Kostas Tsimikas: dari Anfield ke Roma, dan Pelajaran dari Sebuah Perpisahan

Kostas Tsimikas bicara kepindahannya dari Liverpool, kehidupan di Roma, dan cara menerima kesedihan dalam sepak bola.

BolaCom | Aning JatiDiterbitkan 30 November 2025, 19:15 WIB
Kostas Tsimikas, bek AS Roma. (Dok.asroma.com)

Bola.com, Jakarta - Kostas Tsimikas memahami betul bahwa perjalanan seorang pesepak bola tidak selalu ditentukan oleh bakat.

"Bakat bukan satu-satunya hal," ujarnya.

Advertisement

"Yang paling penting adalah bekerja keras, tidak menyerah, dan mampu menerima semua bentuk kesedihan," lanjutnya.

Menurut dia, sepak bola adalah dunia yang penuh kekecewaan dan hanya menawarkan sedikit momen sukses. Namun, justru keberhasilan yang terbatas itu, katanya, menjadi dorongan tambahan untuk mengejar tujuan-tujuan besar.

Bek kiri yang kini menjalani masa peminjaman di AS Roma dari Liverpool itu tetap tersenyum ketika menyampaikan pemikirannya.

Dalam sesi wawancara di sebuah atap bangunan dengan pemandangan Acropolis, ia datang dengan semangat tinggi sambil memutar-mutar kalung berbentuk petir yang dikenakannya.

Ia bercerita tentang anjing kesayangannya dan antusiasme membela Timnas Yunani dalam laga melawan Skotlandia, pertandingan yang kemudian mereka menangkan 3-2.

Simak cerita selengkapnya seperti ditulis The athletic, berikut ini.


Pesan ke Juniornya

Bek Olympiakos, Kostas Tsimikas, berebut bola udara dengan pemain Wolves, Matt Doherty, pada leg perama babak 16 besar Liga Europa di Stadion Karaiskakis, Piraeus, Athena (12/3/2020). Tsimikas akan mengenakan seragam bernomor punggung 21 di Liverpool. (AFP/Angelos Tzortzinis)

Pada usia 29 tahun, Tsimikas kini termasuk pemain senior di skuad Yunani yang gagal lolos ke Piala Dunia 2026, tetapi dihuni banyak pemain muda bertalenta.

Ketika berbicara mengenai pesan yang ingin ia wariskan kepada generasi berikutnya, ia kembali menyinggung kenyataan pahit dalam dunia sepak bola.

Musim panas lalu, ia merasa sudah saatnya meninggalkan Liverpool demi mendapatkan menit bermain lebih banyak. Sejak direkrut dari Olympiacos pada 2020, ia lebih banyak menjadi pelapis Andy Robertson.

Meski begitu, kota dan dukungan publik Anfield membuatnya betah. Ia turut menikmati periode yang dihiasi gelar Liga Inggris, Piala FA, dan dua Piala Liga.

Momen terbaiknya adalah ketika ia mencetak penalti penentu kemenangan Liverpool di final Piala FA 2022, momen yang kemudian ia abadikan dalam bentuk tato di lengan bagian atas.

Bahkan di bio Instagram-nya, ia menulis: "Scouser in Rome".

"Saya rindu kota itu," ungkapnya.

"Saya tinggal di sana selama lima tahun. Saya mencintai segala hal tentang Liverpool. Orang-orangnya sangat baik, mungkin yang paling baik yang pernah saya temui di sepak bola. Mereka selalu mendukung tim, dalam suka maupun duka," tutur pemain kelahiran 12 Mei 1996 ini.

"Saya menginginkan yang terbaik untuk klub itu karena sejak hari pertama, saya benar-benar berkomitmen sepenuhnya. Saya adalah Scouser asal Yunani, dan akan tetap seperti itu seumur hidup," ucapnya.


Pasrah

Bek Liverpool Kostas Tsimikas (tengah) berselebrasi dengan rekan setimnya setelah mencetak penalti kemenangan ke gawang Chelsea pada akhir partai final Piala FA di Stadion Wembley pada Minggu (16/5/2022) dini hari WIB. Liverpool sukses menjuarai Piala FA 2021/2022. The Reds mengalahkan Chelsea lewat adu penalti. (AP Photo/Kirsty Wigglesworth)

Kontraknya bersama Liverpool masih berlaku hingga 2027. Secara teori, ia masih berpeluang kembali setelah masa peminjaman berakhir, meski kedatangan Milos Kerkez senilai 40 juta paun pada musim panas lalu membuat persaingan makin ketat.

Apakah kembali ke Anfield menjadi harapan terbesarnya?

"Tidak ada yang tahu," jawabnya.

"Yang paling penting bagi saya adalah sehat, berlatih keras, dan bermain lebih banyak. Tahun depan akan menjadi cerita baru untuk saya. Saya ingin sukses dan meraih gelar. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi nanti."


Tentang Jota dan Kehilangan

Bek sayap Liverpool, Kostas Tsimikas (kanan) menyelamati Diogo Jota usai mencetak gol ke gawang Brentford, Minggu (12/11/2023). (AP Photo/Jon Super)

Tsimikas dikenal ekspresif, dan tato di pergelangan tangan kirinya tampak jelas: "Wish you were here".

