3 Pelatih Asal Belanda yang Pernah Menorehkan Memori Manis di Asia, Patrick Kluivert Bisa Menyusul?

Berikut ini tiga pelatih asal Belanda yang pernah meninggalkan kenangan manis di kawasan Asia di bawah ini.

BolaCom | Choki SihotangDiperbarui 13 Januari 2025, 20:03 WIB
Pelatih kepala baru Timnas Indonesia, Patrick Kluivert memberikan keterangan pada acara konferensi pers mengenai perkenalan pelatih baru Timnas Indonesia di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Minggu (12/01/2025). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Bola.com, Jakarta - Oke. Kini, ratusan juta rakyat Indonesia menanti janji Patrick Kluivert. Sebagai pelatih anyar pilihan PSSI, ia harus bisa membawa Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026.

Meski berat, eks mesin gol Barcelona tersebut siap merealisakan target. "Kami ingin mencapai target yang telah ditetapkan. Itu adalah fokus utama saya di sini,” katanya saat diperkenalkan secara resmi sebagai juru taktik Skuad Garuda, Minggu (12/1/2025).

Advertisement

Untuk lolos langsung ke final, Patrick Kluivert harus memenangi tiga laga terdekat lanjutan Grup C ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Maret nanti, ada dua laga yakni tandang ke Australia (20/3/2025) dan lima hari berselang menjamu Bahrain di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Lalu, pada 5 Juni, masih di Jakarta, Jay Idzes dkk. akan meladeni China.

Timnas Indonesia saat ini bercokol di posisi ketiga klasemen dengan tabungan enam poin hasil dari satu kemenangan, tiga kali seri, dan dua kali kalah.

Jadi, jika bisa meraup sembilan angka maka kans Indonesia guna lolos langsung ke Piala Dunia 2026 terbuka lebar karena berpeluang finis sebagai runner-up.

"Itu seperti pertandingan final bagi kami," kata Patrick Kluivert.

Meski tak semua yakin dengan kemampuan Patrick Kluivert, mengingat rekam jejaknya kala menukangi Curaçao, Ajax U-19, serta klub antah berantah Adana Demirspor tak begitu meyakinkan, tapi setidaknya ia layak diberi kesempatan.

Bukan tak mungkin nasib baik berpihak kepada kelahiran 1 Juli 1976, seperti tiga pelatih asal Belanda yang pernah meninggalkan kenangan manis di kawasan Asia di bawah ini. 

 


Guus Hiddink

Guus Hiddink. Eks pelatih berusia 75 tahun yang kini menjadi Direktur Teknik Timnas Curacao sejak awal Mei 2022 ini merupakan pelatih kedua asal Belanda yang mampu meraih trofi Piala Champions. Ia meraihnya di musim kedua pada periode pertamanya membesut PSV Eindhoven pada musim 1987/1988 usai mengalahkan Benfica lewat adu penalti di partai final. Total ia menukangi PSV selama 3 tahun di periode pertamanya, mulai Maret 1987 hingga Juni 1990. (AFP/Jacques Demarthon)

Banyak yang bilang, tak ada lagi pelatih asing yang akan mampu membawa negara Asia ke semifinal Piala Dunia selain Guus Hiddink.

Guus Hiddink bikin dunia merinding ketika di luar nalar ia memimpin Timnas Korea Selatan merangsek ke semifinal Piala Dunia 2002.

Jika saja saat itu mereka bisa mengalahkan Jerman di semifinal, bukan tak mungkin Taegeuk Warriors-lah yang menjadi juara. Sayang, pasukan Guus Hiddink tumbang 0-1 dari Der Panzer.

Selepas ditekuk Jerman, Korsel juga harus mengakui ketangguhan Turki saat keduanya bertarung dalam perebutan tempat ketiga.

Pencapaian tersebut membuat rakyat Korsel bangga, terharu, sekaligus tak percaya seakan-akan mereka tengah bermimpi di siang bolong.

Kesuksesan Guus Hiddink membawa Korsel terbang tinggi melewati ekspektasi membuat juru taktik yang kini berusia 78 tahun bak 'dewa'. Ia begitu dihormati sekaligus dicintai, bahkan sampai detik ini.

 


Jan Mastenbroek

Saat masih bernama Hindia Belanda, Indonesia menjadi negara Asia pertama yang mencicipi kerasnya Piala Dunia. Sejarah itu terpahat pada 1938, saat turnamen terakbar sejagat dihelat di Prancis.

Jan Mastenbroek yang dipercaya sebagai ahli racik membawa mesin tempurnya, termasuk bakat-bakal lokal top macam Achmad Nawir seorang mahasiswa kedokteran di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), Sutan Anwar (VIOS Batavia), Suvarte Soedamardji (HBS Soerabaja), Isaac Pattiwael (VV Jong Ambon Tjimahi), dan Frans Alfred Meeng (SVVB Batavia).

Ketika itu, kalah sekali langsung gugur. Nah, pasukan Jan Mastenbroek langsung berjumpa Hungaria yang saat itu merupakan 'raksasa' dunia. Achmad Nawir dkk. tumbang 0-6.

Meski begitu, penampilan Indonesia sempat menyedot perhatian. "Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian," bunyi laporan koran Perancis L’Equipe, edisi 6 Juni 1938.

 


Wiel Coerver

Ia dijuluki The Albert Einstein of Football. Metode kepelatihannya yang tak biasa membuat Wiel Coerver dijuluki seperti itu.

Salah satu legenda terhebat sepanjang masa Indonesia, Anjas Asmara, menyebut Wiel Coerver merupakan layak masuk daftar nakhoda terbaik yang pernah menangani Indonesia.

Wiel Coerver sebenarnya tak lama menukangi Skuad Garuda, dari 1975 hingga 1976 lalu dipanggil lagi pada 1979. Namun, dalam waktu singkat ia mampu meletakkan dasar-dasar sepak bola modern yang kemudian diteruskan oleh Sinyo Aliandoe, Harry Tjong, dan Bertje Matulapelwa.

Di bawah bimbingan Wiel Coerver, Timnas Indonesia berhasil menembus final SEA Games pada 1979 tapi kalah adu penalti dengan Thailand.

Itu merupakan kegagalan terpahit kedua Wiel Coerver bareng Timnas Indonesia setelah pada 26 Februari 1976 juga kalah adu penalti di final melawan Korea Utara. Kekalahan itu sekaligus mengubur Indonesia untuk lolos ke Olimpiade Montreal 1976.

Tapi, meskipun begitu, Wiel Coerver tetap mendapat tempat itimewa di hati rakyat Indonesia, terlebih bagi pemain yang pernah menjadi anak didiknya.

 

Berita Terkait