Bola.com, Jakarta - Dokter spesialis gizi klinik di RS Universitas Indonesia (RSUI), Anna Maurina Singal, menyatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebaiknya dihentikan sementara waktu.
Keputusan ini diambil setelah terjadinya kasus keracunan massal pada sejumlah siswa yang mengonsumsi makanan dari program tersebut.
“Harus dihentikan dahulu untuk proses mitigasi dan dilakukan perencanaan dengan matang dengan baik. Hentikan semua bahkan di semua daerah. Lakukan mitigasi. Kembali ulang lagi perencanaan yang benar,” ungkap Anna saat diwawancarai oleh merdeka.com pada Jumat (26/9/2025).
Menurut Anna, risiko terjadinya kontaminasi dapat muncul di setiap fase penyediaan makanan, mulai dari penerimaan bahan baku, penyimpanan, hingga proses memasak dan distribusi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersihan di setiap langkah.
“Sekalinya tidak jaga kebersihan dan higienitas, maka sudah membuka peluang terjadi kontaminasi mikroba. Kalau kita mau fokus pada satu titik, misalnya saat penyimpanan makanan matang, ada suhu khususnya,” jelasnya lebih lanjut.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap petugas yang menangani makanan. Anna menegaskan seharusnya ada pemeriksaan anal swab untuk memastikan bahwa petugas tersebut bebas dari kontaminan.
Kasus ditemukannya belatung dalam makanan MBG serta susu yang berlendir menunjukkan masalah ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan pemeriksaan sederhana tentang porsi atau lama penyajian.
“Titik kritis dalam produksi makanan itu ada banyak. Tidak bisa hanya pemeriksaan terkait kebiasaan menyajikan porsi banyak atau sedikit dan sudah lama atau baru. Tapi harus seluruh proses,” tegas Anna.
MBG Kurang Perencanaan Solid
Menurut Anna, masalah mendasar dari program MBG terletak pada kurangnya perencanaan yang solid sejak awal pelaksanaannya.
"Ini semua karena memang nggak ada perencanaan matang sejak awal. Akhirnya banyak titik yang dikorbankan dan tidak memenuhi aturan yang benar," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pemilihan daerah penerima program MBG yang harus sangat tepat, yaitu daerah dengan angka stunting yang tinggi atau risiko gizi buruk yang jelas terlihat.
"Kalau mau diperluas, ya berarti kepada daerah yang ibu hamilnya melahirkan anak BBLR atau yang angka kematian ibunya tinggi. Karena proses gangguan gizi anak kan sejak dalam kandungan ibunya," tambahnya.
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga memberikan sorotan terhadap Pemprov DKI Jakarta untuk menjamin kehalalan ompreng MBG.
Ini menyusul adanya isu mengenai kontaminasi minyak babi serta kebutuhan impor yang mencapai 70 juta ompreng. Dengan adanya isu ini, YLKI berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang tepat agar kepercayaan masyarakat terhadap program ini tetap terjaga. Keberlanjutan program MBG sangat bergantung pada transparansi dan kejelasan dalam setiap aspek, termasuk dalam hal kehalalan produk yang digunakan.
Rekomendasi bagi Pemerintah
Dalam upaya mencapai pelaksanaan MBG yang lebih efektif dan tepat sasaran, Anna mengusulkan beberapa rekomendasi penting. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi program.
"Pertama, gunakan bahan pangan lokal sesuai karakteristik tiap daerah untuk meningkatkan kemandirian komunitas sekaligus menekan biaya distribusi," ujar Ana.
Selain itu, dia juga menekankan pentingnya pengolahan makanan secara mandiri atau berbasis komunal di lingkungan masing-masing, termasuk di tingkat rumah tangga.
Selanjutnya, Anna menyarankan agar bantuan yang diberikan berupa uang langsung per kapita kepada setiap rumah tangga yang menjadi penerima manfaat.
"Lakukan edukasi tentang jenis dan jumlah makanan yang seharusnya dikonsumsi, dengan pendampingan tenaga kompeten."
Untuk memastikan keberhasilan program, dia juga merekomendasikan diadakannya monitoring pertumbuhan anak secara berkala. Terakhir, dia menekankan perlunya penerapan audit transparan agar anggaran yang dialokasikan tidak disalahgunakan.