Bola.com, Jakarta - Manchester United (MU) tampaknya kembali menjadi sorotan. Bukan karena prestasi di lapangan, melainkan karena keputusan-keputusan transfer mereka yang semakin sulit dipahami.
Kali ini, giliran Marcus Rashford yang menjadi nama berikutnya dalam daftar panjang pemain yang ‘dibuang’ dari Old Trafford, dan bukan ke sembarang klub, melainkan ke juara bertahan La Liga, Barcelona.
Marcus Rashford yang kini berusia 27 tahun dilaporkan sedang menyelesaikan kesepakatan peminjaman dengan opsi pembelian permanen oleh Blaugrana.
Hal ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan. Mengapa MU rela melepas pemain lokal berbakat yang masih dalam usia emas?
Mengapa Barcelona, tim yang sudah memiliki Lamine Yamal, Lewandowski, dan Raphinha, justru tertarik merekrutnya?
Jawaban bisa jadi ditemukan dalam komentar manajer Ruben Amorim, yang secara terbuka menyatakan lebih memilih memainkan pelatih kiper berusia 63 tahun ketimbang Rashford.
Pernyataan itu saja sudah cukup untuk memperkeruh situasi, dan menandai betapa renggangnya hubungan antara pemain dan klub.
Jejak Buruk Transfer: Ketika Keputusan Justru Menguntungkan Klub Lain
Jika kita menengok ke belakang, Rashford bukan satu-satunya ‘korban’ dari strategi transfer MU yang tampak kacau. Lihat Scott McTominay, yang dianggap tidak cukup baik untuk bertahan, dijual dengan harga separuh dari nilai Manuel Ugarte.
Hasilnya? McTominay tampil gemilang di Napoli, membawa klub itu meraih Scudetto dan dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Serie A.
Begitu juga dengan Antony. Pemain yang hanya mencetak satu gol penalti dalam lima bulan pertama musim lalu bersama MU, justru bersinar saat dipinjamkan ke Real Betis.
Dengan sembilan gol dan lima assist, ia membawa klub asal Sevilla itu melaju ke final kompetisi Eropa.
Aaron Wan-Bissaka kini menjadi andalan di West Ham United dan bahkan dinobatkan sebagai "Hammer of the Year". Sementara Alvaro Carreras, yang dulu dijual hanya seharga 5 juta pound tanpa pernah bermain untuk tim utama United, baru saja dikontrak Real Madrid sebagai bek kiri utama mereka, dengan nilai pasar meroket hingga 43 juta pound.
Masalah di Manajemen, Bukan Talenta
Dari semua contoh ini, tampak masalah terbesar bukanlah kualitas para pemain, tapi kemampuan klub dalam mengelola dan memaksimalkan potensi mereka.
Alih-alih membangun tim dari talenta muda dan pemain lokal, klub justru sering mengambil keputusan terburu-buru dan berujung pada kerugian.
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Rashford justru akan menemukan kembali performa terbaiknya di Camp Nou, sementara MU terus terpuruk dalam pencarian identitas dan kestabilan.
Mungkin prediksi Rashford sebagai pemenang Ballon d’Or 2026 terdengar berlebihan saat ini, tapi begitulah dulu orang berbicara soal McTominay sebelum ia menjadi raja di Stadion Diego Armando Maradona.
MU Bakal Belajar dari Kesalahan?
Football Daily menyindir tajam para petinggi MU, menyarankan agar mereka berhenti mengasingkan pemain muda berbakat.
Jika tidak, klub ini mungkin akan terus dikenal bukan karena kejayaan, tetapi karena kebiasaannya melepas bintang di saat yang salah.
Untuk Marcus Rashford, semoga perjalanannya di Barcelona menjadi kisah kebangkitan, dan mungkin juga, pembuktian.
Sumber: The Guardian