3 PR Berat Xabi Alonso di Real Madrid Jelang Musim 2025/2026

Tiga hal yang perlu ditingkatkan Xabi Alonso di Real Madrid menjelang musim 2025/26.

BolaCom | Aning JatiDiperbarui 05 Agustus 2025, 19:05 WIB
Pelatih Real Madrid, Xabi Alonso saat laga Grup H Piala Dunia Antarklub 2025 melawan Al Hilal di Hard Rock stadium, Miami, Amerika Serikat, Kamis (19/06/2025) WIB. (AFP/Dan Mullan)

Bola.com, Jakarta - Penunjukan Xabi Alonso sebagai pelatih Real Madrid disambut antusias oleh publik Santiago Bernabeu. Prestasinya bersama Bayer Leverkusen dan perjalanan Madrid di Piala Dunia Antarklub 2025 menjadi modal awal yang menjanjikan.

Namun, eks gelandang elegan itu tak bisa berleha-leha. Sejumlah masalah teknis masih menghantui skuad Los Blancos menjelang musim kompetisi 2025/26.

Advertisement

Kendati materi pemain tergolong mentereng, Madrid masih menyisakan sejumlah kelemahan mendasar yang perlu segera dibenahi jika ingin bersaing memperebutkan trofi.

Dari lemahnya antisipasi bola mati, kurangnya koneksi antardua bintang di lini depan, hingga krisis keseimbangan di sektor tengah.

Jika pelatih berusia 43 tahun itu mampu mengatasi tiga masalah utama di bawah ini, bukan tak mungkin musim debutnya di Bernabeu akan ditandai dengan gelar juara. Namun, jika gagal, tekanan dari suporter dan media akan datang lebih cepat dari yang dibayangkan.

Berikut tiga pekerjaan rumah besar Alonso di awal masa kepemimpinannya.


1. Rapuh Saat Bola Mati

Kiper Real Madrid, Thibaut Courtois, merayakan golnya bersama rekan setimnya setelah melakukan penyelamatan atas tendangan penalti dalam pertandingan leg kedua perempat final Liga Champions antara Real Madrid dan Arsenal di stadion Santiago Bernabeu di Madrid, Kamis dini hari WIB (17-4-2025). (AP Photo/Bernat Armangue)

Satu di antara kelemahan paling mencolok Real Madrid musim lalu adalah ketidakmampuan mereka mengawal situasi bola mati, terutama dari tendangan sudut dan tendangan bebas tak langsung.

Di bawah asuhan Carlo Ancelotti, Madrid kerap kehilangan konsentrasi dalam duel udara maupun saat menghadapi bola kedua.

Beberapa gol krusial yang bersarang ke gawang mereka lahir dari minimnya koordinasi antarbek, serta kelengahan dalam menjaga lawan.

Sebagai pelatih yang dikenal disiplin secara taktik, Alonso dituntut untuk menerapkan sistem pertahanan bola mati yang lebih rapi, dari pola penjagaan, antisipasi, hingga reaksi terhadap bola liar.

Jika berhasil memperbaiki sektor ini, Madrid berpeluang besar mengurangi jumlah kebobolan yang seharusnya bisa dihindari.


2. Menyatukan Vinicius dan Mbappe

Pemain Real Madrid, Vinicius Junior (kanan), merayakan gol bersama Kylian Mbappe dalam laga lanjutan Liga Spanyol 2024/2025 melawan Girona di Santiago Bernabeu Stadium, Madrid, Minggu (23/02/2025) waktu setempat. (AFP/Pierre-Philippe Marcou)

Duet Kylian Mbappe dan Vinicius Jr. di lini depan seharusnya menjadi mimpi buruk bagi lawan. Namun, kenyataannya, kolaborasi dua winger tajam ini belum berjalan sesuai ekspektasi.

Meski menghabiskan lebih dari 3.400 menit bermain bersama musim lalu, statistik menunjukkan minimnya interaksi di antara keduanya. Hanya sekitar 15 persen operan Vinicius yang mengarah ke Mbappe, dan sebaliknya, hanya 13 persen umpan Mbappe yang menuju ke Vinicius.

Ini menunjukkan adanya jarak taktis maupun kebiasaan bermain yang belum selaras.

Alonso harus mencari formula untuk memperbaiki sinergi mereka, entah lewat rotasi posisi, permainan satu-dua, atau peran yang lebih jelas agar keduanya tak terus-menerus bertumpuk di sisi kiri.

Dengan catatan 44 gol dari Mbappe dan 19 assist dari Vinicius musim lalu, Alonso punya modal besar untuk menciptakan salah satu kombinasi paling mematikan di Eropa, asal mereka bisa bermain sebagai tandem, bukan sekadar berbagi lapangan.


3. Menambal Lubang di Lini Tengah

Gelandang Real Madrid, Aurelien Tchouameni, sempat membawa Real Madrid berbalik unggul 2-1 atas Barcelona dalam laga final Copa del Rey 2024/2025, Minggu (27/4/2025) dini hari WIB. Sayangnya, Real Madrid akhirnya harus kalah 2-3 dari Barcelona dalam laga ini. (Josep LAGO / AFP)

Kepergian Toni Kroos menjadi pukulan besar bagi kestabilan permainan Madrid. Tanpa sang metronom, lini tengah mereka sering kesulitan mengendalikan tempo, terutama saat menghadapi tim dengan pressing ketat.

Sepanjang musim lalu, absennya sosok pengatur ritme dan jangkar sejati membuat alur transisi Madrid tak lancar. Hal ini berdampak langsung pada rentannya lini belakang dan sulitnya suplai bola ke lini serang.

Kini, dengan Luka Modric juga tak lagi memperkuat tim, Alonso dituntut untuk menemukan keseimbangan baru. Apakah lewat formasi 4-3-3 klasik atau eksperimen 3-4-3 modern, ia perlu meracik komposisi gelandang yang solid, dinamis, dan disiplin.

Nama-nama seperti Eduardo Camavinga, Aurelien Tchouameni, hingga Jude Bellingham punya potensi besar. Namun, tanpa struktur yang jelas, kontribusi mereka bisa mubazir.

Alonso harus membangun unit gelandang yang tak hanya mampu menjaga penguasaan bola, tetapi juga melindungi pertahanan dan mengalirkan bola ke depan dengan efisien, sesuatu yang Madrid tak miliki musim lalu.

 

Sumber: Madrid Universal

Berita Terkait