Edy Rahmayadi: Regulasi Baru, Piala Dunia, Hingga Pemain Favorit

oleh Ario Yosia diperbarui 24 Apr 2017, 08:00 WIB
Wawancara Eksklusif Edy Rahmayadi (Bola.com/Grafis: Adreanus Titus/Foto: Peksi Cahyo)

Bola.com, Jakarta - PSSI di bawah kepemimpinan Edy Rahmayadi mengusung sejumlah perubahan dalam pengelolaan kompetisi profesional Tanah Air. Hal-hal baru yang dimunculkan memicu kontroversi.

Aturan baru soal kewajiban klub mengontrak dan memainkan dua pemain U-23 selama 45 menit, pemain asing dengan status marquee player, serta pergantian lima pemain dalam sebuah pertandingan memicu pro kontra.

Terakhir, PSSI bahkan dihadapkan persoalan pelik kasus keimigrasian pemain asing. Menghadapi goncangan bertubi-tubi tak lantas membuat Edy panik.

Advertisement

Nakhoda PSSI yang juga menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) tetap percaya diri memutar kompetisi di level Liga 1 dan 2 dengan memasukkan regulasi baru yang dipertentangkan.

Menariknya, terobosan PSSI mendapat dukungan dari FIFA. Otoritas tertinggi sepak bola dunia menerima alasan PSSI menerapkan pergantian lima pemain dalam sebuah pertandingan. 

Ketua umum PSSI, Edy Rahmayadi, saat di wawancara oleh tim Bola.com dalam rangka hari ulang tahun PSSI di markas Pangkostrad, Jakarta, (20/04/2017). (Bola.com/Peksi Cahyo)

Bola.com pada Kamis (20/4/2017) melakukan sesi wawancara eksklusif dengan Edy Rahmayadi di Markas Besar Kostrad, Gambir, Jakarta. Dalam percakapan santai penuh keakraban, pria kelahiran Sabang, Aceh, 10 Maret 1961 itu menyampaikan argumentasinya berkaitan dengan hal-hal kontroversial yang mencuat di pentas kompetisi profesional.

Berikut petikan wawancara Bola.com bagian kedua dengan Edy Rahmayadi, yang banyak membahas tentang kompetisi dan sejumlah persoalannya:

Kompetisi sudah bergulir. Bagaimana pendapat Anda dengan pelaksanaan kompetisi sejauh ini?

Iya, dengan segala kekurangannya saya melihat, yang pertama masalah legalitas ini sedang dalam proses juga menyangkut soal perwasitan ini menjadi evaluasi dan pembelajaran. Tahun 2017 ini perbaikan sedang berproses. Tahun 2018 kompetisi akan lebih baik dibanding saat ini.

2 dari 3 halaman

Kontroversi di Kompetisi

Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, hadapi sejumlah persoalan pelik di awal penyelenggaraan kompetisi profesional era baru. (Bola.com/Peksi Cahyo)

Ada sejumlah regulasi baru yang diterapkan di Liga 1 dan Liga 2, terutama soal pemain U-23 dan pembatasan usia. Apa saja alasan PSSI membuat regulasi tersebut?

Soal pembatasan usia. Usia pemain saat ini di Liga 1 itu di atas 32 tahun. Bahkan ada pemain yang usianya di atas 40 tahun (Cristian Gonzales). Katakanlah liga berjalan baik, tapi ending-nya liga ini adalah timnas. Jika pemain-pemain di usia seperti itu dimaikan oleh klub, timnas tidak akan kebagian pemain.

Saya butuh pemain, itu yang utama. Timnas yang berlaga di sepanjang 2017 dan 2018 semuanya melibatkan pemain di bawah usia 23 tahun. Saya butuh pemain itu yang pertama. Selanjutnya yang kedua, di tahun 2017 ini saya butuh  Indonesia secara kuantitas butuh pemain 0,1 persen saja dari populasi 250 juta masyarakat Indonesia saja.

Persentase 0,2 persen dari 25 juta hanya 250 ribu. Saat ini Indonesia hanya punya pemain sebanyak 67 ribu, jumlahnya harus ditingkatkan.

Oleh karena itu saya sampai perlu izin ke FIFA untuk meminta pergantian pemain di setiap pertandingan menjadi lima pemain. Sementara itu, di Statuta PSSI dan juga FIFA tercatat pergantian pemain hanya tiga orang saja. Kenapa lima? Jika ada lima pergantian pemain, berarti ada 18 pemain yang terlibat dalam sebuah pertandingan jika dikalkulasi angka tersebut menambah secara signifikan jam terbang pemain.

Begitupula dengan Liga 2, yang juga memakai regulasi pergantian lima pemain, jumlah pemain sepak bola yang aktif akan bertambah. Belum lagi kompetisi level lainnya. Jujur saja berat untuk bisa mencapai persentase 0,1 pesepak bola berbanding dengan populasi penduduk Indonesia.

