Fenomena Abdukodir Khusanov ke Man City, Bukti Sepak Bola Indonesia Harus Belajar dari Uzbekistan

Abdukodir Khusanov, bek tengah berusia 20 tahun asal Uzbekistan, semakin dekat untuk bergabung dengan Manchester City setelah klub tersebut mencapai kesepakatan dengan RC Lens.

BolaCom | Gregah NurikhsaniDiterbitkan 12 Januari 2025, 19:45 WIB
Bek asal Uzbekistan #25, Abdukodir Khusanov, bereaksi selama pertandingan babak 64 besar Piala Prancis antara Lens dan Paris Saint-Germain, di Stadion Bollaert-Delelis di Lens, Prancis utara, pada 22 Desember 2024. (FRANCOIS NASCIMBENI/AFP)

Bola.com, Jakarta - Abdukodir Khusanov, bek tengah berusia 20 tahun asal Uzbekistan, semakin dekat untuk bergabung dengan Manchester City setelah klub tersebut mencapai kesepakatan dengan RC Lens. Manchester City telah mengajukan tawaran sebesar £33,5 juta (sekitar €40 juta) ditambah bonus, yang telah diterima oleh Lens.

Khusanov, yang sebelumnya bergabung dengan Lens dari klub Belarusia Energetik-BGU pada musim panas 2023 dengan biaya hanya €100.000, kini berpotensi menjadi rekrutan pertama City di jendela transfer Januari 2025. Dia dijadwalkan untuk menandatangani kontrak selama empat setengah tahun, dengan opsi perpanjangan hingga Juni 2030.

Advertisement

Sumber-sumber mengindikasikan bahwa perwakilan Khusanov saat ini berada di Manchester untuk membahas detail akhir dari transfer ini, dan kemungkinan akan ada pemeriksaan medis dalam waktu dekat sebelum pengumuman resmi dilakukan.

Kedatangan Khusanov diharapkan dapat mengisi kekosongan di lini pertahanan City yang saat ini mengalami cedera pada beberapa pemain kunci seperti Rúben Dias dan John Stones. Pelatih Pep Guardiola sangat membutuhkan tambahan bek tengah untuk memperkuat skuadnya.

Dengan transfer ini, Khusanov tidak hanya akan menjadi pemain kunci bagi Manchester City tetapi juga berpotensi menjadi salah satu pemain termahal di Asia.


Sepak Bola Mengubah Uzbekistan

Bek Uzbekistan #03, Abdukodir Khusanov, bereaksi setelah pertandingan Grup C putra antara Republik Dominika dan Uzbekistan selama Olimpiade Paris 2024 di Parc des Princes di Paris pada 30 Juli 2024. (Ben STANSALL/AFP)

Saat Timnas Indonesia sedang terus ber-progress di bawah komando Patrick Kluivert, ternyata Uzbekistan telah menyiapkan rencana matang sejak lama dan terstruktur rapi. Sudah saatnya sepak bola Tanah Air belajar banyak dari tim berjulukan White Wolves tersebut.

Sepak bola Asia saat ini masih dirajai oleh beberapa tim Asia Timur dan Timur Tengah. Jepang, Korea Selatan, Iran, hingga Arab Saudi merupakan langganan Benua Kuning di pentas internasional.

Belakangan muncul 'anak baru' seperti Qatar. Namun kekuatan Uzbekistan sepertinya bakal sering mewarnai headline di masa-masa mendatang.

Sepak bola Uzbekistan berkembang pesat, tidak cuma di level senior saja, tetapi juga di level kategori usia atau junior. Keterlibatan pemerintah dan swasta jadi satu di antara faktor penting.

Bagaimana revolusi sepak bola Uzbekistan, negara yang baru merdeka pada 1991, bisa menempatkan namanya di peta dunia?


Dari SSB Jadi Akademi

Pemain Uzbekistan U-20, Abbosbek Fayzullaev mengontrol bola di depan pemain Australia U-20, Alessandro Lopane pada laga perempatfinal Piala Asia U-20 2023 di Milliy Stadium, Tashkent, Uzbekistan, Sabtu (11/3/2023). (AFC/Sayed Husain Ebrahim)

Grassroots. Itulah kuncinya. April 2023, Presiden Uzbkeistan, Shavkat Miromonovich Mirziyoyev, menandatangani dekrit yang sangat krusial, mengubah sekolah sepak bola (SSB) menjadi akademi sepak bola.

Dinukil dari Gazeta.uz, Uzbekistan belajar banyak dari Jepang hingga Kroasia. Pemerintah kemudian memperbanyak kompetisi sepak bola dari level paling bawah, yakni masyarakat. Football festive dimasyarakatkan, menyentuh anak-anak bahkan pra-sekolah.

