Piala Dunia 2026: Iran Bakal Gugat FIFA karena Laga Lawan Mesir Dirayakan untuk Promosi LGBTQ+

Timnas Iran dikabarkan akan mengajukan protes resmi kepada FIFA terkait salah satu pertandingan mereka di fase grup Piala Dunia 2026.

BolaCom | Gregah NurikhsaniDiterbitkan 10 Desember 2025, 09:15 WIB
Iran menyusul Jepang untuk tampil di pesta akbar sepakbola tersebut. Iran mendapatkan tiket lolos itu setelah berimbang 2-2 kontra Uzbekistan di Azadi Stadium, Selasa (25/3/2025) malam WIB. Iran memang cuma butuh satu poin untuk lolos. (AFP)

Bola.com, Jakarta - Timnas Iran dikabarkan akan mengajukan protes resmi kepada FIFA terkait salah satu pertandingan mereka di fase grup Piala Dunia 2026. Keberatan tersebut muncul karena laga melawan Mesir pada 26 Juni 2026 di Seattle, Amerika Serikat, ditetapkan sebagai “Pride Match”, yakni pertandingan yang merayakan komunitas LGBTQ+.

Iran tergabung di Grup G bersama Belgia, Mesir, dan Selandia Baru. Mereka akan memulai kiprah di turnamen dengan menghadapi Selandia Baru pada 15 Juni, disusul Belgia pada 21 Juni, dan terakhir Mesir pada 26 Juni.

Advertisement

Seluruh laga grup Iran digelar di wilayah Amerika Serikat, termasuk dua di California dan satu di Washington D.C.

Sebelum undian dilakukan, panitia lokal di Seattle telah menunjuk laga Mesir kontra Iran sebagai pertandingan bertema “Pride” dalam rangkaian perayaan Pride Month yang berlangsung pada akhir Juni. Pertandingan tersebut akan menampilkan berbagai kegiatan dan simbol perayaan keberagaman serta dukungan terhadap komunitas LGBTQ+.

 


Iran Anggap Keputusan Tidak Rasional

Para pemain dan tim teknis Iran merayakan kemenangan setelah pertandingan kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026 zona Asia Grup A antara Iran dan Uzbekistan, pada 25 Maret 2025 di Teheran. (AFP)

Kebijakan ini langsung menimbulkan reaksi keras dari kubu Iran. Media pemerintah melaporkan bahwa Federasi Sepak Bola Iran (FFIRI) akan melayangkan protes resmi kepada FIFA, menyebut penetapan tersebut sebagai “langkah tidak rasional yang mendukung kelompok tertentu”.

Ketua Federasi Sepak Bola Iran, Mehdi Taj, mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Mesir untuk menyampaikan keberatan bersama terhadap status pertandingan tersebut.

“Kedua negara telah mengajukan keberatan terkait hal ini. Kami menilai keputusan tersebut sebagai langkah yang tidak rasional dan mendukung kelompok tertentu,” ujar Taj seperti dikutip kantor berita ISNA.

Reaksi Iran bisa dimaklumi, mengingat di negara tersebut hubungan sesama jenis tergolong ilegal dan dapat dihukum mati. Sementara di Mesir, meski tidak diatur secara eksplisit dalam hukum pidana, tindakan homoseksual dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 17 tahun berdasarkan undang-undang moralitas.

 


Panitia Lokal Tetap Jalankan Agenda Pride

Dengan tambahan satu poin, Iran kukuh di puncak klasemen Grup A Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, dengan 20 poin dari delapan laga, unggul 10 angka dari Uni Emirat Arab di posisi ketiga. (AFP)

Meski menuai penolakan, panitia lokal di Seattle tetap bersikeras menjalankan rencana yang telah disusun jauh hari sebelumnya. Dalam pernyataan kepada media Outsports, pihak penyelenggara menyebut sepak bola memiliki kekuatan besar untuk mempersatukan berbagai kalangan dan nilai.

“Sepak bola memiliki kekuatan unik untuk menyatukan orang lintas budaya dan keyakinan. Kami merasa terhormat menjadi tuan rumah Pride Match dan merayakan keberagaman sebagai bagian dari komunitas sepak bola global,” tulis pernyataan panitia.

Rencana perayaan ini termasuk pameran seni bertema inklusivitas, dekorasi kota dengan warna pelangi, serta festival yang bertepatan dengan akhir pekan perayaan Pride di Seattle, yang dimulai tiga hari setelah laga Mesir vs Iran.

 


Sikap FIFA dan Situasi Politik di AS

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari FIFA. Menurut laporan BBC Sport, badan sepak bola dunia itu tidak memiliki kendali langsung atas penetapan branding atau tema pertandingan di tiap kota tuan rumah, karena hal tersebut menjadi kewenangan panitia lokal. Namun, FIFA tetap memegang hak penuh atas sponsor dan elemen komersial turnamen.

Situasi ini juga semakin sensitif karena Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sempat mengancam akan memindahkan beberapa laga Piala Dunia 2026 jika kota tuan rumah tidak dapat menjamin keamanan dan ketertiban selama turnamen berlangsung.

Trump menyebut empat kota, yakni Boston, Los Angeles, San Francisco, dan Seattle, yang semuanya berada di negara bagian yang dimenangkan Partai Demokrat dalam pemilihan presiden 2024, sebagai wilayah yang harus “menjamin keamanan maksimal” untuk menghindari kemungkinan relokasi pertandingan.

Meski demikian, Wali Kota Seattle, Bruce Harrell, memastikan pihaknya siap menyambut ajang akbar tersebut dengan aman dan terbuka.

“Kami bekerja setiap hari untuk memastikan Piala Dunia menjadi pengalaman yang aman, ramah, dan menyenangkan bagi semua orang,” ujar Harrell dalam pernyataannya pada November lalu. “Kami akan terus berkoordinasi dengan seluruh mitra lokal agar perhelatan ini berjalan sukses.”

Sumber: SportBible

Berita Terkait