Bola.com, Jakarta - Liverpool kembali menjadi sorotan dunia sepak bola usai belanja besar-besaran musim panas ini, dengan total pengeluaran yang menembus lebih dari 450 juta paun (sekitar Rp9,9 triliun).
Banyak pihak pun bertanya-tanya: bagaimana klub mampu membelanjakan dana sebanyak itu tanpa melanggar aturan Financial Fair Play (FFP)?
Jawabannya bukan sekadar dari angka transfer yang terlihat di media, melainkan dari cara keuangan klub dihitung. Konsep amortisasi menjadi kunci.
Saat klub membeli pemain, biaya transfer tidak dibukukan sekaligus. Sebaliknya, jumlahnya dibagi rata sesuai durasi kontrak.
Contohnya, transfer rekor Alexander Isak seharga 125 juta paun dengan kontrak tujuh tahun, hanya tercatat sebagai biaya tahunan sekitar 18 juta paun di laporan keuangan Liverpool, belum termasuk biaya agen.
Pendapatan Komersial Tinggi
Jika dikalikan dengan beberapa pemain baru, dampak tahunan nyata jauh lebih rendah dibandingkan angka fantastis yang terlihat saat deadline day.
Selain itu, Liverpool mendapat pemasukan besar dari penjualan pemain musim ini. Luis Diaz dilepas ke Bayern Munich seharga 60 juta paun, Darwin Nunez ke Al Hilal senilai 46 juta paun, dan Jarell Quanash ke Bayer Leverkusen 30 juta paun.
Keuntungan dari penjualan langsung dicatat di laporan keuangan sehingga bisa menyeimbangkan pengeluaran baru. Bahkan penjualan 100 juta paun bisa secara signifikan menurunkan angka net spend yang menjadi patokan.
Pendapatan komersial Liverpool pun termasuk yang tertinggi di dunia, dengan pemasukan dari hak siar, sponsor, dan perluasan kapasitas Anfield yang kini lebih dari 60.000 tempat duduk.
Deloitte mencatat pendapatan tahunan mereka mendekati 700 juta paun, memberi ruang gerak yang luas dibandingkan batasan FFP.
Terkendali di Laporan Keuangan
Di sisi lain, aturan Profit and Sustainability Premier League memungkinkan klub menanggung kerugian hingga 105 juta paun dalam tiga tahun jika pemilik menutupinya. Sementara UEFA menekankan rasio gaji terhadap pendapatan.
Liverpool telah mengelola gaji dengan cermat, melepas pemain senior bergaji tinggi untuk memberi ruang bagi kedatangan baru.
Selain itu, sebagian besar transfer dibayar secara cicilan, yang meringankan tekanan keuangan jangka pendek.
Dengan kombinasi amortisasi, penjualan pemain, dan pendapatan komersial, pengeluaran 450 juta paun Liverpool tampak lebih terkendali di laporan keuangan.
Singkatnya, meski belanja musim panas terlihat fantastis, strategi keuangan Liverpool memungkinkan klub mengeluarkan dana besar tanpa melanggar aturan FFP.
Sumber: Inside World Football