Sukses


5 Pemain Indonesia yang Menaklukkan Luar Negeri: Bepe Bersinar Raih Treble di Malaysia

Bola.com, Jakarta - Hanya sedikit pemain Indonesia yang mampu menaklukkan kompetisi luar negeri. Kondisi ini tidak berlaku untuk Bambang Pamungkas.

Cap jago kandang kerap melabeli pemain Indonesia. Alasannya tak lain dan tak bukan karena ketakukan mereka untuk bermain di luar negeri.

Mulai tahun ini, atribut tersebut perlahan luntur. Satu per satu pemain menerima pinangan klub luar negeri. Ada Ryuji Utomo dan Syahrian Abimanyu yang hijrah ke Malaysia. Ada pula Todd Rivaldo Ferre yang berkiprah di Thailand.

Jauh sebelum itu, Bambang Pamungkas telah menikmati kesuksesan saat bermain di negeri orang.

Bambang Pamungkas bergabung dengan klub Malaysia, Selangor FA pada 2005. Pada musim pertamanya pemain yang karib dipanggil Bepe itu bergelimang gelar.

Contohnya pada musim pertamanya. Bambang Pamungkas merengkuh empat gelar, dengan tiga trofi bergengsi: Liga Premier Malaysia, Piala FA Malaysia, dan Piala Malaysia. Tim berjulukan The Red Giants meraih predikat treble winners.

Satu lagi trofi yang didapatkan Bambang Pamungkas bersama Selangor FA pada 2015 adalah Piala Sultan Selangor. Bepe juga dianugerahi sebagai pemain asing terbaik Piala Malaysia dan pencetak gol terbanyak Piala FA pada tahun yang sama.

Karier Bambang Pamungkas bersama Selangor FA hanya bertahan dua musim. Pada periode itu, Bepe berhasil menjaringkan 61 gol.

Selain Bambang Pamungkas, siapa lagi pemain Indonesia yang mampu menaklukkan kompetisi luar negeri? Berikut empat di antaranya:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 5 halaman

Kurniawan Dwi Yulianto

Kurniawan Dwi Yulianto pernah menjadi bagian dari Sampdoria pada 1994. Meski hanya sesaat, legenda Timnas Indonesia ini mengaku tidak akan pernah melupakan pengalaman tersebut.

Pelatih klub Liga Super Malaysia, Sabah FC ini berangkat ke Italia pada 1993 setelah terpilih dalam program Primavera gagasan PSSI untuk berlatih di Sampdoria.

Kurniawan menjadi satu-satunya pemain yang diajak bergabung oleh Sampdoria pada satu tahun berselang dan ikut serta dalam kegiatan pramusim klub ke Asia. Namun, karier Si Kurus, panggilannya, bersama tim berjulukan Il Samp itu hanya seumur jagung.

"Saat pramusim ke Indonesia, saya diikutsertakan. Ada laga lain juga di Thailand, Hong Kong, dan China. Tapi, saya tak bermain di Sampdoria. Selesai pramusim, saya mengikuti tes di FC Luzern, klub Swiss," ujar Kurniawan dalam wawancaranya bersama Hamka Hamzah di YouTube Hamka Story 23.

Kiprah Kurniawan dengan FC Luzern juga berlangsung sebentar.

"Dikasih waktu sepekan untuk seleksi. Akhirnya saya bermain untuk FC Luzern. Pada 1995/1996, saya kembali ke Indonesia karena waktu itu, kuota pemain asing di FC Luzern diisi oleh pemain Bulgaria," jelasnya.

Pengalaman lain Kurniawan di luar negeri adalah bermain di Piala Intertoto, turnamen kasta ketiga antarklub Eropa yang telah dibubarkan pada 2008.

Saat masih bermain untuk FC Luzern, Kurniawan sempat mencicipi satu pertandingan ketika melawan klub Slovenia, Rudar Valenje.

Ketika itu, Kurniawan bermain sebagai starter dan tampil selama 63 menit. Pertandingan berakhir 1-1 untuk kedua tim.

Transfermarkt merangkum, Kurniawan bermain dalam satu setengah musim untuk FC Luzern pada 1994/1995 dan 1995/1996. Si Kurus mampu terlibat dalam 26 pertandingan, namun hanya mencetak tiga gol.

"Di sana saya belajar banyak arti seorang profesional. Setiap pemain dituntut fokus meningkatkan kemampuan diri untuk tim. Termasuk mempersiapkan diri secara detail saat mau berlatih apalagi saat hendak bertanding," ujar Kurniawan dinukil dari channel YouTube SportOne.

3 dari 5 halaman

Rochy Putiray

Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Rochi Putiray, striker legendaris Timnas Indonesia yang pernah mencetak dua gol ke gawang AC Milan itu nyaris membela Auxerre, tim sarat tradisi di Liga Prancis.

Cloude Lroy, mantan pelatih Timnas Malaysia yang berjasa membawa Kamerun ke Piala Dunia 1990 dengan tegas mengatakan bahwa Rochi adalah striker terbaik di Asia Tenggara kala itu.

