Bola.com, Jakarta - Indonesia menghadapi tantangan besar di sektor ketenagakerjaan. Kepala Pusat Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Surya Lukita Warman, menyebut setiap tahun ada lebih dari 10 juta warga yang harus dicarikan pekerjaan.
Jumlah ini merupakan gabungan antara pengangguran yang sudah ada dan angkatan kerja baru yang masuk pasar.
"Ada 10,7 juta orang yang membutuhkan pekerjaan. Makanya, isu kesempatan atau peluang kerja ini menjadi isu nasional saat ini. Soalnya 10 juta tiap tahun harus diopeni, dicarikan pekerjaan," ujar Surya dalam Media Briefing di kantor KarirHub Kemnaker, Jakarta, Jumat (26-9-2025).
Surya memerinci, saat ini jumlah pengangguran di Indonesia mencapai sekitar 7,2 juta orang. Meski persentasenya hanya 4,8 persen, terendah sejak era reformasi, angka absolutnya tetap besar.
Selain itu, setiap tahun sekitar 3,5 juta lulusan baru dari SMA, SMK, dan perguruan tinggi memasuki pasar kerja.
"Pengangguran kita juga masih cukup tinggi. Secara persentase 4,8 persen, itu memang kecil dan disebut terendah sejak era reformasi. Tapi, secara nominal, jumlahnya masih di angka 7,2 juta orang," jelasnya.
Pertumbuhan Angkatan Kerja dan Pendidikan
Surya menekankan, pertumbuhan angkatan kerja yang pesat berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Saat ini sekitar 55–56 persen penduduk Indonesia memiliki kualifikasi SMP ke bawah.
Kondisi ini menjadi kendala karena keterampilan lulusan SMP sering kali belum cukup untuk memenuhi tuntutan pasar kerja modern.
"Di negara kita, sekitar 55–56 persen penduduk masih kualifikasinya SMP ke bawah. Bukan SMA ya, SMP ke bawah," ujarnya.
Idealnya, jumlah lulusan setingkat SMA dan SMK bisa ditingkatkan hingga 70 persen dari total penduduk.
Peningkatan kualitas pendidikan formal diharapkan memperluas akses tenaga kerja terhadap pekerjaan yang lebih layak dan sesuai kebutuhan industri.
Kompetensi Masih Jadi Tantangan
Selain jumlah yang besar, kompetensi tenaga kerja juga menjadi masalah klasik. Surya menjelaskan, meski banyak lowongan tersedia, perusahaan sering mengeluhkan kualitas tenaga kerja yang belum memenuhi kebutuhan.
"Kini bukan soal kemampuan teknis saja. Perusahaan lebih melihat soft skill anak-anak pencari kerja, yang masih kurang," tutur Surya.
Banyak lulusan gagal dalam tahap wawancara karena kurang percaya diri, kemampuan komunikasi yang rendah, dan persiapan yang belum matang.
Sumber: merdeka.com