Bola.com, Jakarta - Diego Maradona adalah nama yang dikenal seluruh dunia. Ia dianggap salah satu pemain terbaik sepanjang masa dan menjadi legenda abadi.
Di Napoli, Maradona mengubah sejarah klub dengan meraih dua gelar Serie A (1984–1991). Bersama Timnas Argentina, ia juga menjadi kunci keberhasilan meraih Piala Dunia 1986.
Kejeniusannya membuat Maradona disejajarkan dengan Pele. Namun, kariernya sebagai pelatih tidak secemerlang masa bermainnya. Ia tak pernah meraih gelar besar dan menangani tim-tim yang jauh dari papan atas.
Sorotan terbesar datang saat ia membesut Argentina di Piala Dunia 2010, tetapi langkah Albiceleste terhenti di perempatfinal usai kalah telak dari Jerman.
Menariknya, ketika Maradona gagal sebagai pelatih, ada sejumlah sosok yang justru sukses meski tidak pernah menjadi pesepak bola profesional. Givemesport merangkum lima nama yang bakal membuat kamu tercengang.
Andre Villas-Boas
Andre Villas-Boas adalah contoh nyata pepatah, “Bukan hanya soal apa yang kamu tahu, tapi siapa yang kamu temui.” Meski dia punya wawasan luas soal sepak bola, titik balik hidupnya justru datang dari pertemuan tak sengaja saat remaja.
Tinggal di apartemen yang sama dengan Bobby Robson, manajer Porto kala itu, membuka pintu masa depannya. Robson yang terkesan dengan antusiasme Villas-Boas terhadap sepak bola kemudian memasukkannya ke departemen kepanduan Porto. Ia bahkan mendorong Villas-Boas mengejar lisensi kepelatihan dan mengirimnya ke Inggris untuk belajar metode latihan di Ipswich Town.
Pertemuan sederhana di sebuah blok apartemen itu akhirnya berubah menjadi awal karier besar. Villas-Boas kemudian menangani sejumlah klub top Eropa, seperti Porto, Chelsea, dan Tottenham Hotspur.
Gerard Houllier
Saat menempuh studi bahasa Inggris di Universitas Lille, Gerard Houllier sebenarnya tidak berencana berkarier di dunia sepak bola. Dalam rangka menjalani program kuliahnya, ia sempat setahun menjadi asisten pengajar di Liverpool dan menghadiri laga perdananya di Anfield pada September 1969. Dari situlah kecintaannya pada sepak bola tumbuh, meski ia sendiri tidak pernah menjadi pemain profesional dan justru bekerja sebagai wakil kepala sekolah di Prancis.
Pada usia 26 tahun, Houllier membuat keputusan besar dengan beralih profesi menjadi pelatih Le Touquet. Kemampuannya langsung terlihat saat ia membawa Noeux-les-Mines dan Lens menembus promosi demi promosi. Performa tersebut mengantarnya ke kursi pelatih Paris Saint-Germain, lalu tim nasional Prancis.
Perjalanannya terasa sempurna ketika ia kembali ke Liverpool sebagai manajer. Masa kepemimpinannya dikenang lewat treble musim 2000/01, saat The Reds menjuarai Piala FA, Piala Liga, dan Piala UEFA.
Arrigo Sacchi
Arrigo Sacchi identik dengan era keemasan AC Milan 1987–1991, salah satu tim terhebat dalam sejarah sepak bola. Padahal, siapa sangka seorang mantan penjual sepatu dari Fusignano mampu menangani skuad legendaris tersebut?
Sacchi memang tidak pernah menjadi pesepak bola profesional, namun hal itu tidak menghentikannya mengejar karier sebagai pelatih. Ia memulai pekerjaannya pada usia 26 tahun dan perlahan membangun reputasi lewat berbagai klub di Italia. Kecerdasan taktisnya akhirnya menarik perhatian AC Milan.
Pada musim perdananya, Sacchi langsung mempersembahkan gelar Serie A. Dua musim berikutnya, ia membawa Milan memenangkan Piala Eropa secara beruntun. Meski sukses, ia tetap mendapat kritik karena tidak memiliki pengalaman bermain. Sacchi menanggapinya dengan kalimat yang kemudian melegenda:
“Saya tidak tahu kalau untuk menjadi joki, seseorang harus lebih dulu menjadi kuda.”
Roy Hodgson
Sulit membayangkan Roy Hodgson berlari nonstop 90 menit dan menendang bola ke pojok atas gawang. Bagi para penggemar, Hodgson selalu identik dengan sosok pelatih, bukan pemain.
Meski memulai karier sebagai pemain muda Crystal Palace, ia tak pernah menembus tim utama. Ia kemudian bermain di level non-liga bersama klub seperti Tonbridge, Gravesend & Northfleet, dan Maidstone.
Namun, jalan hidupnya memang di dunia kepelatihan. Setelah meraih lisensi penuh pada usia 23 tahun, Hodgson melatih 24 tim sepanjang kariernya, termasuk raksasa seperti Inter Milan, Liverpool, dan tim nasional Inggris.
Tanpa pengalaman sebagai pemain profesional, Hodgson tetap menjadi pelatih yang sangat dihormati, membangun pengetahuannya dari pinggir lapangan, bukan dari dalam permainan.
Maurizio Sarri
Maurizio Sarri tidak pernah mencapai level profesional sebagai pemain. Ia hanya tampil di kompetisi amatir sambil bekerja sebagai bankir di Tuscany. Cedera membuat karier bermainnya terhenti, dan ia pun beralih menjadi pelatih, mendapatkan pekerjaan penuh waktu pertamanya di Tegoleto.
Sarri kemudian menghabiskan bertahun-tahun menangani berbagai klub kecil di Italia, terus mengembangkan kemampuan taktisnya. Perjalanan panjang itu baru benar-benar membuahkan hasil pada 2015 ketika ia dipercaya melatih Napoli.
Dari sana, kariernya melesat. Keberhasilannya bersama Napoli membuka jalan ke klub-klub besar seperti Chelsea, Juventus, dan Lazio.
Tidak buruk untuk seseorang yang memulai perjalanan dari liga amatir dan meja bank.
Sumber: Givemesport