FIFA Didesak Cabut Status Maroko Sebagai Tuan Rumah Piala Dunia 2030 karena Kekejaman terhadap Anjing

Kelompok perlindungan hewan mendesak FIFA mencabut status Maroko sebagai satu di antara tuan rumah Piala Dunia 2030 karena pembantaian anjing jalanan yang kejam.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 17 November 2025, 14:30 WIB
Ilustrasi anjing. (Unsplash/Heshan Weeramanthri)

Bola.com, Jakarta - Sejumlah organisasi hak hewan mendesak FIFA untuk mencabut status Maroko sebagai satu di antara tuan rumah Piala Dunia 2030 jika negara tersebut tetap menggunakan metode barbar dalam membasmi anjing liar menjelang turnamen.

Piala Dunia 2030 dijadwalkan akan digelar bersama di Spanyol, Portugal, dan Maroko, dengan tiga laga tambahan digelar di Uruguay, Paraguay, dan Argentina untuk memperingati peringatan seratus tahun turnamen.

Advertisement

Maroko juga akan menjadi tuan rumah Piala Afrika pada akhir tahun ini, tetapi negara di Afrika Utara itu menghadapi kritik terkait operasi pembersihan brutal untuk mengurangi populasi anjing jalanan yang besar.

Diperkirakan ada sekitar tiga juta anjing liar berkeliaran di jalanan Maroko, yang dianggap mengancam kesehatan dan keselamatan publik karena beberapa di antaranya membawa rabies dan penyakit sejenis.


Metode Pembantaian Kejam

Ilustrasi anjing liar. (Unsplash/Kevin Olson)

Kendati pemerintah Maroko menegaskan komitmennya pada program etis Trap, Neuter, Vaccinate, Release (TNVR) untuk menekan populasi anjing liar, sejumlah yayasan dan kelompok hak hewan menilai pihak berwenang tetap menggunakan metode pembantaian yang jauh lebih kejam untuk mengendalikan masalah tersebut.

Laporan terbaru The Telegraph menyertakan kesaksian saksi mata mengenai pembunuhan anjing secara brutal, sementara International Animal Welfare Protection Coalition (IAWPC) memperkirakan sekitar 10.000 anjing dibantai setiap minggu di seluruh Maroko.

Bukti lain yang dihimpun termasuk penembakan, pemacetan racun, hingga pembakaran hewan secara langsung di hadapan warga sipil, termasuk anak-anak.

Dalam penilaian atas pencalonan Maroko sebagai tuan rumah Piala Dunia 2030, FIFA sebelumnya menerima jaminan bahwa pemerintah negara itu akan mengurangi populasi anjing liar sekaligus tetap menghormati hak-hak hewan.


Tekanan bagi FIFA

Ilustrasi FIFA. (AFP/Sebastien Bozon)

Namun, laporan terbaru yang mengejutkan menambah tekanan bagi FIFA agar tidak menutup mata, dengan organisasi-organisasi tersebut menuntut tindakan nyata dari badan sepak bola dunia.

"FIFA tetap tuli terhadap seruan-seruan ini, lebih mementingkan uang daripada nyawa," ujar Elisa Allen, Wakil Presiden Program & Operasi PETA, kepada Metro.

"Anjing-anjing diracun, ditembak, dan dibakar untuk 'membersihkan' menjelang Piala Dunia 2030. Hewan-hewan ini dibunuh atas nama FIFA sehingga organisasi ini memiliki kewajiban untuk bertindak."

PETA, yang sebelumnya menggelar protes saat Piala Dunia Antarklub musim panas lalu untuk meningkatkan kesadaran publik, menegaskan FIFA harus mempertimbangkan mencabut hak Maroko sebagai tuan rumah bersama jika pembantaian besar-besaran tidak dihentikan.

"FIFA bisa bertindak dengan menarik hak Maroko menjadi tuan rumah bersama jika negara itu menolak menghentikan pembantaian anjing, sekaligus mengalokasikan dana untuk mendukung program sterilisasi, yang akan sangat membantu mengatasi krisis hewan liar di jalanan," tambah Allen.

"Selama pembunuhan brutal ini terus berlangsung, PETA akan terus mengampanyekan dan mengekspos praktik kejam ini," lanjut Allen.


Kemajuan Ada, tapi Lambat

Ilustrasi anjing. (Pixabay)

Dalam pernyataan resmi, Kedutaan Maroko di London menegaskan bahwa kerajaan tersebut menolak tuduhan palsu terkait pembantaian anjing menjelang Piala Dunia.

Kedutaan menekankan komitmen panjang Maroko terhadap kesejahteraan hewan, termasuk investasi 240 juta dirham (hampir 20 juta paun) dalam lima tahun terakhir untuk inisiatif perlindungan hewan.

Maroko juga membangun penampungan baru di kota-kota besar dan memperkenalkan legislasi baru pada Juli lalu untuk memastikan kerangka hukum yang melindungi hak hidup hewan jalanan sekaligus mengatasi masalah keselamatan publik.

Meski kemajuan ini diakui, sejumlah elemen baru dalam undang-undang, terutama yang mengkriminalisasi pemberian makan pada anjing liar, menjadi sorotan dan mendapat kritik.

Banyak pihak khawatir perlindungan terhadap pembantaian tetap akan terabaikan jika penegakan hukum tidak dijalankan secara efektif.

"Undang-undang ini lebih kuat dibanding Konvensi Tripartit 2019, tetapi penegakan yang efektif dan manusiawi akan menjadi kuncinya," kata Four Paws, organisasi kesejahteraan hewan global, dalam pernyataan kepada Metro.

"Mereka percaya FIFA memiliki kesempatan unik untuk mendorong Maroko menerapkan praktik manajemen anjing liar yang manusiawi sesuai standar internasional. Kolaborasi dan contoh positif dari negara lain bisa memastikan kemajuan baik untuk kesejahteraan hewan maupun reputasi Maroko di mata dunia," komentar Four Paws.

 

Sumber: Metro