Kolom: Olahraga, Pintu Ilmu Pengetahuan?

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 08 Jun 2021, 09:15 WIB
Kolom Olah Bolacom Robert Bala - Olahraga, Pintu Ilmu Pengetahuan? (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Apakah olahraga hanya merupakan bidang studi sampingan yang bisa dikesampingkan? Tidak disadari, pandangan ini berlaku cukup umum. Banyak orang yang mengira olahraga hanya ada demi melengkapi bidang studi yang lain. Malah ketika ada kebutuhan seperti persiapan ujian, olahraga kerap dikorbankan.

Semua itu terjadi karena olahragra hanya dianggap sebagai pelengkap. Apakah benar demikian? Timothy D Walker, dalam bukunya Teach Like Finland: 33 Simple Strategies for Joyful Classrooms, 2017, menyibak hal menarik tentang pendidikan di Filandia.

Advertisement

Buku ini menjadi salah satu best seller karena menjawabi pertanyaan banyak orang, mengapa Filnadia bisa menjadi negara terbaik dalam pendidikan di dunia. Walker yang merupakan orang Amerika Serikat tetapi menikah dengan gadis Finlandia, setelah melewati 2 tahun di Findlandia, coba mengangkat aneka rahasia.

Fakta paling menarik, beban belajar-mengajar di Findlandia tidak terlalu berat. Sehari, maksimum waktu yang digunakan untuk aktivitas belajar secara teoritis adalah 3 jam. Siswa waktu yang lain selalu diisi dengan gerakan (olahraga). Waktu istirahat, melakukan gerakan bahkan dalam kelas, dan melakuakn aktivitas olahraga sendiri dianggap begitu penting. Tidak ada kesan menjejali siswa dengan aneka teori.

Penulis baru membaca buku ini pada 2019, setahun setelah penulis menerbitkan buku Creative Teaching, Mengajar Mengikuti Kemauan Otak (Gramedia, 2018). Dalam buku ini, ditonjolkan tentang gerak. Gerakan menjadi praysarat dimungkinkannya penerimaan pembelajaran dengan baik. Dengan bergerak maka akan terjadi kelancaran dalam sirkulasi oksigen. Dengan lancarnya oksigen maka otak akan bekerja secara maksimal.

Korelasi ini bukan sebuah kebetulan. Paul Paul Dennison, pendiri Brain Gym, mengatakan hal yang sama: “movement is the door to learning”. Ia menekankan tentang pentingnya gerakan karena justru menjadi pintu menuju ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, apabila tanpa gerak, maka proses penyerapan ilmu pengetahuan akan susah terjadi.

Di sinilah terlihat korekasi yang sangat penting yang menjadikan olahraga menjadi bagian penting dan bukan sampingan seperti yang dikira banyak orang. Olahraga justru menjadi bagian tak terpisahkan karena dapat menyeimbangkan tubuh remaja yang sedang dalam masa perubahan yang sangat besar. Adanya perubahan tubuh yang disertai dengan perubahan psikologis, kerap mengganggu rasa percaya diri remaja.

Tidak hanya itu. Hormon adalah zat kimia dalam tubuh yang berfungsi sebagai katalis kerap menjadi berlebihan oleh karena makanan dan minuman (selain udara) dengan zat kimia tinggi ikut turut menyulut perkembangan hormonal yang sudah ada. Akibatnya remaja zaman sekarang menjadi sangat tidak fokus.

Di sinilah pentingnya olahraga. Ia dapat ‘menjadi jawaban yang dapat melerai gejolak hormonal dan dapat menenangkan remaja. Pada sisi lain, apabila kondisi fisik hormonal seperti ini tidak diperhatikan dalam proses pendidikan, maka bisa dipastikan bahwa proses pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik.

Anak remaja akan merasa bosan terhadap pembelajaran apalagi yang dilaksanakan tanpa dinamika. Para remaja kemudian melakukan aktivitas lain yang bisa saja tidak dikehendaki guru. Cap malas dan nakal oleh aneka kenakalan remaja bisa saja menjadi cap yang tepat atas beragamnya reaksi remaja.