Spanyol sudah punya pemain yang amat banyak. Dari 46 juta jumlah populasi mereka punya 4 juta 200 ribu pemain bola. Itu Spanyol. Kita Indonesia taruhlah kalau kita punya dua juta pemain, kita tidak perlu mengemis mencari pesepak bola naturalisasi ke luar. Itu dia dasarnya.

Soal persoalan keimigrasian sejumlah pemain asing di Liga 1, bagaimana Anda menyikapinya?

Saya terus terang bingung dengan BOPI (Badan Olahraga Profesional). Ada kesan kami sengaja melanggar aturan pengesahan pemain. Padahal, kan tidak seperti itu.

Proses pengurusan KITAS (Kartu Izin Tinggal Sementara) di sepak bola tidak semudah bidang pekerjaan lain. Klub mendatangkan pemain asing, tidak langsung mengontrak mereka. Tapi klub melakukan trial serta tes kesehatan untuk memastikan pemain asing yang mau mereka gaet tidak bermasalah.

Dan di masa seleksi itu tidak mungkin dong klub langsung mengurus KITAS. Setelah semuanya jelas baru klub menjalani proses pengurusan administrasi keimigrasian. Mengurus KITAS juga butuh waktu, tidak mungkin sehari kelar. BOPI tahu kalau PSSI tengah melakukan pengurusan KITAS, karena mereka organisasi yang dimintai rekomendasikan.

Tapi prinsipnya kasus yang terjadi pada tahun 2017 ini menjadi pembelajaran. Saya akan melakukan diskusi instens dengan Menteri Pemuda dan Olahraga serta Menteri Tenaga Kerja untuk mencari jalan tengah. Saya pastikan PSSI tidak berniat melanggar UU Ketenagakerjaan. Saya ini menjabat sebagai Pangkostad, tidak mungkin juga dong membiarkan pekerja gelap ke negara kita tercinta.

3 dari 3 halaman

Sulitnya Jadi Ketua Umum PSSI

Hansamu Yama, salah satu pemain favorit Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi. (Bola.com/Vitalis Ygi Trisna)

PSSI juga dikabarkan serius ingin menjadi tuan rumah Piala Asia U-19 2018. Sudah sejauh mana perkembangannya?

Itu Timnas Indonesia U-19 yang sedang dibina Indra Sjafri. Nanti kalau bulan September bisa lolos kualifikasi dan nantinya masuk empat besar saja di Piala AFC U-19 maka Indonesia akan ikut serta dalam Piala Dunia U-20. Hal ini menjadi motivasi saya, mimpi besar saya dan juga bangsa Indonesia. Kalau saya diajak ngobrol soal ini ini, nanti kita harus bicara khusus lagi di lain kesempatan. Saya sangat ingin hal tersebut bisa berhasil.

Jika boleh membandingkan, lebih sulit mana, menjadi Ketua Umum PSSI atau menjadi Pangkostrad?

Ketua Umum PSSI, terlalu banyak orang yang ngomong dibanding yang kerja. Kalau tentara pekerjaannya berat tapi banyak yang bekerja. Jadi lebih susah di PSSI.

Banyak pencinta sepak bola Tanah Air bertanya kenapa Anda masih melibatkan orang-orang lama dalam kepengurusan PSSI?

Kalau orang lama memang kenapa? Di PSSI saat ini saya dibantu Joko Driyono atau Iwan Budianto yang jam terbangnya tinggi di dunia sepak bola nasional. Semua warga negara Indonesia berhak menjadi pengurus PSSI. Enggak harus ada dikotomi, orang baru atau orang lama. Yang penting bagi saya sebagai pemimpin organisasi mereka mau bekerja keras. Saya ini komandan di organisasi ini, saya pasti akan terus mengontrol kinerja pengurus lainnya.

Sejauh mana tekad Anda menciptakan kompetisi yang bersih dari pengaturan skor serta hal-hal negatif yang mengiringinya?

Kompetisi harus bersih itu sudah menjadi harga mati. Saat ini sejumlah perubahan mulai dilakukan. Prosesnya bertahap. Yang perlu saya tegaskan, masyarakat tak perlu khawatir. PSSI punya semangat ingin memajukan sepak bola nasional. Kami butuh dukungan.

Siapa pemain favorit Anda?

Pemain naturalisasi, Cristian Gonzales. Pemain senior Boaz Solossa. Nah, yang junior ini saya suka Hansamu Yama. Ia bermain cantik. Saya harapkan mereka-mereka ini bisa mewarnai sepak bola Indonesia.

Apa yang biasanya dilakukan Pak Edy di luar urusan PSSI dan tugas sebagai Pangkostrad?

Waktu luang saya ini sekarang banyak terganggu. Termasuk Anda ini, mengganggu saya karena PSSI (sambil tertawa). Tapi tak masalah, hidup saya buat republik ini, waktu kan kita yang mengatur, bukan waktu mengatur kita. Repot kalau sampai seperti itu.