Bola.com, Jakarta - Setelah penantian panjang, Brasil akhirnya memiliki pelatih tetap—dan untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, pilihannya jatuh pada sosok asing.
Carlo Ancelotti, pelatih kawakan asal Italia yang telah meraih segalanya dalam sepak bola Eropa, akan memimpin Selecao menuju Piala Dunia 2026.
Penunjukan Ancelotti adalah langkah yang mencolok dan belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam sebuah negara yang identitas sepak bolanya begitu terikat pada keindahan permainan, memercayakan timnas kepada pelatih dari luar negeri adalah pertaruhan besar—cerminan dari hasrat untuk menang dan kesadaran akan krisis yang tengah melanda tim nasional.
"Ancelotti dipilih karena ia memiliki rekam jejak kesuksesan yang tiada banding," ujar Tim Vickery, pakar sepak bola Amerika Selatan.
Krisis dan Kejatuhan
Sudah lebih dari dua dekade sejak Timnas Brasil terakhir kali mengangkat trofi Piala Dunia, tepatnya pada 2002. Sejak saat itu, catatan mereka di turnamen terbesar sepak bola dunia menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan.
Kekalahan memalukan 7-1 dari Jerman di kandang sendiri pada 2014, tersingkirnya mereka oleh Belgia di 2018, dan kegagalan adu penalti melawan Kroasia di perempat final 2022—semuanya memperlihatkan pola: Brasil selalu tumbang saat menghadapi tim Eropa di fase gugur.
"Sejak 2002, setiap kampanye Brasil di Piala Dunia berakhir saat mereka bertemu lawan dari Eropa," kata Vickery.
"Ini jadi semacam kutukan yang ingin mereka patahkan. Mereka memilih pelatih Eropa karena merasa perlu seseorang yang memahami lawan yang harus mereka taklukkan," lanjutnya.
Performa Brasil di kualifikasi Piala Dunia pun memprihatinkan. Kekalahan 1-4 dari Argentina bukan sekadar hasil buruk, tetapi sinyal paling kuat bahwa tim ini kehilangan arah.
Dorival Junior, pelatih yang sebelumnya memulai masa jabatannya dengan kemenangan mengejutkan atas Inggris di Wembley, akhirnya didepak setelah performa buruk itu.
Dalam laga kontra Argentina, Brasil seperti kehilangan identitas. Tidak ada keseimbangan lini tengah, dan para pemain seperti Andre (Wolves) dan Joelinton (Newcastle) tampak berlarian tanpa arah.
Padahal dengan kecepatan pemain seperti Vinicius Jr, Rodrygo, Raphinha, dan Savio, Brasil seharusnya bisa bermain efektif lewat serangan balik, seperti saat menundukkan Inggris 1-0.
Ancelotti, Solusi Jangka Pendek?
Konfederasi Sepak Bola Brasil (CBF) akhirnya merealisasikan "Proyek Ancelotti"—sebuah rencana ambisius yang telah lama mereka impikan.
Pelatih berusia 65 tahun itu akan resmi memulai tugasnya pada 26 Mei 2025, setelah menyelesaikan masa baktinya di Real Madrid, dengan Xabi Alonso menjadi penerusnya di Los Blancos.
Kehadiran Don Carlo di Brasil disambut dengan harapan besar, bukan hanya karena koleksi trofi yang mengesankan—termasuk lima gelar Liga Champions dan juara liga di lima negara berbeda—melainkan juga karena kepribadiannya yang tenang dan kemampuannya membangun ruang ganti yang stabil.
"Tidak akan ada pemain senior yang meragukannya," jelas Vickery.
"Ia langsung punya kredibilitas."
Ancelotti memang bukan pelatih revolusioner seperti Pep Guardiola, tetapi ia dikenal sebagai manajer yang mampu memaksimalkan potensi para pemain bintang.
Ia lebih mengandalkan pendekatan pragmatis dan hubungan personal, terutama dengan para pemain Brasil seperti Vinicius Jr dan Rodrygo yang sudah sangat akrab dengannya sejak di Madrid.
