Sukses


    Axel Witsel, Unsung Heroes Milik Timnas Belgia

    Jakarta Berbicara tentang kiprah Belgia di Piala Dunia 2018, maka akan melulu menyebut nama Edin Hazard, Kevin De Bruyne, Romelu Lukaku atau Thibaut Courtois. Tapi, di balik nama-nama tersebut, ada sosok Axel Witsel.

    Witsel memang tidak lebih populer jika harus dibandingkan dengan Hazard atau De Bruyne. Bahkan, jika harus dibandingkan dengan Marouane Fellaini atau Dries Mertens sekalipun. Witsel bukan sosok yang populer dalam tim berjuluk Setan Merah tersebut.

    Tapi, soal peran dan kontribusi di atas lapangan pada Piala Dunia 2018, jangan tanyakan lagi. Witsel punya peran yang sangat vital dalam taktik yang diracik oleh pelatih Roberto Martinez. Perannya memang begitu penting, meski sering dilupakan orang.

    Witsel tak ubahnya sebagai 'unsung heroes' bagi timnas Belgia yang kini melaju ke babak semifinal Piala Dunia 2018.

    Martinez selalu menjadikan Witsel sebagai pilihan utamanya di lini tengah. Pemain berusia 29 tahun hanya sekali absen yakni saat melawan Inggris di laga terakhir babak grup. Laga yang tidak lagi menentukan bagi Belgia karena sudah lolos ke 16 Besar.

    Selebihnya, Witsel selalu tampil penuh pada empat laga yang sudah dimainkan oleh Belgia. Witsel selalu menjadi pilihan karena punya kemampuan spesial. Dia cukup adaptif dengan taktik Martinez yang kerap berubah saat laga berjalan.

    Di laga melawan Brasil, Witsel bermain sebagai gelandang bertahan dalam formasi 4-3-3. Sementara, pada tiga laga lainnya, pemain yang kini membela Tianjin Quanjian bermain di posisi pivot bersama Kevin De Bruyne pada formasi 3-5-2.

    Jika menilik komposisi pemain Belgia di setiap laga di mana Witsel bermain, maka dia menjadi satu-satunya pemain bernaluri bertahan di lini tengah. Dan, tugasnya memang jadi pemain pertama yang menggagalkan serangan tim lawan.

    Boleh dibilang, Witsel menjalankan tugas yang 'kotor'. Dalam tugas ini, Witsel punya peran untuk melindungi De Bruyne agar bisa lebih nyaman membantu serangan. Begitu juga dengan Hazard. Mereka tak perlu panik jika kehilangan bola karena masih ada Witsel di belakangnya.

    "Sudah menjadi tabiat saya untuk tetap tenang. Hal ini membantu kami ketika di lapangan dan ketika dalam momen yang menegangkan. Saya mencoba untuk tetap tenang dan menularkan ketenangan itu pada pemain lain," ucap Witsel.

    Begitulah penampakan Witsel di atas lapangan. Dia gelandang bertahan tapi wajahnya tidak garang, seperti misalnya Gennaro Gattuso atau Casemiro.

    2 dari 3 halaman

    Dari Tiongkok ke Rusia

    Masuknya nama Witsel dalam skuat Belgia di Piala Dunia 2018 disebut jadi salah satu kejutan. Sebab, dia bermain di liga yang dianggap masih berada di level yang tidak cukup kompetitif yakni di Tiongkok. Witsel bermain untuk Tianjin Quanjian sejak tahun 2017 lalu.

    Bahkan, Martinez rela menepikan Radja Nainggolan yang bermain apik untuk AS Roma demi memberi tempat untuk Witsel. Seorang Mousa Dembele yang bersinar di Tottenham juga hanya jadi penghias bangku cadangan di Rusia. Fellaini? Dia hanya alternatif kedua setelah Witsel.

    Dan, sejauh ini keputusan Martinez untuk membawa dan mengandalkan Witsel memang tidak salah. Mantan pemain Zenit St Petersburgh tersebut memberi bukti bahwa kualitasnya tidak tergerus meski banyak orang menyepelekannya karena tak lagi bermain di Eropa.

    Sejatinya, bukan hanya Witsel yang tidak bermain di Eropa dalam skuat timnas Belgia. Ada pula Yannick Ferreira Carrasco yang bermain di Dalian Yifan, klub asal Tiongkok. Dia pindah dari Atletico Madrid ke Dalian pada Februari lalu.

    3 dari 3 halaman

    Siap Meraih Prestasi

    Belgia kini menjadi salah satu tim yang diunggulkan menjadi juara. Langkah mulus sejak babak penyisihan grup jadi salah satu faktornya. Apalagi, pada babak perempat final, Belgia sukses menundukkan tim kuat Brasil dengan skor 2-1 pada waktu normal.

    Menurut Witsel, kondisi skuat Belgia kini memang sudah siap meraih prestasi. Beberapa pemain datang dengan mentalitas yang berbeda karena punya pengalaman di level klub. Hal itu, ditambah dengan fakta bahwa mereka sudah cukup lama bermain bersama di timnas.

    "Kami jauh lebih berpengalaman pada saat ini dibanding di Brasil [Piala Dunia 2014]. Tiga perempat dari skuat kami sudah bermain bersama selama bertahun-tahun. Itu membantu kami untuk mengontrol permainan," kata Witsel.

    Belgia hanya butuh memenangkan dua pertandingan untuk menjadi juara Piala Dunia 2018. Tapi, dua laga tersebut tentu saja tidak akan mudah. Sebab, lawan yang mereka hadapi juga punya kualitas dan ambisi untuk menjadi juara Piala Dunia.

    Hari Rabu (11/7/2018) dini hari WIB, Belgia akan berjumpa Prancis di laga babak semifinal. Jika mampu menang, maka Belgia akan berjumpa pemenang antara laga Inggris melawan Kroasia. Ya, dua kemenangan lagi bisa mengantar Witsel dan kolega menjadi juara Piala Dunia 2018.

     

    Sumber: Bola.net

    Video Populer

    Foto Populer