Bola.com, Jakarta - Rencana pemerintah menerapkan bea keluar untuk ekspor emas mulai 2026 mendapat dukungan dari pengamat ekonomi dan komoditas, Ibrahim Assuaibi.
Ia menilai langkah tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat industri hilir sekaligus menstabilkan pasar logam mulia di dalam negeri.
"Kita lihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah yang menerapkan pajak bea keluar ini sudah cukup bagus," ujar Ibrahim, Rabu (10-12-2025).
Ibrahim menjelaskan bahwa kebutuhan emas dalam negeri selama ini cukup besar, tetapi ketersediaannya tidak sebanding.
Ironisnya, Indonesia merupakan satu di antara negara penghasil emas terbesar kedua di dunia, tetapi pasar domestik justru tidak merasakan kecukupan pasokan.
Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena sebagian besar produksi emas lebih banyak dijual ke luar negeri oleh perusahaan tambang.
"Indonesia adalah salah satu negara penghasil logam mulia terbesar kedua di dunia. Ya, tapi tidak ada barang sama sekali dan rupanya banyak pengembang-pengembang tambang emas yang mereka ekspor ke luar negeri," tutur Ibrahim.
Memilih Ekspor
Ibrahim memaparkan dua alasan utama di balik pilihan eksportir melepas emas ke pasar global. Pertama, harga jual di luar negeri kerap lebih tinggi dibandingkan harga domestik.
Kedua, ekspor bisa menjadi strategi untuk menjaga harga emas di pasar lokal tetap berada pada level yang menguntungkan, bahkan ketika harga emas dunia sedang turun.
"Kenapa diekspor ke luar negeri, bisa saja harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga di dalam negeri. Itu yang pertama. Yang kedua, bisa saja kenapa melakukan ekspor supaya bisa mengangkat harga logam mulia di dalam negeri, walaupun harga emas dunia terkoreksi," jelas Ibrahim.
Potensi Penerimaan Negara
Menurut Ibrahim, penerapan bea ekspor selaras dengan kondisi perdagangan emas Indonesia yang selama ini memang cukup besar ke pasar global.
Dengan adanya pungutan tersebut, negara berpeluang memperoleh tambahan pemasukan sekaligus menahan laju keluar emas.
Namun, ia menilai kegiatan ekspor tetap akan berlangsung karena permintaan global yang masih tinggi. Eksportir, kata dia, kemungkinan tetap bisa menjalin kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, meski ada tambahan bea.
"Ya, artinya melihat kondisi bahwa ekspor logam mulia dari dalam negeri ke luar negeri cukup besar sehingga akan mendapatkan pemasukan untuk pendapatan negara. Bea ekspor ya ini pun juga bisa saja akan ada win-win solution antara pihak buyer dan seller," lanjutnya.
Penjelasan Menkeu di DPR
Sebelumnya, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, memaparkan rencana penerapan Bea Keluar (BK) untuk emas dan batu bara dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (8-12-2025).
Dalam kesempatan itu, Purbaya membeberkan kondisi penerimaan negara, potensi kebocoran ekspor, serta fungsi BK dalam menutup defisit APBN 2026.
Menkeu menyebutkan bahwa kontribusi bea keluar selama ini masih tergolong kecil.
"Kontribusi bea keluar 2024 hanya Rp20,9 triliun atau kecil sekali 0,73%," kata Purbaya.
Sumber: merdeka.com