Josep Guardiola, Manchester City dan Tradisi Buruk

oleh Nurfahmi Budi diperbarui 21 Okt 2016, 07:14 WIB
Manajer Manchester City, Josep Guardiola (kiri) memberi instruksi anak buahnya, pada Matchday 3 Liga Champions 2016-2017, kontra Barcelona, di Estadio Camp Nou, Kamis (20/10/2016) dini hari WIB. (AFP/Josep Lago)

Bola.com, Manchester - Berdiri, duduk, lalu berdiri lagi untuk memberi instruksi. Sesekali ia hanya termenung saat melihat anak asuhnya tak mampu bergerak bebas. Kala timnya kebobolan, lalu sang kiper terkena kartu merah, dirinya hanya bisa termangu.

Sejurus kemudian, dia duduk, menundukkan kepala sembari menggaruk permukaan kepala yang tak lagi ditumbuhi banyak rambut di sana. Sepanjang 90 menit, sorot kamera lebih tertuju kepadanya, dibanding sang pelatih tuan rumah.

Advertisement

Itulah gambaran 'aktivitas' Josep Guardiola saat menyaksikan pasukan Manchester City tak berdaya di depan armada Barcelona. Pada Matchday 3 Grup C Liga Champions 2016-2017 tersebut, Manchester City takluk dengan skor telak, 0-4.

"Sangat berat bertemu tim sekelas Barcelona. Tapi sebelum kami bermain 10 orang, situasi masih tetap terbuka, dan kami bisa berkompetisi dengan tim yang memiliki para pemain hebat. Kami masih bisa menekan, lalu menguasai pertandingan dan menciptakan beberapa peluang. Sayang, kami tak bisa memanfaatkan momentum tersebut, sampai akhirnya harus kehilangan satu pemain," ucap Guardiola, di situs resmi Manchester City.

Penjelasan Guardiola tak asal cuap. Usai Barcelona membuka skor pada menit ke-17 melalui Lionel Messi, permainan Manchester City lebih dominan. Beberapa peluang tercipta, tapi tak sanggup menaklukkan kiper Ter Stegen.

Sampai akhirnya petaka itu datang pada menit ke-53. Berusaha mencegat bola, kiper Claudio Bravo tak kuasa untuk menghentikan dengan cara biasa. Akhirnya, eks Barcelona tersebut menggunakan tangan untuk mengadang si kulit bundar. Sayang, ia melakukan itu di luar kotak 16 meter.

Walhasil, kartu merah menjadi awal kehancuran permainan Manchester City. Setelah itu, lahirlah tiga gol dari Lionel Messi pada menit ke-61 dan 69', plus satu tambahan aksi Neymar, semenit sebelum waktu normal selesai.

Kekalahan tersebut bukan berarti kiamat bagi Manchester City. Masih ada kesempatan membalas dendam kala mereka berstatus tuan rumah bagi Barcelona, awal bulan depan. Namun, Josep Guardiola harus mengakui, justru dirinya yang notabene menciptakan pola tridente berkombinasi tiki-taka, malah tak sanggup memecahkan deadlock pasukannya.

"Setelah kartu merah itu, pertandingan sudah berakhir. Setiap partai, sejak kontra Celtic, kejadiannya selalu sama. Kami mencetak gol bunuh diri serta gagal memanfaatkan penalti. Kami butuh jalan lain untuk mengubah semua sisi negatif yang sedang terjadi," jelas Guardiola.

Bukan hal mudah bagi Guardiola untuk bangkit, lalu membalas dendam pada rentang dua minggu ke depan. Selain agenda liga domestik yang padat, Guardiola mendapati pasukannya tak cukup konsisten untuk melayani tantangan Barcelona.

2 dari 3 halaman

Berani tapi Blunder

Ekspresi Manajer Manchester City, Josep Guardiola saat partai versus Barcelona, pada Matchday 3 Liga Champions 2016-2017, di Estadio Camp Nou, Kamis (20/10/2016) dini hari WIB. (AFP/Josep Lago)

Analis ITV, Roy Keane sampai menyebut, Manchester City telah memeragakan taktik yang berani tapi justru blunder. "Manchester City berusaha untuk mengaplikasikan skema yang sama, tapi ternyata tak berjalan, dan itu membuat lubang besar di lini belakang. Semua itu tercermin dari setiap gol Barcelona," sebut eks kapten Manchester United.

Keane menganggap Guardiola telah melakukan kesalahan fatal dengan memaksakan diri mengikuti irama ofensif tuan rumah. Efek negatif sudah terlihat ketika gol pertama terjadi ke gawang Claudio Bravo.

Saat itu, Alex Kolarov yang sedang membantu serangan, tak sanggup kembali alias out of position. Setelah itu, pergerakan Lionel Messi dan Luis Suarez, gagal diantisipasi. Alhasil, meski dikepung dua pemain, Messi masih bisa melepaskan diri, lalu menguasai bola, dan mengarahkan si kulit bundar ke pojok kanan gawang Bravo.

Setelah bermain 10 orang, kondisi Manchester City semakin memburuk. City harus membayar mahal kelengahan area belakang dengan gol kedua Barcelona. Saat Lionel Messi lolos dari penjagaan Kevin De Bruyne, sosok bek tengah Nicolas Otamendi justru tak ada di tempat.

