Kisah Maura Hally, Legenda Persebaya dengan Koleksi Gelar Lengkap

oleh Abdi Satria diperbarui 08 Mei 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi - Konten Youtube Maura Hally (Bola.com/Adreanus Titus/Foto: Abdi Satria)

Bola.com, Makassar - Kiprah Maura Hally sebagai gelandang bertahan pernah kental mewarnai kompetisi dan turnamen Tanah Air pada era 1980-an. Pencapaian pria kelahiran 30 Juni 1960 ini terbilang lengkap. Ia mengawalinya dengan membawa Lampung meraih medali emas cabang sepak bola di PON 1981.

Setelah itu, Maura Hally mengoleksi dua trofi juara Liga Sepak Bola Utama (Galatama) bersama Yanita Utama pada musim 1983/1984 dan Krama Yudha Tiga Berlian di 1984/1985. Usai berkiprah di kompetisi semi profesional, Maura Hally kembali ke Surabaya untuk unjuk kemampuan di jalur Perserikatan bersama Persebaya dengan status pemain klub Suryanaga.

Advertisement

Bersama Suryanaga, Maura Hally meraih trofi juara antar klub PSSI pada 1987. Setahun kemudian, ia menjadi bagian penting Persebaya saat menjadi juara Perserikatan musim 1987/1988. Pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, 27 Maret 1988, Persebaya mengalahkan Persija dengan skor 3-2.

Maura Hally melengkapi pencapaiannya di era 1980-an dengan masuk dalam skuad Timnas Indonesia yang berkiprah di kualifikasi Piala Dunia 1990. Koleksi gelar Maura Hally merupakan buah kerja keras serta kejeliannya memanfaatkan momentum.

Melalui channel Youtube Pinggir Lapangan, Maura Hally mengungkapkan perjalanan panjang kariernya yang dimulai ketika bergabung dengan klub PSAD Surabaya pada usia 12 tahun. Peruntungan Maura Hally di sepak bola mulai terlihat ketika menjadi bagian dari Persebaya Junior pada 1979.

Bersama tim muda Bajul Ijo, Maura Hally berhasil menembus babak 8 Besar sebelum takluk di tangan PSMS Medan yang kemudian meraih trofi juara. Usai membela Persebaya Junior, Maura Hally kembali mengasah kemampuannya di PSAD. Pada satu momen, PSAD menjalani laga uji coba dengan Jaka Utama Lampung yang sedang melakukan persiapan jelang kompetisi Galatama.

Pada uji coba yang berlangsung di Stadion Brawijaya Surabaya itu, aksi Maura Hally mampu memikat pelatih Jaka Utama, Jacob Sihasale, legenda Persebaya dan tim nasional Indonesia. "Usai pertandingan, saya ditawari Jacob Sihasale untuk bergabung di Jaka Utama," kenang Maura Hally.

 

 

Saksikan Video Pilihan Kami:

2 dari 3 halaman

Peran Besar Jacob Sihasale

Legenda Persebaya, Maura Hally. (Youtube Pinggir Lapangan)

Keputusan meninggalkan Surabaya dengan bergabung di Jaka Utama jadi momentum penting perjalanan karier Maura Hally di sepak bola. Dua musim bermain di Jaka Utama, Maura Hally kemudian masuk dalam tim sepak bola Provinsi Lampung yang meraih medali emas di PON 1981. Setelah itu, Maura Hally berkostum Yanita Utama yang mengakuisisi Jaka Utama.

"Sebenarnya saya mendapat tawaran dari Indonesia Muda yang saat itu termasuk klub papan atas Galatama. Tapi Jacob Sihasale meminta saya bertahan di Jaka Utama yang kemudian berganti nama menjadi Yanita Utama," ungkap Maura Hally.

Bersama Yanita Utama, Maura Hally meraih gelar pertama di level kompetisi dengan meraih trofi juara Galatama musim 1983/1984. Musim berikutnya, Maura Hally berganti kostum dengan membela Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) klub milik pengusaha gila bola, Sjarnoebi Said.

Bersama sejumlah pemain papan atas Indonesia seperti Herry Kiswanto, Ruddy Keltjes, Bambang Nurdiansyah dan Joko Malis, Maura Hally megoleksi gelar keduanya. Usai meraih sukses bersama KTB, Maura Hally memutuskan kembali ke Surabaya.

Ia bergabung di Suryanaga, klub amatir yang berkiprah di kompetisi internal Persebaya. Maura Hally pun menjadi bagian Bajul Ijo pada 1985/1986. Musim perdananya bersama Persebaya tidak berjalan mulus. Di mana Persebaya terlempar ke babak enam kecil akibat 'tragedi Semarang'.

Menurut Maura Hally, Persebaya gagal ke enam besar akibat main mata yang dilakukan PSIS Semarang untuk menyingkirkan seterunya itu. "PSIS yang sudah pasti lolos ke Babak Enam Besar sengaja mengalah dari PSM Makassar lewat hadiah penalti. Beruntung kami terhindar dari degradasi di Babak Enam Kecil ," ungkap Maura Hally.

 

 

3 dari 3 halaman

Juara Perserikatan

Persebaya_Logo (Bola.com/Adreanus Titus)

Musim berikutnya, Persebaya melakukan pembalasan ke PSIS dengan sengaja kalah dari Persipura Jayapura dengan skor 0-12. Hasil ini membuat tim Mutiara Hitam menemani Persebaya Surabaya dan Persiba Balikpapan ke Babak Enam Besar.

Sedangkan PSIS tersingkir. Persebaya kemudian meraih trofi juara Perserikatan 1987/1988 setelah mengalahkan Persija. "Saya hanya satu kali absen membela Persebaya musim itu yakni saat dikalahkan Persipura itu," papar Maura Hally.

Maura Hally nyaris menambah koleksi gelarnya bersama Persebaya. Sayang pada kompetisi Perserikatan 1989/1990, Bajul Ijo yang berhasil menembus final harus melupakan ambisi meraih juara secara beruntun. Di partai puncak yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo pada 11 Maret 1990, Persebaya dikalahkan Persib Bandung dengan skor 0-2.

 

Sumber: Youtube Pinggir Lapangan

Berita Terkait