Kisah Unik Sampanye dan Kacamata, Inspirasi Fesyen Selebrasi Balapan dan NBA ke Sepak Bola: Kerek Nike, Under Armour sampai Oakley

Ternyata ada rahasia unik dibalik kebiasaan menggunakan kacamata saat perayaan sampanye.

BolaCom | Nurfahmi BudiDiterbitkan 09 Juni 2025, 19:55 WIB
Bintang Barcelona, Lamine Yamal, berpose dengan trofi juara Copa del Rey setelah timnya mengalahkan Real Madrid dengan skor 3-2 pada laga final yang berlangsung Minggu (27/4/2025) dini hari WIB. Yamal menjadi satu di antara orang yang menggunakan kacamata sebagai piranti perayaan juara. (AP Photo/Jose Breton)

Bola.com, Jakarta - Banyak tradisi menarik di arena olahraga yang sanggup membetot perhatian publik. Namun, tak banyak yang tahu asal muasal dari kebiasaan yang pada akhirnya jadi rutinitas wajib di zona kompetitif.

Satu di antara korelasi yang biasa terlihat adalah kebiasaan sampanye. Nah, lebih berhubungan lagi, kocokan sampanye yang disemprotkan keluar dari boto, biasanya mengarah ke orang yang di samping ataupun sekadar diarahkan ke udara.

Advertisement

Pada fase ini, publik pasti sudah mahfum jika kacamata adalah aksesoris yang wajib dipakai. Nah, sebagian dari kalian pasti belum tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai ada tradisi gabungan penyemprotan sampanye dan kacamata.

Piala dan cincin telah lama menjadi simbol kemenangan olahraga, tetapi aksesori baru kini dengan cepat menjadi ciri khas perayaan juara: kacamata champagne atau champagne shades. Berasal dari olahraga Amerika, tren ini kini menembus dunia sepak bola Eropa dengan perpaduan gaya dan sikap budaya yang khas.


Asal Usul dan Perkembangan Kacamata Champagne

Pemain Barcelona, Lamine Yamal merayakan kemenangan setelah timnya mengalahkan Real Madrid dalam laga final Copa Del Rey di La Cartuja stadium, Sevilla, Spanyol. (AP Photo/Joan Monfort)

Tradisi merayakan kemenangan dengan champagne sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Hal ini terjadi di dunia motorsport. Kala itu, pembalap Italia, Tazio Nuvolari menerima sebotol 'Moet & Chandon' setelah kemenangannya di Vanderbilt Cup 1936. 

Lalu, pada 1969, Formula One menetapkan penyemprotan champagne sebagai ritual podium, seolah merelasikan anggur yang berkilauan dengan kejayaan atlet di lintasan.

Namun, kebutuhan praktis melindungi mata selama hujan sampanye melahirkan kacamata champagne. Legenda bisbol, David ‘Big Papi’ Ortiz dipuji karena mempopulerkan konsep ini pada awal 2000-an.

NY Times menulis, David menggunakan kacamata renang untuk melindungi matanya setelah mengalami pengalaman menyakitkan dalam perayaan sebelumnya. Kacamata ini melindungi pemain dari iritasi alkohol dan bahaya busa yang melesat dengan kecepatan hingga 30 mil per jam.

Hasil riset menyatakan, kecepatan busa yang berasal dari pelepasan hasil pengocokan sampanye, bisa menyebabkan cedera serius. Contoh nyata terjadi kepada pesepeda Biniam Girmay, yang harus mundur dari Giro d’Italia karena cedera mata akibat busa keras dari sampanye.

NBA semakin mempopulerkan kacamata khusus sampanye pada 2013. Saat itu, Ray Allen mengenakan kacamata ski Oakley saat perayaan di ruang ganti Miami Heat. 

Sejak itu, kacamata ini menjadi bagian tak terpisahkan dari cerita juara NBA. Mode ini selalu tak lekang ketika selebrasi sosok seperti LeBron James, Giannis Antetokounmpo, dan Steph Curry. Tiga orang ini memakai kacamata bermerek dari Nike, Under Armour, dan Jordan Brand.

Walhasil, penggunaan kacamata tak sekadar melindungi diri dari cairah, melainkan pernyataan mode dan peluang branding.


Dari Ruang Ganti Amerika ke Lapangan Sepak Bola Eropa

Pembalap Red Bull, Max Verstappen (kanan) merayakan kemenangan dengan menyemprotkan sampanye ke arah rekannya, Sergio Perez setelah Formula 1 GP Jepang 2024 di Sirkuit Suzuka, Jepang, Sabtu (07/04/2024). (AP Photo/Hiro Komae)

Berawal dari kebutuhan praktis, kini berkembang menjadi fenomena budaya dan ikon gaya. Baru-baru ini, tren ini menyeberang ke Eropa dan diadopsi beberapa nama besar sepak bola saat mengangkat trofi.

Bintang muda Barcelona berusia 17 tahun, Lamine Yamal, mencuri perhatian. Ia memakai dua pasang kacamata hitam sekaligus saat mengarak trofi Copa del Rey pada April 2025, menandai hadirnya 'champagne shades' di sepak bola Eropa. 

Pemain Serie A seperti Scott McTominay, Andre-Frank Zambo Anguissa, dan Romelu Lukaku juga terlihat memakai kacamata hitam saat perayaan gelar mereka. Pemain Tottenham Hotspur membawa kacamata ski ke final Liga Europa dan memakainya di ruang ganti setelah kemenangan.

Lalu ada bintang Paris Saint-Germain, Desire Doue dan Achraf Hakimi mengenakan kacamata hitam usai memenangi gelar Liga Champions 2024/2025. Michael Olise dari Bayern Munchen, membawa tren ini lebih jauh dengan memadukan kacamata hitam dengan ‘grills,’.

Mode itu menjadi budaya populer di Amerika Serikat, yakni menonjolkan pengaruh NBA dan hip-hop dalam gaya perayaan sepak bola Eropa.


Dampak Budaya dan Komersial

Pembalap Gresini Racing, Marc Marquez (kiri) dan Alex Marquez menyemprotkan sampanye saat melakukan selebrasi kemenangan di atas podium setelah MotoGP Jerman 2024, Minggu (07/07/2024) waktu setempat. (AFP/Radek Mica)

Adopsi kacamata champagne dalam sepak bola mencerminkan pertukaran budaya yang lebih luas. NY Time mengklaim, para pemain Eropa mengambil inspirasi dari gaya dan sikap bintang olahraga AS. Tren ini adalah ekspresi pribadi dan visibilitas merek di momen-momen penting.

Merek seperti Nike, Oakley, dan PUMA memanfaatkan tren ini dengan memproduksi kacamata khusus. Produknya menggabungkan performa dan fesyen.

 NBA dan ESPN berkolaborasi membuat kacamata champagne berwarna emas dalam rangka ulang tahun ke-75. Hal itu menunjukkan bagaimana barang tersebut menjadi koleksi berharga dan alat pemasaran.

Sumber : NY Times

Berita Terkait