Bola.com, Jakarta - Tottenham Hotspur sedang bersiap menatap era baru bersama pelatih Thomas Frank. Mantan juru taktik Brentford itu datang dengan reputasi mentereng setelah membawa klub kecil asal London Barat tampil konsisten di Premier League.
Kendati Brentford harus merelakan kepergiannya, Spurs justru menaruh harapan besar pada pelatih asal Denmark tersebut.
Namun, tak bisa dimungkiri bahwa bayang-bayang keputusan kontroversial Tottenham masih membekas.
Baru beberapa bulan lalu, publik N17 merayakan keberhasilan klub mengangkat trofi Eropa bersejarah di bawah kepemimpinan Ange Postecoglou, momen yang menjadi gelar pertama klub sejak era Juande Ramos. Namun, tak lama berselang, manajer asal Australia itu justru didepak.
Kini, Chairman Spurs, Daniel Levy, angkat bicara soal alasan di balik keputusan mengejutkan tersebut.
Dalam wawancara bersama Gary Neville di acara "The Overlap", Levy menyebut bahwa keputusan memecat Postecoglou adalah sesuatu yang "tak terhindarkan".
Menang Trofi, tapi Gagal Total di Liga
Levy menjelaskan bahwa meski Postecoglou berhasil mempersembahkan gelar bergengsi di kancah Eropa, performa Spurs di liga domestik tak bisa diterima.
Tottenham Hotspur mengakhiri musim lalu di posisi ke-17 klasemen Premier League, hanya satu tingkat di atas zona degradasi, dengan torehan 22 kekalahan.
"Pada akhirnya, keputusan selalu berada di tangan saya, meski itu tetap merupakan keputusan kolektif," ujar Levy.
"Kami sadar, Ange baru saja memberi kami trofi Eropa, pencapaian yang akan dikenang dalam sejarah klub, tetapi di saat bersamaan kami finis di peringkat ke-17."
"Kami harus melepaskan emosi dari keputusan ini dan melihatnya secara objektif, berdasarkan data. Sulit bagi klub sebesar Tottenham untuk menerima posisi itu, tak peduli seberapa besar kesuksesan di kompetisi lain," lanjutnya.
"Tak ada yang nyaman memberi tahu seseorang bahwa mereka kehilangan pekerjaannya. Tapi, ini dunia sepak bola. Ya, kami menang trofi Eropa, dan itu luar biasa. Tapi, kami harus menang di semua lini. Premier League tetap jadi tolok ukur utama," imbuh Levy.
Thomas Frank Ogah Jadi Sasaran Kritik Tak Adil
Sementara itu, pelatih anyar Thomas Frank juga bukan sosok asing terhadap tekanan dan kritik. Ia pernah bicara soal tekanan menjadi manajer, terutama setelah melihat bagaimana Steve Bruce diperlakukan publik saat melatih Newcastle United pada 2021.
"Begitu mudah bagi orang-orang untuk mengkritik pelatih. Di era modern, seolah menjadi hal wajar bahwa jika hasil tak memuaskan maka manajerlah yang disalahkan," komentar Frank saat itu.
"Kadang saya berpikir, apakah semua ini layak? Saya mencintai sepak bola dan orang-orang di dalamnya, tapi ini pekerjaan yang berat. Ada saat-saat ketika saya merasa mungkin ada hal lain dalam hidup yang lebih penting," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kritik pasti akan menyentuh siapa pun, tak peduli sekuat apa pun mental seseorang. Namun, Frank yakin, dengan memegang teguh prioritas hidup, seperti keluarga dan teman, ia bisa menghadapi tekanan itu.
"Jika saya tak lagi melatih, saya bisa menjadi guru atau bekerja dengan anak-anak. Itu pekerjaan yang jauh lebih penting dibandingkan apa yang saya lakukan sekarang," tuturnya.
Sumber: TBR Football