Bola.com, Jakarta - Matheus Cunha digadang-gadang sebagai solusi yang dibutuhkan Manchester United (MU) untuk menghidupkan kembali lini serang mereka yang tumpul.
Dalam berbagai aspek penting seperti efektivitas mencetak gol, kreativitas, hingga keberhasilan dribel, pemain asal Brasil itu dinilai unggul dibandingkan Alejandro Garnacho, satu di antar talenta muda paling menjanjikan milik Setan Merah.
Dengan musim 2024/25 yang mengecewakan sebagai latar belakang, MU bertekad membangun ulang di bawah pelatih baru Ruben Amorim.
Dalam konteks ini, Cunha—yang tampil menonjol bersama Wolverhampton Wanderers—dianggap sebagai rekrutan strategis yang sesuai pendekatan taktis Amorim.
Lebih Efisien dan Kreatif
Jika dilihat dari data Premier League musim lalu, Cunha menunjukkan produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan Garnacho. Dalam catatan kontribusi gol (gabungan gol dan assist) per 90 menit, Cunha mencatat angka 0,73, lebih dari dua kali lipat pencapaian Garnacho yang hanya 0,33
Statistik lain juga berpihak pada Cunha: ia mencatat 1,52 tembakan tepat sasaran per laga, dibandingkan 1,19 milik Garnacho. Dalam urusan menciptakan peluang, Cunha unggul dengan rata-rata 1,94 umpan kunci per pertandingan, dibanding 1,52 milik Garnacho.
Jurnalis BBC Radio Manchester, Gaz Drinkwater, bahkan secara lugas menyatakan bahwa "Matheus Cunha adalah pemain yang lebih baik daripada Garnacho", dan angka-angka tersebut tampaknya membenarkan pernyataan itu.
Dribel Tajam, Bukan Sekadar Gaya
Kendati Garnacho lebih sering melakukan dribel progresif (5,78 berbanding 3,88), Cunha justru lebih efektif dalam menjalankannya.
Tingkat keberhasilan dribel Cunha mencapai 45 persen—setara pemain seperti Amad Diallo (47 persen)—sedangkan Garnacho hanya mencatatkan 29 persen.
Hal ini berarti Cunha tidak hanya berani melakukan tusukan, tetapi juga jauh lebih sering sukses melakukannya, yang tentunya menciptakan tekanan lebih besar bagi pertahanan lawan.
Kematangan dan Pengalaman Jadi Pembeda
Selain statistik, aspek non-teknis seperti pengalaman juga membedakan keduanya. Cunha, yang berusia 26 tahun, enam tahun lebih tua dari Garnacho, telah melewati fase pembentukan dan tampil konsisten di level tertinggi.
Di sisi lain, Garnacho masih dalam tahap pengembangan dan belum mencapai puncak performanya.
Hal ini menjadi penting karena satu di antara keluhan besar terhadap lini serang MU musim lalu adalah minimnya kreativitas dan ketajaman.
Seorang analis taktik, Dharnish Iqbal, menilai MU kekurangan sosok yang bisa "mengambil bola dan melakukan sesuatu dengannya".
Dalam konteks ini, Cunha memiliki profil yang sangat cocok: ia bisa menciptakan peluang, menusuk pertahanan lawan dengan dribel, dan menuntaskan peluang dari situasi sulit. Satu di antara contoh nyatanya adalah gol solo impresif yang ia cetak saat menghadapi Nottingham Forest.
Cocok dengan Filosofi Amorim
Keunggulan lain dari Cunha adalah kecocokannya dengan sistem Ruben Amorim. Ia telah terbiasa bermain dalam formasi tiga bek bersama Wolves, terutama di peran gelandang serang kiri.
Pengalaman ini membuatnya piawai dalam menerima bola di ruang sempit, membuka ruang untuk rekan setim, serta membantu mengalirkan bola dari belakang ke area berbahaya.
Cunha juga memiliki kecerdasan posisi: ia mampu turun ke tengah untuk menerima bola, menarik perhatian bek lawan, dan menciptakan celah di lini pertahanan. Kemampuannya menembus "ruang antarlini" (half-space) menjadikannya alat taktis yang fleksibel dalam skema ofensif MU yang ingin dibangun Amorim.
Solusi Instan, Bukan Proyek Jangka Panjang
Meski Garnacho tetap menjadi aset penting jangka panjang dengan potensi besar, Cunha hadir sebagai solusi instan: ia menawarkan produktivitas yang lebih baik, pengalaman, serta fleksibilitas peran.
Ketika MU membutuhkan peningkatan langsung di lini depan, Cunha tampaknya lebih siap mengisi kekosongan tersebut.
Dengan semua atribut itu, Cunha digambarkan sebagai percikan baru (the spark) yang dibutuhkan MU untuk menghidupkan kembali lini serang mereka.
Jika semua berjalan sesuai rencana, pemain asal Brasil ini bisa menjadi kunci bagi kebangkitan Setan Merah di era baru di bawah Ruben Amorim.