Gusti Putu Putra Adnyana, Bangkit dari Titik Terendah Berkat Basket Kursi Roda

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 18 Sep 2018, 15:10 WIB
Pebasket kursi roda Indonesia, Gusti Adnyana, saat latihan di Lapangan basket Istana Kana, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). Tim basket kursi roda Indonesia bersiap hadapi Asian Para Games. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Bola.com, Jakarta - Hidup kadang bisa berubah drastis bak roaller coaster, bahkan dalam hitungan detik. Badai kehidupan juga bisa datang kapan saja, terkadang tanpa memberikan tanda-tanda. Begitu juga cahaya terang di tengah kegelapan, bisa muncul kapan pun tanpa diduga. 

Begitulah yang dialami Gusti Putu Putra Adnyana, anggota timnas basket kursi roda Indonesia yang akan berjuang di kancah Asian Para Games 2018, 6-13 Oktober. Jalan yang harus dilaluinya untuk sampai pada titik ini sangat berliku dan terjal. 

Advertisement

Sekitar delapan tahun silam, dia masih menikmati sepak bola sebagai hobinya. Posisinya sebagai kiper. Hobi tersebut dilakoninya dengan gembira hingga sebuah insiden mengubah jalan hidupnya. 

"Suatu hari saya sparring sepak bola dengan anak-anak lain di Renon, Bali. Pada menit ke-52 tim saya kena penalti. Ketika hendak menangkap tendangan pemain lawan, punggung saya kena tiang gawang," kenang Ngurah, panggilan akrab Gusti Putu Putra Adnyana, dalam perbincangan di lapangan basket Istana Kana, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). 

Insiden tersebut berakibat fatal. Saat itu juga Ngurah langsung tak bisa berdiri. Dokter mendiagnosis tujuh ruas tulang belakangnya terjepit. Ngurah mengalami kelumpuhan dari pinggang ke bawah. 

Pria kelahiran 20 November 1987 tersebut sempat menjalani operasi. Namun, langkah itu tak menjadi solusi. Kedua kakinya tetap tak bisa berfungsi seperti semula. 

Insiden tersebut benar-benar mengubah dunia Ngurah. Dari seseorang yang ceria dan aktif, Ngurah berubah menjadi tertutup. Hari-harinya dihabiskan di dalam rumah. Fase tersebut berlangsung selama sekitar dua tahun. "Saya malu untuk keluar-keluar. Jadi benar-benar selama dua tahun saya di rumah saja," kata Ngurah mengenang titik terendah dalam hidupnya. 

 

2 dari 4 halaman

Titik Balik

Pebasket kursi roda Indonesia, Gusti Adnyana, saat latihan di Lapangan basket Istana Kana, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). Tim basket kursi roda Indonesia bersiap hadapi Asian Para Games. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Selepas dua tahun Ngurah mulai bangkit. Namun, titik balik Ngurah baru benar-benar terjadi pada 2014. Semua itu tak lepas dari peran sahabat-sahabatnya. 

Suatu hari Ngurah diajak teman-temannya untuk mengunjungi suatu yayasan sosial. Di sana, dia melihat orang-orang yang mengalami cobaan seperti dirinya, bahkan tak sedikit yang kondisinya lebih parah. Momen itu membuat Ngurah terhenyak. 

"Motivasi saya muncul setelah melihat ada yang kondisinya lebih parah dari saya, tapi bisa tetap fun. Masak saya tidak bisa. Saya langsung kenalan dengan mereka, main-main ke sana. Saya jadi semangat lagi," ujar Ngurah. 

Motivasi besar Ngurah tampaknya membuka jalan ke titik yang lebih baik. Setahun berselang, tepatnya pada Oktober 2015 ada seseorang yang mengajaknya bermain basket kursi roda di sebuah yayasan. Setelah melihat langsung permainannya, Ngurah tertarik. Dia merasa menemukan kesenangan di olahraga itu, seperti saat masih bergelut di sepak bola. Tepat pada Januari 2017, dia akhirnya mulai menggeluti olahraga basket kursi roda. 

"Pada Juni 2016 saya ketemu Donald Santoso (saat ini menjadi kapten timnas basket kursi roda Indonesia). Dari sana motivasi saya bangkit lagi. Oktober 2016, Donald datang lagi bersama tiga temannya datang lagi ke Bali. Tidak menyangka, salah satu temannya Donald memberikan kursi rodanya kepada saya. Kursi rodanya ini yang saya pakai sampai kini," urai Ngurah. 

"Sejak saat itu saya makin yakin menggeluti basket kursi roda. Apa pun yang terjadi saya akan tetap bermain basket kursi roda. 

Basket kursi roda benar-benar mengubah hidupnya. Ketakutan-ketakutan besar yang menghantui sejak kakinya lumpuh perlahan menghilang. Ngurah kini penuh dengan optimisme. 

