika dinahkodai pelatih dalam negeri.

Pada SEA Games 1987, sejarah baru dicatat skuat Garuda karena untuk kali pertama merebut medali emas cabang olahraga sepak bola, setelah mengalahkan musuh bebuyutan Malaysia 1-0 pada final di Stadion Utama Senayan, 20 September 1987.

The boys of 1987 (istilah ini mengacu pada panggilan spesial buat pemain dari pelatih Bertje Matulapelwa, red), meraih juara berkat gol dramatis Ribut Waidi pada menit ke-91. Ribut membuat Stadion Utama Senayan bergemuruh. Pasalnya, sejak SEA Games digelar 1959 (kala itu bernama Southeast Asian Peninsula Games), Indonesia belum pernah jadi juara.

Lalu pada 2011, Indonesia yang bertindak sebagai tuan rumah SEA Games digadang-gadang meraih medali emas. Rahmad Darmawan yang bertugas sebagai arsitek tim juga berhasil mengumpulkan materi pemain terbaik walau ada gejolak dualisme sepak bola Indonesia pada saat itu.

Kala itu, Rahmad Darmawan dipilih Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) untuk menggantikan posisi Alfred Riedl yang digeser sementara sebagai Direktur Teknik Timnas Indonesia.

Sayang, pada final, Titus Bonai dkk. tumbang oleh Malaysia lewat drama adu penalti. Medali perak pun menjadi 'oleh-oleh' dari dalam negeri.

Rahmad Darmawan kembali dipercaya Satlak Prima untuk menangani Timnas Indonesia U-23. Pelatih asal Metro, Lampung itu ditunjuk untuk membawa Tim Garuda mengukir prestasi pada SEA Games 2013 di Myanmar.

"Pada 2013 kami punya waktu untuk persiapan, tetapi kendala saat itu tidak banyak alternatif di lini depan. Jadi ada pemain yang bukan striker yang saya paksa menjadi striker," kata Rahmad.

Setelah membalas kekalahan atas Malaysia dengan 4-3 di semifinal, Indonesia bersua Thailand. Alih-alih membalas kekalahan telak 1-4 di babak grup, Indonesia kembali tumbang 0-1.

Jauh sebelumnya, ada sosok Endang Witarsa, seorang dokter gigi dengan nama asli Liem Soen Joe. Figur yang akrab disapa Opa Endang itu sukses menggondol Piala Raja 1968, Merdeka Games 1969, Aga Khan Cup 1969, dan Anniversasy Cup 1972.

4 dari 4 halaman

Berharap pada Shin Tae-yong

PSSI berharap banyak terhadap Shin Tae-yong. Berlabel pelatih Asia yang pernah berkancah di Piala Dunia, dia dipercaya mengemban peran strategis: manajer pelatih. PSSI sengaja membuat jabatan tersebut untuk mengakomodir keinginannya yaitu membawahi timnas seluruh kelompok usia.

"Jadi kami fokus ke latihan fisik selama TC di Thailand. Kami juga menerapkan latihan cross country atau lari jarak jauh sekitar 5 km untuk terus menggeber kondisi fisik para pemain Timnas Indonesia U-19," terangnya.

Selama di Thailand, Timnas Indonesia U-19 menjalani enam pertandingan uji coba. Hasilnya lima kalah dan sekali menang. Shin Tae-yong bodo amat dengan hasil. Yang dipikirkannya adalah bagaimana meningkatkan kondisi fisik para pemainnya.

"Mau tak mau coach Shin Tae-yong tidak mementingkan hasil. Tapi, sejauh mana kondisi pemain terkait masalah fisik. Fokus kami selama TC di Thailand ini peningkatan fisik pemain untuk mencapai level yang diinginkan coach Shin Tae-yong," jelas Nova.

Pernah dalam sebuah kesempatan setelah ditetapkan sebagai manajer pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong pernah berujar bahwa para pemain Indonesia hanya mampu maksimal bermain selama 70 menit. Namun, setelah TC timnas U-19 di Thailand rampung, dia meralatnya.

"Secara fisik sangat kurang. Setelah menit ke-20, para pemain terlihat kelelahan. Karena itu di Chiang Mai kami berkonsentrasi meningkatkan kemampuan fisik," tutur Shin Tae-yong.

Selain membenahi fisik, makanan, taktik, strategi, dan sebagainya, Shin Tae-yong juga geleng-geleng kepala dengan kemampuan kiper di Indonesia. Posisi ini dianggapnya sebagai titik paling lemah.

Pernah dalam suatu kesempatan, di TC Timnas Indonesia, Shin Tae-yong mengibaratkan gerakan para kipernya seperti orang yang telah lanjut usia. "Hey, gerakan kamu seperti kakek-kakek umur 60 tahun. Kamu kan masih muda. Ayo, lebih kuat," ujar Shin Tae-yong.

Di hari terakhir TC, Timnas Indonesia dibantai Persita Tangerang 1-4 dalam sebuah laga uji coba. Shin Tae-yong terlihat geram, namun mencoba menampilkan mimik tenang.

"Kami akui hasil belum berpihak, namun sebenarnya ini proses. Untuk uji coba itu, strategi tidak teraplikasikan. Saya melihat dari segi fisik dan mental serta pemain dalam keadaan lelah," ucap Shin Tae-yong saat itu.

Video Populer

Foto Populer