Sosok-Sosok di Balik 17+8 Tuntutan Rakyat yang Viral

Siapa pembuat daftar "17+8 Tuntutan Rakyat" yang viral di media sosial? Ini dia sosok-sosoknya.

BolaCom | Aning JatiDiperbarui 04 September 2025, 21:30 WIB
Seorang pria memegang spanduk ikut serta dalam protes terhadap Korps Brigade Mobil, atau 'Brimob', menyusul tewasnya seorang pengemudi ojek pada malam sebelumnya, di depan Markas Besar Brimob di Jakarta pada 29 Agustus 2025. (YASUYOSHI CHIBA/AFP)

Bola.com, Jakarta - Gelombang demonstrasi yang mengguncang Indonesia pada akhir Agustus 2025 memunculkan sebuah dokumen penting yang langsung menjadi perbincangan publik: "17+8 Tuntutan Rakyat".

Dokumen ini memuat aspirasi dan desakan masyarakat yang disebarkan luas melalui media sosial, menjadi cermin kegelisahan publik terhadap kebijakan pemerintah dan DPR.

Advertisement

Tuntutan tersebut terbagi menjadi 17 poin jangka pendek dan delapan poin jangka panjang, menyoroti isu-isu yang memerlukan perhatian segera sekaligus strategi penyelesaian berjangka panjang.

Kendati dikenal sebagai tuntutan rakyat, dokumen ini tidak muncul begitu saja. Ada sejumlah tokoh publik, influencer, dan aktivis yang memainkan peran kunci dalam merumuskan serta merangkum aspirasi masyarakat.


Tokoh-Tokoh di Balik Perumusan Tuntutan

Dalam aksinya, BEM SI membawa 13 tuntutan yang ingin disampaikan kepada wakil rakyat melalui mimbar orasi di depan gerbang utama Gedung MPR/DPR/DPD RI. (merdeka.com/Arie Basuki)

Perumusan "17+8 Tuntutan Rakyat" merupakan kerja kolaboratif dari berbagai figur berpengaruh. Mereka menginisiasi pengumpulan suara-suara masyarakat dan menyusunnya menjadi dokumen terstruktur.

Beberapa nama yang terlibat secara aktif antara lain:

  • Jerome Polin, YouTuber dan kreator konten matematika populer.
  • Andovi da Lopez, aktor sekaligus komedian dengan pengikut luas.
  • Salsa Erwina Hutagalung, konten kreator sekaligus aktivis sosial.
  • Abigail Limuria, co-founder What Is Up Indonesia?
  • Fathia Izati Malaka, musisi dan aktivis sosial.
  • Andhyta F Utami, ekonom lingkungan.
  • Cheryl Marella, jurnalis.
  • JS Khairen dan Cania Citta.

Keterlibatan mereka mencerminkan representasi lintas latar belakang dan keahlian, dari dunia seni, hukum, aktivisme hingga jurnalisme.


Merangkum Aspirasi Publik

Isi Lengkap 17+8 Tuntutan Rakyat Soroti Transparansi Fasilitas DPR hingga RUU Perampasan Aset (Dok. merdeka.com)

Dokumen ini disusun bukan dari nol, melainkan merangkum aspirasi masyarakat yang tersebar di berbagai kanal. Media sosial menjadi sumber utama, dengan jutaan komentar, cerita di Instagram, serta diskusi publik yang diolah menjadi tuntutan konkret.

Selain itu, dokumen ini mengintegrasikan desakan dari 211 organisasi masyarakat sipil melalui website YLBHI, siaran pers dari Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK), serta pernyataan dari Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia.

Aspirasi dari petisi online seperti "12 Tuntutan Rakyat Menuju Reformasi Transparansi & Keadilan" di Change.org dan tuntutan buruh pada 28 Agustus 2025 turut menjadi bagian penting.

Pendekatan ini memastikan bahwa dokumen "17+8 Tuntutan Rakyat" menjadi kompilasi menyeluruh dari berbagai suara masyarakat yang selama ini terfragmentasi.


Tujuan dan Pembagian Tuntutan

Mereka juga meminta pembebasan segera kawan-kawannya yang ditahan serta stop kriminalisasi gerakan mahasiswa dan rakyat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Abigail Limuria menegaskan bahwa tujuan dokumen ini adalah merangkum prioritas rakyat dan memberikan panduan jelas bagi pemerintah dan DPR. Dokumen ini dirancang agar aspirasi publik dapat diterima dan ditindaklanjuti secara tepat, bukan sekadar menjadi catatan kosong.

Tuntutan dibagi menjadi dua kategori:

17 poin jangka pendek: diharapkan dapat dipenuhi paling lambat 5 September 2025, menekankan urgensi beberapa isu.

8 poin jangka panjang: ditargetkan selesai 31 Agustus 2026, menandakan beberapa masalah membutuhkan proses dan solusi berkelanjutan.

Dengan format ini, "17+8 Tuntutan Rakyat" bukan hanya menjadi dokumen aspiratif, tetapi juga alat koordinasi untuk mendorong respons konstruktif dari pemerintah dan DPR.

Berita Terkait