Dari anak yang sempat benar-benar menggantungkan hidup pada orang tuanya, kini Ngurah sudah bisa mandiri. Dia bahkan bisa mengirimkan uang untuk kedua orang tuanya di Bali, pasangan Jero Ketut Sandat dan Gusti Putu Astawa. 

Dia juga lebih optimistis menatap masa depannya di basket kursi roda. Dia benar-benar yakin basket kursi roda kini telah menjadi jalan hidupnya. 

"Dulu sempat ketakutan, apa yang bisa dilakukan dalam kondisi seperti itu. Apalagi sebelum insiden itu, saya terbiasa mandiri, bahkan sejak SMP sudah bisa menghasilkan uang sendiri. Bisa beli sepeda motor sendiri. Saat itu saya khawatir karena di Indonesia orang difabel masih sulit mencari pekerjaan, mungkin juga karena faktor akses," kata Ngurah. 

"Tapi Bapak dan Ibu selalu bilang pasti ada jalan keluarnya. Mereka bilang mungkin basket ini jalannya dan ternyata memang benar. Sekarang saya bisa ikut pelatnas dan akan bertanding di Asian Para Games 2018. Benar-benar tidak menyangka," kata atlet yang mengaku masih suka menyaksikan pertandingan sepak bola di layar kaca itu, terutama saat Manchester United bertanding. 

 

3 dari 4 halaman

Asian Para Games 2018

Pebasket kursi roda Indonesia, Donald Santoso, bersama rekan-rekannya saat latihan di Lapangan basket Istana Kana, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). Tim basket kursi roda Indonesia bersiap hadapi Asian Para Games. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Ngurah mengaku diajak mengikuti seleksi untuk Asian Para Games 2018 oleh Donald Santoso pada Desember 2017. Dia langsung mantap mencoba peruntungan. Bersaing dengan sekitar 30 orang, Ngurah berhasil terpilih masuk timnas basket kursi roda bersama 11 orang lainnya. Menurut Ngurah, saat seleksi dia benar-benar mengeluarkan seluruh kemampuan, termasuk teknik-tehnik yang pernah diajarkan Donald dan teman-temannya. 

Setelah lolos seleksi, Ngurah bekerja keras bersama rekan-rekan setimnya. Mereka hanya punya waktu 10 bulan untuk mempersiapkan diri menghadapi event internasional pertama, Asian Para Games 2018.

Ngurah dan teman-temannya harus melahap porsi berlatih fitnes dua kali dalam sepekan saat pelatnas di Solo, Jawa Tengah.  Pagi mereka berlatih pada pukul 06.00 WIB sampai 09.00 WIB, sedangkan siang pada pukul 13.00 WIB sampai 15.00 WIB. Sehari-hari mereka juga melahap latihan basket kursi roda selama dua jam. 

Baru terbentuk, timnas basket kursi roda Indonesia langsung menghadapi misi berat. Meski begitu, mereka tak terbebani. Ngurah dan kawan-kawan menyadari lawan-lawan berat yang mengadang mereka, seperti Iran, China, hingga Thailand.

"Harapan kami hanya akan berusaha memberikan yang terbaik di Asian Para Games. Kami baru 10 bulan latihan, sedangkan tim negara-negara lain sudah terbentuk sejak 15 atau 20 tahun lalu," ujar Ngurah.  

 

4 dari 4 halaman

Menatap ke Depan

Pebasket kursi roda Indonesia, Gusti Adnyana, saat latihan di Lapangan basket Istana Kana, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). Tim basket kursi roda Indonesia bersiap hadapi Asian Para Games. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Ngurah tak hanya menatap hingga Asian Para Games. Dia sudah memandang jauh ke depan. Apalagi program untuk timnas basket kursi roda juga tak berhenti sampai Asian Para Games 2018.

Setelah itu mereka juga akan langsung bersiap mengikuti ASEAN Para Games di Manila. Event tersebut akan digelar pada Januari 2020. 

"Seperti yang pernah dibilang Donald, setelah ini ada jenjang-jenjang selanjutnya. Kami juga sempat tercetus ide untuk membuat liga kecil-kecilan," ujar Ngurah. 

Hari-hari Ngurah semakin cerah karena kondisi kakinya menunjukkan perkembang positif. Pada Juni 2018, dokter menyebut kondisi kaki Ngurah sudah mencapai 50 persen untuk pulih. Harapan kembali berjalan muncul. 

"Sekarang kaki mulai terasa. Saya disuruh terapi terus oleh dokter. Kata dokter kondisinya mungkin bisa sampai 75 persen. Jadi ada kemungkinan bisa berjalan lagi, tapi pakai tongkat," imbuh Ngurah dengan tersenyum bahagia.