Sukses


Lika-liku Karier Jessie Mustamu: Tak Menyangka Jadi Pesepak Bola, Pernah Berstatus Pemain Termahal

Bola.com, Jakarta - Jessie Mustamu bukan nama yang asing bagi penikmat sepak bola Indonesia era 1980-1990an. Tetapi bagi generasi yang lahir setelahnya, tentu namanya tak terlalu akrab di telinga.

Tanpa situs berbagi video seperti Youtube, kehebatannya hanya bisa diceritakan dari mulut ke mulut. Padahal pada masa keemasannya, Jessie Mustamu merupakan salah satu gelandang terbaik Indonesia di era Galatama.

Pemain yang besar di Surabaya dan Cilacap ini, sukses mengantarkan NIAC Mitra sebagai juara Galatama. Panggailan tim nasional (timnas) akhirnya datang dengan sendirinya."Di sini karier saya mulai menanjak, mulai kelihatan juga setelah NIAC Mitra juara Galatama. Saya dan teman-teman terpilih masuk ke skuad Timnas Indonesia. Kalau saya di timnas itu sejak tahun 1986 sampai 1994," jelasnya.

Moncer bersama klub asal Surabaya itu membuat namanya melambung. Tak dinyaya, BPD Jateng berani memberikan transfer yang terhitung fantastis pada jaman itu agar NIAC Mitra rela melepasnya.

Di era tersebut, BPD Jateng bisa dibilang Los Galacticos Indonesia. Tak hanya Jessie, klub asal Semarang tersebut juga memiliki nama-nama beken semisal Erick Ibrahim, Hamdani Lubis, Jaya Hartono, hingga Ricky Yacobi.

"Dari Niac Mitra di tahun 1990, saya ditransfer oleh BPD Jateng dengan nilai transfer tertinggi saat itu. Jadi saya termasuk pemain Indonesia pertama dengan transfer tertinggi. Tetapi saya cuma tiga musim di sana dan pindah ke Mitra Surabaya," imbuh Jessie Mustamu.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Perkenalan Tak Sengaja dengan Sepakbola

Sebagai pesepak bola andal, pemain yang pernah bernaung di bawah KNPI Jawa Barat ini terbilang terlambat mengenal sepak bola. Dirinya baru berkenalan dengan si kulit bundar ketika menginjak sekolah menengah atas (SMA).

"Saya tidak pernah menyangka jadi pemain bola, karena sejak kecil saya menyukai kolam renang. Saya baru mulai bermain bola di kelas 2 SMA, saat itu baru mulai pakai sepatu bola," ungkapnya.

Dasar berbakat, walaupun agak telat mengenal sepak bola dirinya justru bermain lebih baik daripada rekan-rekannya. Bahkan setelah tamat SMA dirinya memutuskan merantau ke ibu kota untuk mendapatkan karier yang lebih baik.

"Memang termasuk terlambat untuk pemain bola. Tetapi bersyukur setelah saya terjun di sepak bola, karier saya mulai kelihatan. Ketika saya lulus SMA saya ke Jakarta dan sempat masuk dalam tim Persikasi Junior sebelum pindah ke KNPI Jawa Barat," lanjut Jessie.

"Dari sana saya terpilih masuk dalam skuad Garuda 1, kalau tidak salah tahun 1981. Setelah itu saya tinggalkan kuliah di Jakarta, gabung Caprina Bali. Di sana, saya baru mulai menekuni sepak bola semi profesional," imbuhnya.

3 dari 3 halaman

Jadi Instruktur Pelatih

Sempat menomorduakan pendidikan membuatnya berpikir cukup dalam. Dia bertekad melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi walaupun tengah asyik menikmati karier sebagai pesepak bola.

"Saya masih tetap kuliah, walaupun mungkin terlambat. Tetapi bagi saya tidak ada kata terlambat. Saya menyelesaikan kuliah saya di Semarang di Unika Soegijapranata Semarang tahun 1987," ujarnya.Namun

kecintaannya akan sepak bola, membuatnya tak bisa jauh dari dunia yang melambungkan namanya. Selepas mengakhiri karier di PSIS Semarang, dirinya kembali ke lapangan hijau dengan peran yang berbeda.

"Setelah saya selesaikan karier bola di PSIS, saya pengin kerja dan break satu tahun. Tetapi pas kerja di batam, di sana saya malah melatih tim dari divisi dua," kata Jessie.

Setelah malang melintang menangani sejumlah tim, akhirnya panggilan dari PSSI datang pada 2017. Dia ditawari untuk membantu dalam kursus lisensi pelatih.

"Pada 2017, waktu saya istirahat setelah menangani PSBL Langsa. Saya diminta bang Danurwindo untuk membantu di instruktur. Sampai sekarang saya merupakan satu dari beberapa instruktur pelatih nasional, tandasnya. 

Video Populer

Foto Populer