"Guardiola menciptakan hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ancelotti melakukan hampir semua yang sudah pernah dilakukan, dengan sangat baik," tulis Carlos Mansur, jurnalis Brasil.
Pendekatan ini bisa sangat cocok untuk Brasil yang sedang krisis kepercayaan diri dan membutuhkan stabilitas menjelang Piala Dunia.
Perubahan Budaya dan Tantangan
Secara historis, Brasil sangat jarang memercayakan timnasnya kepada pelatih asing. Dalam lebih dari 100 tahun sejarah mereka, hanya tiga pelatih non-Brasil yang pernah menangani Selecao—dan itu pun hanya dalam tujuh pertandingan.
Terakhir kali terjadi pada 1965, saat Filpo Nunez dari Argentina menangani satu laga persahabatan.
Namun, situasi mulai berubah sejak Jorge Jesus, pelatih asal Portugal, meraih sukses besar bersama Flamengo pada 2019. Ia membawa klub tersebut menjuarai liga dan Copa Libertadores dengan gaya main menyerang yang disukai publik Brasil.
Sejak saat itu, pelatih asing mulai diterima di liga domestik, dan kini langkah itu ditiru oleh timnas.
Ancelotti pun akan jadi pelatih asing pertama yang benar-benar berkuasa penuh atas Selecao. Namun, rencananya untuk tetap berbasis di Eropa akan menjadi isu kontroversial di Brasil, negara yang masih menilai kehadiran fisik pelatih sebagai bagian dari komitmen terhadap sepak bola nasional.
Apa yang Bisa Diharapkan?
Ancelotti dikenal mampu membangun tim yang tenang dan solid, bahkan dalam tekanan besar.
Keberhasilannya membawa Real Madrid menjuarai Liga Champions 2022 dengan membalikkan situasi di laga-laga dramatis melawan Chelsea dan Manchester City menunjukkan bahwa ia memiliki resep khusus: keseimbangan emosional dan kecermatan taktis.
Gaya permainan yang ia usung di Milan—terstruktur, elegan, dan defensif, tetapi tetap berbahaya saat menyerang—mampu menyatukan pragmatisme dan kreativitas. Di Madrid, ia memberi ruang bagi Vinicius Jr dan Rodrygo untuk mengekspresikan diri, sambil menjaga disiplin kolektif.
"Vinicius sangat menyukai bekerja dengannya. Ia pasti senang dengan penunjukan ini," ujar Vickery.
Nama-nama seperti Casemiro pun mungkin akan kembali ke panggung utama untuk menambal kelemahan Brasil di lini tengah. Dan jika Ancelotti mampu mengeluarkan performa terbaik Vinicius—yang sejauh ini belum konsisten di timnas—maka, sebagian beban besar tim bisa dikurangi.
"Ancelotti akan jadi penangkal kritik publik—itu akan mengurangi tekanan bagi para pemain," kata Vickery lagi.
"Meski ada pihak di komunitas pelatih Brasil yang berharap ia gagal, para pemain justru jadi yang paling tidak terdampak."
Momen Penentu
Penunjukan Ancelotti adalah momen besar. Ini bukan sekadar pergantian pelatih, tetapi titik balik dalam sejarah sepak bola Brasil. Ia datang bukan hanya untuk memperbaiki tim, tetapi juga mengubah cara dunia memandang identitas sepak bola Brasil di era modern.
Dan jika ia berhasil—mengembalikan kejayaan, mengangkat trofi, dan membangun kembali rasa percaya diri di tanah kelahiran jogo bonito—maka, sejarah akan mencatatnya bukan hanya sebagai pelatih yang berhasil memulihkan kejayaan Brasil, tetapi juga sebagai sosok yang mengubah cara dunia memandang sepak bola Brasil — bukan lagi sekadar soal gaya bermain indah, tetapi juga soal kedewasaan, kedisiplinan, dan efektivitas.
Ancelotti bisa menjadikan 'Brasil' bukan hanya identitas lama yang romantis, melainkan kekuatan modern yang relevan dan ditakuti kembali.