Israel Deportasi 137 Aktivis Global Sumud Flotilla ke Turki

Israel mendeportasi sebanyak 137 Aktivis Global Sumud Flotilla ke Turki.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 05 Oktober 2025, 20:20 WIB
Seorang pengunjuk rasa memegang plakat penghormatan kepada Global Sumud Flotiila saat berunjuk rasa dalam solidaritas kepada warga Palestina dan mengutuk pencegatan armada oleh tentara Israel, di Istanbul, Turki pada 2 Oktober 2025. (KEMAL ASLAN/AFP)

Bola.com, Jakarta - Pemerintah Israel mendeportasi lebih dari 130 aktivis internasional yang ditangkap setelah berupaya menembus blokade Gaza melalui armada bantuan Global Sumud Flotilla.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis Kementerian Luar Negeri Israel pada Sabtu (4-10-2025), disebutkan sebanyak 137 aktivis dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Italia, telah dipulangkan ke negara asal mereka.

Advertisement

Empat di antaranya, yang merupakan warga Italia, sudah dideportasi sehari sebelumnya.

"Israel berupaya mempercepat proses deportasi terhadap mereka yang ditahan dari armada tersebut," demikian keterangan resmi pemerintah Israel, seperti dikutip CBS News, Minggu (5-10-2025).


Armada Bantuan Terbesar Menuju Gaza

Intervensi Israel merupakan tindakan terorisme yang melanggar hukum internasional dan membahayakan nyawa warga sipil. (KEMAL ASLAN/AFP)

Armada Global Sumud Flotilla berangkat dari Spanyol bulan lalu dengan membawa hampir 50 kapal dan sekitar 500 aktivis, termasuk sejumlah politisi dan aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg.

Misi kemanusiaan ini menjadi upaya terbesar dalam beberapa tahun terakhir untuk menembus blokade maritim Israel di Gaza yang telah berlangsung selama 18 tahun.

Rombongan itu bermaksud mengirimkan bantuan makanan dan logistik kepada warga Palestina di wilayah yang terisolasi tersebut. Namun, perjalanan mereka berakhir tragis setelah pasukan Israel mencegat hampir seluruh armada di perairan internasional, Kamis lalu.

Beberapa drone, yang dilaporkan mendapat persetujuan langsung dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, disebut menargetkan kapal-kapal dalam armada, menurut laporan CBS News.


Kecaman dari Dunia Internasional

Para demonstran pro-Palestina berbaris di jalan lingkar Roma pada Jumat (3/10/2025), dalam aksi mogok nasional yang diserukan berbagai serikat pekerja, dua hari setelah pasukan Israel mencegat armada bantuan ke Gaza di Laut Mediterania. (Dok. AP/Alessandra Tarantino)

Langkah Israel memicu kecaman keras dari berbagai pemimpin dunia. Kementerian Luar Negeri Turki menilai tindakan penahanan dan penyitaan kapal itu sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

Associated Press melaporkan bahwa kapal terakhir dalam armada ditangkap pada Jumat kemarin.

Israel, di sisi lain, menyebut para peserta sebagai provokator dan menuduh sebagian di antara mereka memiliki hubungan dengan Hamas, tuduhan yang dibantah keras oleh para aktivis.

Kementerian Luar Negeri Israel juga mengklaim sejumlah peserta menolak proses deportasi dan menyebut ada beberapa negara yang enggan menerima kembali warganya, tanpa merinci negara mana yang dimaksud.


Gelombang Solidaritas Global

Seorang demonstran melambaikan bendera Palestina selama unjuk rasa di Madrid, Spanyol, Kamis (2/10/2025) sebagai bentuk solidaritas dengan Global Sumud Flotilla setelah kapal-kapalnya dicegat oleh angkatan laut Israel. (Dok. AP/Bernat Armangue)   

Penangkapan dan deportasi aktivis armada kemanusiaan ini memicu gelombang protes besar-besaran di berbagai negara.

Di Italia, lebih dari 2 juta orang dilaporkan ikut serta dalam aksi mogok nasional pada Jumat untuk menunjukkan solidaritas terhadap warga Gaza.

Unjuk rasa serupa juga terjadi di Spanyol, dengan sekitar 70 ribu orang turun ke jalan di Barcelona, sementara ribuan lainnya berkumpul di Madrid dan Lisbon, Portugal.

Di Yunani, otoritas setempat memperkirakan demonstrasi akan berlanjut sepanjang akhir pekan di Athena.

Dalam situasi yang makin tegang, Hamas pada Jumat mengumumkan telah menyetujui sebagian proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Presiden AS, Donald Trump, awal pekan ini.

Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan kepada CBS News bahwa Washington menilai langkah Hamas tersebut sebagai sinyal positif, meski masih ada detail yang harus disepakati.

Di platform Truth Social, Trump menulis bahwa Hamas "siap untuk perdamaian abadi" dan mendesak Israel menghentikan serangan di Gaza.

Sumber Associated Press menyebut Israel kini berada dalam posisi bertahan di Gaza dan belum lagi melancarkan operasi ofensif besar, meski pasukannya masih bertahan di wilayah tersebut.


Konflik yang Belum Berakhir

Di sisi lain, kepulan asap besar terlihat membubung ke langit di atas Jalur Gaza pada Senin (29/9/2025). Asap membubung tinggi dan dapat dilihat dari lokasi pengungsian. (Eyad BABA/AFP)

Perang antara Israel dan Hamas pecah pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan yang berbasis di Gaza melancarkan serangan ke wilayah selatan Israel. Sebagai balasan, Israel melakukan serangan udara dan operasi darat besar-besaran di Jalur Gaza.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lebih dari 67 ribu warga Palestina tewas sejak konflik dimulai, meski angka itu tidak membedakan antara korban sipil dan militan.

Pemerintah Israel memperkirakan sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza, dan kurang dari setengahnya diyakini masih hidup hingga kini.

 

Sumber: merdeka.com

Berita Terkait