Tetapi kalau diteliti lebih jauh, reaksi itu terjadi atas hal yang tidak sejalan. Perkembangan hormonal dalam tubuh tidak ditanggapi dan diberi ruang untuk perwujudannya khususnya melalui gerak dan terutama dengan melakuakn aktivitas olahraga.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Memadukan

Melihat korelasi yang sangat erat antara gerak (olahraga) dan pendidikan, maka perpaduan akan perlu diperhatikan. Itu bisa dilakukan dalam beberapa hal, serta telah diterapkan penulis dalam pendidikan di SMA Sekolah Keberbakatan Olahraga San Bernardino di Lembata NTT.

Pertama, gerakan dalam pembelajaran perlu dipadukan. Artinya, dalam belajar, guru perlu melibatkan siswa untuk secara aktif dalam belajar. Metode pembelajaran ilmiah seperti: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikan/mengolah informasi; dan.mengkomunikasikan adalah aktivitas yang tidak bisa tidak dilakukan dengan bergerak.

Siswa harus melakukan aktivitas. Ia tidak duduk tenang di tempat tetapi berinteraksi dengan siswa lainnya. Mengamati sesuatu misalnya bisa dilakuakn dalam kelas, di luar ruangan, di lab, atau di tempat lain yang mengandaikan perlunya perpindahan tempat dari sebelum dan sesudahnya.

Kedua, pembelajaran berbasis proyek yang interdisipliner memungkinkan agar mata pelajaran bisa bekerja sama termasuk dengan olahraga. Terbayang, ketika guru mengajarkan bahasa Inggris, bisa menempatkan obyek yang bertuliskan bahasa Inggris lalu selanjutnya siswa dapat berlari sambil mengambil obyek yang dimaksud. Guru Fisika dalam mengajar tentang gaya, bisa saja melakukan percobaan dengan menendang bola. Di sana tarikan atau dorongan suatu benda (bola) bisa menyebabkan (gerakan) perpindahan suatu barang.

Pada percobaan seperti ini akhirnya para siswa (remaja) mengetahui bahwa korelasi seperti ini membenarkan bahwa para olahragawagan yang sukses hampir semuanya memiliki tingkatan IQ yang tinggi. Contoh dari 5 pemain dengan IQ tinggi seperti Gerard Pique (170), Frank Lampard (150), Mario Balotelli (147), Romelu Lukaku (145) atau Andrey Arshavin (143) membuktikan bahwa korelasi itu ada.

Ketiga, melihat pentingnya olahraga, maka di SKO San Bernardino Lembata, sudah menjadi komitmen sejak awal siswa melakukan kegiatan olahraga pada pagi hari. Dengan udara segar dan kekuatan yang masih ada, siswa melakukan aktivitas sekitar 2 jam. Setelahnya mereka bisa bisa pulang ke rumah dan selanjutnya akan kembali ke sekolah untuk aktivitas belajar.

Metode dan irama seperti ini terbukti efektif karena dengan berolahraga hormon-hormon yang banyak mendapatkan ruang untuk diaktualisasikan melalui gerak. Hasil dari gerak tidak hanya menghasilkan keringat tetapi juga menjadikan tubuh lebih segar dan siap untuk pembelajaran.

Pemahaman dan praktik yang telah dilakukan membenarkan bahwa memang antara gerak (olahraga) dan ilmu pengetahuan terdapat keterkaitan yang erat. Pendidikan Finlandia telah menerapkan dan terbukti menjadi yang terdepan dalam pendidikan.

Di banyak lembaga pendidikan telah menerapkan hal yang sama. Kita yakin, dengan pandangan seperti ini ke depannya akan menghasilkan generasi cerdas yang lebih seimbang, seperti pernah diungkapkan Albert Eistein. Baginya hidup itu seperti naik sepeda. Agar seimbang, maka kita harus bergerak. Bila proses ini dilakukan, maka ke depannya, Einsten baru bisa dihasilkan justru dari kombinasi antara olahraga dan ilmu pengetahuan.

Robert Bala

Penulis buku Creative Teaching, Mengajar Mengikuti Kemauan Otak (Grasindo, 2018) dan Mengajar Creative, Pembelajaran Jarak Jauh (Grasindo 2021).