Taufik Jursal, penggiat sepak bola usia dini, menegaskan bahwa momentum kejayaan sepak bola Indonesia harus dijaga, dirawat, dan dikembangkan secara berjenjang. Dengan begini, sepak bola sebagai alat bangsa bisa terukur dari grassroots.

"Kita harus maksimalkan momentum Timnas Indonesia U-23 menjadi pijakan untuk siapkan pemain muda muda melalui kompetisi berjenjang. Kita harus siapkan turnamen U-13, U-15, dan U-17," kata Taufik.

"Berikan Asprov tiap provinsi sebuah program kompetisi, gandeng juga askot atau askab, yang artinya benar-benar menyeluruh sampai tingkatan desa. Kalau begini asprov bisa memiliki database pemain sepak bola muda."


Piramida Kompetisi Uzbekistan

Gol Muhammad Ferrari dianulir VAR. Momen itu terjadi saat Bek Timnas Indonesia U-23 tersebut berhasil menggetarkan jala Uzbekistan pada menit ke-61 setelah memanfaatkan kemelut di dalam kotak penalti. Sayangnya, gol itu dibatalkan melalui keputusan wasit Shen Yinhao setelah meninjau VAR. Bagian kaki Ramadhan Sananta terlihat terperangkap offside sebelum Ferrari mencetak gol. (AFP/Karim Jafaar)

Secara garis besar, Uzbekistan memilik 5 Tier kompetisi. Tier paling tinggi, yakni Tier 1 berisikan Super League, yang terdiri atas kompetisi tim utama dan U-21 atau development skuad (beberapa negara memainkan kompetisi U-23).

Kemudian di Tier 2 ada Pro Liga, berisikan tim utama di Uzbekistan plus kompetisi untuk tim U-19. Setelah itu ada First League, Second League, bahkan Regional Championship yang khusus mempertandingkan tim U-16.

Di luar piramida tersebut, ada pula Uzbekistan Cup yang diikuti oleh 14 tim Super League (Tier 1), 10 tim Pro Liga, dan 8 tim First League.

Dengan sistem kompetisi yang rapi ditambah totalitas dalam memajukan grassroots tidak heran jika Uzbekistan mampu menjadi tim yang prima di sepak bola Asia.


Kompetisi Berjenjang Sejak Usia Muda

Timnas Indonesia U-23 harus mengakui keunggulan Uzbekistan U-23 dengan skor 0-2 pada laga semifinal Piala Asia U-23 2024 di Abdullah bin Khalifa Stadium, Doha, Qatar, Senin (29/4/2024) malam WIB. Sempat mencetak gol lewat sontekan Muhammad Ferarri pada menit ke-61 yang akhirnya dianulir melalui rekaman VAR, Garuda Muda akhirnya kebobolan dua gol melalui Khusayin Norchaev (68') dan gol bunuh diri Pratama Arhan (87') setelah sebelumnya Rizky Ridho dikartu merah pada menit ke-83. Kelolosan Timnas Indonesia U-23 ke Olimpiade Paris pun harus tertunda dan masih mempunyai peluang pada perebutan tempat ketiga atau playoff melawan wakil Afrika, Guinea. (AFP/Karim Jaafar)

Selain punya fisik prima, ternyata, keberhasilan Timnas Uzbekistan U-23 di Piala Asia U-23 tak lepas dari kompetisi berjenjang sejak usia muda. Uzbekistan memiliki liga untuk pesepak bola U-16 yang diberi nama U-16 Chempionati.

Setelah berlaga di U-16 Chempionati, pesepak bola muda bisa melanjutkan penampilan di U-19 Chempionati dan U-21 Chempionati. Memiliki persaingan liga yang ketat di setiap jenjang usia, tak heran akhirnya Uzbekistan memiliki stok berlimpah untuk pemain muda.

Selain itu, mereka memiliki sederet pesepak bola muda berbakat yang menjalani karier di Eropa, seperrti Abdukodir Khusanov (Lens), Abbosbek Fayzullaev (CSKA Moscow), dan Umarali Rakhmonaliev (Rubin Kazan).

Liga Uzbekistan, Superliga, juga masuk jajaran satu di antara kompetisi bergengsi di Asia. Mereka pun mengirimkan wakilnya untuk tampil di Liga Champions Asia.

"Ketika 2027, dan selanjutnya apa blue print, navigasi berikutnya jawabannya hanya kompetisi berjenjang U-13 hingga U-17 dan Kompetisi Perserikatan Amatir harus digelar kembali," ujar Taufik Jursal memungkasi.