Tato itu ia dedikasikan untuk mantan rekan setimnya, Diogo Jota, yang meninggal dalam kecelakaan mobil bersama adiknya, Andre Silva, Juli lalu.

Bagi siapa pun yang pernah mengalami duka, kehilangan memang tidak pernah benar-benar hilang, hanya perlahan mengecil.

Empat bulan berselang, Tsimikas masih berusaha menerima kepergian Jota, tetapi ia memilih berbicara tentang sahabatnya itu.

"Ini sangat berat," ucapnya.

"Saat saya memikirkan Diogo, rasanya selalu menyakitkan. Dia orang yang spesial, sangat baik, dan kami menghabiskan banyak waktu bersama. Saya rasa semua yang pernah bermain bersamanya pasti sangat merindukannya."

"Bagi saya, ia sosok yang penting. Kami datang ke Liverpool pada waktu yang sama, berbagi banyak hal. Saat ada acara tim atau kami keluar bersama, dia selalu ada di sebelah saya. Kami sering bersenang-senang," kenangnya.

"Ketika semuanya terasa berat, saya mencoba hanya mengingat hal-hal positif. Kita harus menjalani hidup karena itu hadiah terbesar dari Tuhan. Meski situasinya menyakitkan, kita tidak boleh berhenti memikirkan dia. Ia selalu ada, untuk kami dan di hati kami," katanya.


Antara Liverpool dan Roma

Kostas Tsimikas saat diperkenalkan sebagai pemain AS Roma. (X/AS Roma)

Pada saat bersamaan, Tsimikas juga harus beradaptasi dengan kehidupan baru di Italia. Roma yang sudah 25 tahun tidak menjuarai Serie A sedang bersaing ketat dengan Napoli, Inter, Milan, dan Bologna dalam perebutan gelar musim ini.

Apakah ia melihat kesamaan antara Liverpool dan Roma, dua klub besar dengan penantian panjang untuk gelar liga?

"Tentu saja," ujarnya.

"Keduanya adalah klub terbesar di kota masing-masing, Liverpool dengan Everton dan Roma dengan Lazio. Tapi, yang membuat saya tertarik datang adalah semangat yang serupa. Dua-duanya klub yang berjuang meraih gelar. Fans-nya sangat militan, dan semua orang di dalam tim punya keinginan besar untuk sukses."

"Di Roma, semua orang hidup untuk klub ini. Tepat berada di sini pada saat ini sangat baik untuk saya dan karier saya," kata pemain berpostur 179 cm ini.


Tiga Pelatih Top

Kostas Tsimikas bermain sangat baik sebagai bek kiri. Dia tampil sama baiknya saat bertahan maupun membantu serangan. Tsimikas berkontribusi langsung lewat dua assists untuk gol Ibrahima Konate dan Roberto Firmino. (AP/Jon Super)

Alasan lain yang membuatnya memilih Roma adalah kesempatan bekerja dengan Gian Piero Gasperini, pelatih yang membawa Atalanta menjuarai Liga Europa 2024 sebelum pindah ke Ibu Kota Italia.

Dalam tiga musim beruntun, Tsimikas bekerja di bawah tiga pelatih top Eropa: Jurgen Klopp, Arne Slot, dan kini Gasperini, meski ia kembali harus bersaing dengan Angelino untuk posisi bek kiri utama.

"Gasperini jauh lebih 'langsung'," katanya.

"Slot sangat detail soal rencana permainan, sementara Gasperini lebih menekankan aspek fisik. Saat ini saya masih menyesuaikan diri dengan gaya mainnya, dan itu tidak mudah. Tapi, saya harus memberikan yang terbaik setiap kali diberi kesempatan tampil. Tim adalah yang utama, dan saya ingin menjadi bagian penting dari itu, semoga bisa merayakan trofi di akhir musim," tuturnya.


Belajar dari Setiap Tahap Perjalanan

Kostas Tsimikas, bek AS Roma. (Dok.asroma.com)

Satu hal yang ia banggakan adalah kemampuannya belajar dari setiap tahap perjalanan.

"Saya ingat ketika pindah ke Denmark untuk bermain di Esbjerg," kenangnya.

"Saat itu saya masih anak-anak. Semuanya terasa gelap karena saya datang saat Natal. Itu pertama kalinya saya meninggalkan Yunani. Tapi, pengalaman itu membuat saya lebih kuat secara fisik dan mental."

"Tahun berikutnya saya ke Belanda bersama Willem II. Di sana saya belajar banyak soal teknik, cara membangun permainan, dan memahami mentalitas sepak bola Belanda. Dua pengalaman itu kemudian saya gabungkan dengan waktu saya di Olympiacos, klub besar dengan ambisi besar."

"Tanpa langkah-langkah kecil di Belanda dan Denmark, saya tidak yakin bisa bermain untuk Olympiacos seperti yang saya lakukan, lalu melangkah ke Liverpool, salah satu klub terbesar. Itu sangat penting bagi saya."

"Di sanalah saya sadar bahwa saya adalah pemain yang bagus. Kita harus terus belajar, mengambil hal-hal positif, dan tidak pernah, tidak pernah menyerah," katanya menutup pembicaraan.

 

Sumber: The Athletic via NY Times

Berita Terkait