Walhasil, Messi memiliki banyak alternatif untuk memberi umpan, termasuk ke arah Suarez yang tanpa pengawalan. Meski pada akhirnya Sang Messiah memilih untuk menuntaskan peluang tersebut sendiri.

Konsentrasi yang mudah buyar juga menjadi gambaran terjadinya dua gol terakhir Barcelona. Kegagalan Gundogan menyelesaikan umpan, membuat John Stones kelabakan bereaksi. Hasilnya, Messi mendapat ruang tembak sangat lebat kala pergerakannya tak bisa dibaca lini belakang Manchester City.

Tanpa ampun, Messi mencetak hattrick. Neymar semakin melengkapi penderitaan Manchester City. Ia dengan cerdik mampu mengelabui John Stones, dan mengirim si kulit bundar ke pojok kiri gawang Willy Caballero.

Alhasil, Manchester City dan Josep Guardiola harus pulang dengan tangan hampa. Catatan kritis tertuju pada Guardiola. Ia kembali gagal menaklukkan pola permainannya sendiri saat membangun Barcelona. Menurut eks Barcelona, Sergi Barjuan, saat ini El Barca masih memiliki 80 persen warisan Guardiola.

Selama membesut Barcelona, Guardiola mampu mencetak 179 kemenangan, 47 seri dan 21 kekalahan. Saat Barcelona berada di tangan Guardiola, mereka bisa mencetak 636 gol dan kebobolan 181 gol.

Kebesaran nama Barcelona era Guardiola terbukti dengan raihan tiga trofi La Liga (2008-2009, 2009-2010, 2010-2011), dua piala Copa del Rey (2009, 2012) dan Piala Super Spanyol (2009, 2010, 2011). Sayang, saat datang dengan armada Manchester City, Guardiola seperti tak belajar dengan kesalahan-kesalahan terdahulu.

Faktor tradisi buruk memang membayangi kehadiran Guardiola di tanah Spanyol. Klub-klub asal La Liga menjadi momok menakutkan bagi Guardiola. Tak heran, karena dia selalu memiliki mimpi buruk setiap kali berjumpa.

3 dari 3 halaman

Fakta Pengalaman Buruk

Ekspresi Manajer Manchester City, Josep Guardiola saat partai versus Barcelona, pada Matchday 3 Liga Champions 2016-2017, di Estadio Camp Nou, Kamis (20/10/2016) dini hari WIB. (Reuters/ John Sibley)

Saat kali pertama kembali ke tanah Matador, ia datang dengan membawa pasukan Bayern Munchen. Bersua Real Madrid pada leg 1 semi final Liga Champions 2013-2014, Guardiola menerima kenyataan pahit saat anak asuhnya takluk 0-1 di Stadion Santiago Bernabeu. Tol tunggal Karim Benzema pada menit ke-19 berhasil menjadi pembeda.

Pada pertemuan kedua, permainan Bayern Munchen-nya Josep Guardiola semakin parah. Mereka takluk dengan skor lebih telak, yakni 0-4. Gol-gol di Allianz Arena (29/4/2014) terjadi via aksi Sergio Ramos pada menit ke-16 dan 20' dan Cristiano Ronaldo (34', 90').

Pengalaman buruk Josep Guardiola bertemu tim asal Spanyol kembali terjadi setahun berikutnya. Bayern Munchen terpuruk, kali ini saat bersua Barcelona. Pada Leg 1 (6/5/2015), Bayern Munchen takluk di rumah sendiri dengan skor 0-3. Tiga gol El Barca lahir via aksi Lionel Messi (77', 80') dan Neymar (94').

Pada pertemuan kedua (12/5/2015), Bayern Munchen menang, namun tak sanggup membawa mereka ke babak final. Lalu pada Liga Champions musim 2015-2016, giliran Atletico Madrid yang memupus harapan Guardiola untuk membawa Bayern Munchen ke babak final.

Pada Leg 1, Bayern Munchen kalah 0-1. Gol tunggal Atletico Madrid lahir via aksi Sau Niguez pada menit ke-11. Pada pertemuan berikutnya, Bayern Munchen unggul 2-1. Sayang, dua gol Xabi Alonso pada menit ke-31 dan Robert Lewandowski (74'), sia-sia. Hal itu terjadi setelah Los Rojiblancos mencetak satu gol via Antoine Griezmann pada menit ke-54.

Catatan tersebut seolah mengindikasikan tradisi negatif Josep Guardiola saat bersua tim-tim asal Spanyol, masih terus berlanjut. Nyatanya, tak sekadar pandai membuat peluang, label 'pengalaman' buruk menjadi beban tersendiri.

Guardiola sadar, berbuat kesalahan ketika bertemu tim sebesar Barcelona, sama saja dengan mengundang marabahaya tingkat tinggi. "Kami menciptakan beberapa peluang, dan sebenarnya itu sudah cukup untuk mencetak 1 atau 2 gol. Namun kami lupa, memberi Barcelona peluang, mereka akan menghukum Anda," tegas Guardiola.

Pulang ke Manchester, Guardiola tak akan bisa tenang. Bisa jadi, dia akan lebih sering menggaruk kepala, sembari memikirkan cara tepat untuk membalas dendam, dua pekan mendatang di Etihad Stadium.

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, La Liga, Liga Champions, dan Liga Europa, dengan kualitas HD di sini

Berita Terkait