Bola.com, Jakarta - BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) terus memperkuat sistem mitigasi bencana dengan memasang lebih dari 10 ribu detektor di berbagai wilayah Indonesia.
Perangkat tersebut digunakan untuk memantau kondisi cuaca, aktivitas gempa bumi, hingga potensi tsunami secara real-time.
Ribuan alat pemantauan itu dipasang sebagai bagian dari upaya berkelanjutan BMKG dalam meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat.
Seluruh detektor tersebut tersebar di 191 daerah dan dioperasikan melalui unit pelaksana teknis (UPT) BMKG yang berada di berbagai penjuru nusantara.
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, memaparkan, hasil pemantauan sepanjang 2025 menunjukkan aktivitas kegempaan yang cukup tinggi.
Dalam periode tersebut tercatat lebih dari 40 ribu kejadian gempa bumi. Dari jumlah itu, sebanyak 917 gempa dirasakan oleh masyarakat, dengan 24 kejadian di antaranya menimbulkan kerusakan.
Bagian Sistem Peringatan Dini
Upaya penguatan pemantauan ini menjadi tulang punggung sistem peringatan dini BMKG.
Selain gempa dan tsunami, detektor yang terpasang digunakan untuk memantau dinamika cuaca secara menyeluruh.
Dengan dukungan jaringan UPT di 191 daerah, BMKG memastikan cakupan pengawasan yang luas dan data yang lebih akurat.
Sebagai bagian dari peningkatan kapasitas, BMKG juga menempatkan lightning detector di 38 UPT untuk memantau lokasi serta intensitas sambaran petir
Langkah ini melengkapi sistem pemantauan cuaca ekstrem yang berpotensi menimbulkan bencana.
Penerapan IBF
Di sisi lain, BMKG turut mengembangkan inovasi dalam layanan prakiraan cuaca melalui penerapan Impact-Based Forecast (IBF).
Sistem ini tidak hanya menyajikan prediksi kondisi cuaca, tetapi juga menilai potensi dampak yang mungkin ditimbulkan sehingga informasi yang disampaikan lebih kontekstual bagi masyarakat dan pemangku kepentingan.
Melalui IBF, BMKG menyertakan rekomendasi langkah respons yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana hidrometeorologi.
Sistem ini disusun dengan mempertimbangkan unsur bahaya, risiko, keterpaparan, dan kerentanan, serta mengacu pada pedoman Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), UN Hyogo Framework, dan UN Sendai Framework.
Sumber: merdeka.com