"Dia hebat. Gerakannya lincah dan sangat membahayakan gawang lawan. Kalau pemain belakang lawan tak pintar-pintar menjaganya, Rochi pintar berkelit," ujarnya kepada tabloid SPORTIF edisi Desember 1994.

Suatu ketika, Claude Lroy didatangi orang TF1, sebuah stasiun televisi Prancis, menanyakan pertanyaan titipan dari Auxerre mengenai siapa pesepak bola Asia Tenggara terbaik yang berlaga pada ajang Piala Kemerdekaan Agustus 1994 di Surabaya.

Beberapa bulan berselang, Rochi berangkat ke Prancis dengan tekad bulat. Rencananya, jika lolos seleksi atau trial, maka Auxerre akan meminjamnya dari Arseto Solo, tim kuat Galatama era 90-an.

Perlu diketahui, Auxerre merupakan tim elite di Prancis dan Eropa. Era 1990-an, Auxerre diperkuat oleh beberapa pemain top Prancis seperti Pascal Vahirua, Christophe Cocard, Bernard Diomede, Gerard Baticle, Sabri Lamouchi, dan Lilian Laslandes.

"Saya tahu itu berat dan saya harus berjuang keras. Tapi itu sudah pilihan saya," kata Rochi dengan mantap.

Potensi Rochi terendus oleh klub Liga Hongkong, yakni Instant-Dict FC. Dia hijrah dari Persija Jakarta pada 2000 dan langsung mempersembahkan gelar juara Piala FA Hongkong dan posisi runner-up di kompetisi domestik.

Rochy juga berhasil meraih gelar Hong Kong Senior Shield 2002/2003 ketika membela South China AA

Kiprahnya di Liga Hongkong semakin mengilap ketika bermain untuk sejumlah klub, di antaranya Happy Valley, Kitchee SC hingga South China AA.

Yang istimewa, Rochi berhasil membobol gawang AC Milan. Momen itu terjadi saat musim 2003/2004. Rochi mendapat kesempatan untuk tampil saat klub yang dibelanya, Kitchee SC melawan AC Milan di Hong Kong Stadium pada laga uji coba.

AC Milan yang saat itu diperkuat Andriy Shevchenko hingga sang kapten Paolo Maldini tak mempu membuat Rochi gentar sedikitpun. Dia berhasil dua kali menjebol gawang Christian Abbiati ketika itu dan menjadi momen bersejarah dalam hidupnya.

"Laga lawan AC Milan memang termasuk menjadi salah satu yang paling berkesan selama karier saya," tuturnya.

4 dari 5 halaman

Elie Aiboy

Bambang Pamungkas tidak sendirian kala bergabung dengan Selangor FA pada 2005. Kepindahannya sepaket dengan Elie Aiboy.

Elie adalah pelayan setia Bepe, baik di Persija maupun di Timnas Indonesia. Sebelum berbaju Selangor FA, keduanya bertahun-tahun menjadi kompatriot di tim ibu kota.

Gelar Elie Aiboy sama dengan raihan Bepe di Selangor FA. Mantan pemain berusia 41 tahun itu juga meraih Liga Premier Malaysia, Piala FA Malaysia, Piala Malaysia, dan Piala Sultan Selangor pada 2005.

Keduanya juga cabut bareng-bareng dari The Red Giants pada 2007. Jika Bepe kembali ke Persija, Elie merapat ke Arema FC.

5 dari 5 halaman

Andik Vermansah

Menyebut Andik Vermansah sebagai satu di antara winger terbaik di Tanah Air jelas tidak berlebihan. Sejak masih muda, pemain berusia 21 tahun itu sudah menjadi langganan Timnas Indonesia.

Andik Vermansah memulai kariernya di Persebaya Surabaya pada 2008-2013. Pada 2012, pemain asal Jember, Jawa Timur itu mulai mendapatkan panggilan ke Timnas Indonesia.

Butuh tantangan baru untuk mengembangkan bakatnya, Andik memilih merantau ke negeri orang. Malaysia menjadi tujuannya dengan bergabung ke Selangor FA pada 2013.

Sebelum kembali ke Indonesia pada 2019, Andik lebih dulu membela klub Malaysia lainnya, Kedah FA, selama semusim.

Total, lima tahun Andik berkarier di Malaysia. Dia membela Selangor FA untuk kurun waktu 2013-2017 sebelum hijrah ke Kedah FA pada 2018.

Andik meninggalkan Malaysia bukan tanpa gelar. Pemain yang kini memperkuat Bhayangkara Solo FC ini mengantar Selangor FA menjuarai Piala Malaysia 2015.

Sebelum merantau ke Malaysia pada 2013, Andik sempat mengikuti seleksi bersama klub Amerika Serikat, DC United dan tim asal Jepang, Ventforet Kofu. Suami dari Silvia Anggun ini menolaknya karena ketidakcocokan harga dan enggan jadi ladang bisnis semata.

Video Populer

Foto Populer