Bola.com, Jakarta - Presiden FIGC, Gabriele Gravina, menegaskan bahwa dirinya tidak akan otomatis mengundurkan diri jika Timnas Italia kembali gagal lolos ke Piala Dunia, kali ini edisi 2026.
Ia juga menjelaskan proyek baru yang akan mengubah fokus pembinaan usia dini dari dominasi taktik menuju prioritas pada penguasaan teknik.
Italia dijadwalkan menghadapi Irlandia Utara pada semifinal play-off, Maret 2026.
Jika melaju, mereka akan bertemu Wales atau Bosnia dan Herzegovina pada partai final penentuan.
Ketika Corriere dello Sport menanyakan apakah ia akan mundur bila Azzurri kembali gagal melaju ke putaran final, Gravina memberikan penjelasan.
"Tidak ada aturan yang memaksa saya untuk menyingkirkan diri. Saya tentu akan melakukan introspeksi pribadi, tetapi kepada mereka yang berkata 'carilah pekerjaan sungguhan', saya menjawab: Jika saya pergi, apakah sepak bola kita langsung mulai ulang dan Italia jadi juara dunia? Jika saya punya kepastian itu, saya akan menjadi orang pertama yang mundur," jawab Gravina.
Yakin Lolos
Meski begitu, Gravina tetap percaya diri bahwa Italia mampu mencapai target lolos.
"Ya, saya mendasarkannya pada hal-hal konkret, nyata, objektif, seperti perjalanan yang membawa kita sampai di titik ini, mengesampingkan babak kedua melawan Norwegia," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pesimisme tak menghasilkan apa pun.
"Pesimisme hanya menghabiskan energi; menyebarkannya tidak membantu. Target itu bisa diraih. Mari kita kerjakan bersama-sama, maksud saya, semua pihak," imbuhnya.
Minimnya Pilihan Pemain Italia di Serie A
Masalah klasik lain yang membayangi sepak bola Italia adalah terbatasnya jumlah pemain lokal yang tampil di Serie A.
"Kita hanya punya 97 pemain yang memenuhi syarat membela Italia, 25 persen dari totalnya, 97 pemain dari 20 klub Serie A. Anda tahu apa artinya itu?" kata Gravina.
Ia kembali menegaskan bahwa tidak mungkin menerapkan aturan kuota minimal pemain Italia di setiap klub.
"Itu mustahil. Federasi hanya bisa campur tangan dalam soal pemain non-Uni Eropa, seperti yang sudah dilakukan, sesuai kuota yang diatur Undang-Undang Bossi-Fini," ucapnya.
Membatasi pemain dari negara-negara Uni Eropa, jelas Gravina, melanggar aturan Eropa.
"Sejak putusan Bosman, kebebasan bergerak bagi pesepak bola dijamin. Bertaruh pada pemain Italia tidak boleh menjadi kewajiban, tetapi harus menjadi kecenderungan alami. Tentunya disertai investasi pada sektor usia dini dan infrastruktur," jelasnya.
Rencana Jangka Panjang FIGC
Menurut pria yang juga wakil presiden FIFA ini, perencanaan jangka panjang FIGC sudah berjalan sejak 2018. Dalam periode tersebut, Italia meraih gelar juara Eropa U-17 dan U-19, serta menjadi runner-up Piala Dunia U-20.
Sebagai langkah lanjutan, FIGC meluncurkan program pembinaan dasar untuk kelompok usia 5-13 tahun yang melibatkan dua juara dunia, Simone Perrotta dan Gianluca Zambrotta, dalam satu program master bersama Cesare Prandelli.
"Kami ingin menghapus anggapan bahwa metode pelatihan hanya berputar pada taktik," ujar Gravina.
Ia menegaskan arah baru federasi yang "lebih sedikit taktik, lebih banyak teknik".
Gravina menilai kreativitas anak-anak harus dibebaskan, bukan dibatasi.
"Anak-anak cepat bosan. Mereka ingin bermain, tapi para pelatih cenderung memasukkan mereka ke skema taktik sejak usia sangat muda. Kita butuh pendidik. Mereka yang hanya mengejar hasil tidak bisa bekerja di sepak bola akar rumput. Akan berbeda kalau anak-anak ditangani spesialis pelatihan," lanjut pria berusia 72 tahun itu.
Menjelang akhir wawancara, Gravina ditanya apakah klub-klub Serie A secara tidak langsung menjadi "musuh" bagi tim nasional.
“Secara objektif memang begitu, meskipun tanpa disengaja. Setiap klub memikirkan kepentingannya sendiri,” jawabnya.
Sumber: Football Italia