Bola.com, Jakarta - Rob Law, anggota Dewan Institut Australia–Indonesia, menyoroti potensi besar dalam hubungan ekonomi antara Indonesia dan Australia yang hingga kini belum tergarap maksimal.
Satu di antara kendala utama, menurutnya, adalah pola pikir pelaku bisnis Australia yang masih cenderung fokus pada pasar tradisional.
Amerika Serikat dan China menjadi destinasi utama ekspansi bisnis mereka, bukan Indonesia. Selain familier, kedua negara ini menawarkan skala pasar besar yang dianggap lebih "aman" bagi perusahaan Australia.
"Dari sisi kesadaran, banyak pebisnis Australia lebih melihat Amerika Serikat atau China sebagai tujuan. China dipandang peluang besar, sementara Amerika Serikat terasa lebih familier karena bahasa dan budaya yang mirip, meski tetap ada perbedaan," ujar Law saat berbicara di The Grace Hotel, Sydney, Senin (17-11-2025).
Menurut Law, rendahnya minat ke pasar Indonesia bukan karena minim peluang, tetapi karena kurangnya perhatian.
Banyak perusahaan Australia, khususnya yang besar, masih terlalu fokus pada pasar domestik. Jika pun melirik pasar internasional, pilihan mereka biasanya jatuh pada AS, China, atau India.
Tersingkir oleh Persepsi Risiko
Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan penduduk lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia seharusnya menjadi target utama bisnis Australia.
Namun, jarak budaya, regulasi yang kompleks, dan ketidakpastian pasar sering membuat investor ragu.
Law menekankan perlunya pendekatan baru untuk membuka mata para pelaku bisnis Australia tentang peluang besar yang ada di Indonesia. Tanpa perubahan pola pikir, kerja sama ekonomi bilateral hanya akan stagnan, meski potensinya sangat besar.
Rob Law menilai, meski tantangan ini cukup kompleks, masalah kesadaran pelaku bisnis adalah yang paling mudah diselesaikan.
Kesadaran dapat dibangun melalui edukasi, pendampingan, dan akses informasi yang tepat. Peran lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, dan lembaga riset menjadi kunci dalam mengubah cara pandang ini.
Peluang Kolaborasi Luas
Jika hambatan mindset berhasil diatasi, Indonesia menyimpan ruang kolaborasi yang luas bagi bisnis Australia.
Sektor pendidikan, ekonomi digital, energi terbarukan, dan industri kreatif disebut Law sebagai contoh sektor dengan potensi pertumbuhan bersama.
Sektor pendidikan menjadi contoh konkret, dengan kehadiran tiga kampus Australia yang membuka cabang di Indonesia: Monash University, Western Sydney University, dan Deakin University.
"Tidak ada negara lain yang memiliki kampus internasional di Indonesia. Kita punya keuntungan sebagai pelopor, dan ini bisa dikembangkan lebih lanjut," ujar Law.
Sumber: merdeka.com