Casey Stoner Blakblakan soal Dua Gelar MotoGP: Ducati Paling Menyiksa, Honda Paling Bermakna

Casey Stoner tak ragu menyebut gelar MotoGP bersama Ducati sebagai yang paling berat sepanjang kariernya.

BolaCom | Gregah NurikhsaniDiterbitkan 19 Desember 2025, 21:15 WIB
Valentino Rossi dan Casey Stoner terlibat pertarungan sengit di MotoGP Laguna Seca, Amerika Serikat, pada 2008. (Red Bull)

Bola.com, Jakarta - Nama Casey Stoner selalu punya tempat istimewa dalam sejarah MotoGP. Pebalap asal Australia itu masuk dalam kelompok elite karena mampu menjuarai kelas 500cc/MotoGP bersama lebih dari satu pabrikan, sebuah pencapaian yang hanya bisa diraih segelintir rider.

Puncak kejutan datang pada musim 2007, saat Stoner langsung tampil menggila pada musim debutnya bersama Ducati. Banyak pihak tak menyangka, motor yang dikenal sulit dikendarai itu justru menjadi senjata mematikan di tangan Stoner.

Advertisement

Hasilnya benar-benar mencengangkan. Stoner mempersembahkan gelar MotoGP pertama, sekaligus satu-satunya bagi Ducati, dengan torehan 10 kemenangan dan 14 podium dari 18 balapan. Dominasi itu terasa semakin mencolok jika melihat jarak performa dengan rekan setimnya.

Pembalap Ducati lainnya, termasuk Loris Capirossi yang kala itu menjadi andalan tim, bahkan tak mampu mendekati pencapaian Stoner. Fakta ini menegaskan bahwa keberhasilan Ducati saat itu nyaris sepenuhnya bertumpu pada kejeniusan Stoner di atas motor.

Namun di balik kejayaan tersebut, tersimpan cerita perjuangan yang tidak ringan.

 


Ducati Disebut Gelar Paling Sulit

Pebalap penguji Ducati, Casey Stoner, setelah melakoni tes di Sirkuit Sepang, Malaysia, Sabtu (30/1/2016). (Crash)

Casey Stoner tak ragu menyebut gelar MotoGP bersama Ducati sebagai yang paling berat sepanjang kariernya. Ia mengungkapkan hal itu saat berkunjung ke paddock MotoGP musim ini.

“Gelar mana yang paling sulit? Ducati, jelas,” tutur Stoner.

Menurutnya, Desmosedici kala itu merupakan motor yang sangat sulit dikendalikan. Setiap akhir pekan terasa seperti pertarungan besar untuk sekadar menemukan setelan yang tepat.

“Dengan Ducati, rasanya setiap akhir pekan adalah sebuah perjuangan. Sangat, sangat sulit untuk membuat motor bekerja di area yang tepat,” ujarnya.

Tekanan semakin besar karena berbagai masalah teknis kerap muncul. Stoner mengungkapkan timnya beberapa kali mengalami kegagalan mesin, meski beruntung tidak terjadi saat balapan berlangsung.

“Itu jauh lebih membuat stres. Kami mengalami kerusakan mesin dan hal-hal lain. Untungnya tidak pernah terjadi di balapan. Tapi itu jelas yang paling sulit, bersama Ducati,” lanjut Stoner.

 


Tetap Dominan Meski Ducati Mulai Tertinggal

Casey Stoner dan Jorge Lorenzo bekerjasama di Ducati Corse (Foto: Istimewa)

Memasuki era mesin 800cc, Ducati perlahan kehilangan keunggulan. Pabrikan Jepang mulai menutup celah, membuat persaingan semakin ketat.

Pada musim 2008, Stoner masih mampu finis sebagai runner-up di bawah Valentino Rossi dengan enam kemenangan. Namun, jumlah kemenangan terus menurun pada 2009 dan 2010, ditambah kondisi kesehatan Stoner yang sempat bermasalah.

Meski demikian, Stoner tetap tampil jauh di atas pembalap Ducati lainnya. Sepanjang empat musimnya di Ducati, Capirossi hanya mencatat satu kemenangan, itu pun terjadi pada 2007. Secara total, Stoner meninggalkan Ducati dengan keunggulan 23 kemenangan berbanding satu atas rekan-rekannya.

Pada akhir musim 2010, Stoner pun memutuskan hengkang ke Honda, sebuah langkah yang kemudian mengubah persepsi banyak pihak.

 


Honda Beri Pengakuan dan Gelar Lebih Bermakna

Casey Stoner. (dok. MotoGP)

Bersama Honda pada musim 2011, Stoner kembali menunjukkan kelasnya. Ia langsung mendominasi musim debut dengan 10 kemenangan dan merebut gelar MotoGP keduanya.

“Dengan Honda, semuanya seperti berjalan sesuai rencana pada musim itu,” kata Stoner.

Meski mengakui sempat melakukan beberapa kesalahan setelan dan mengalami masalah ban, Stoner menilai perjalanan menuju gelar bersama Honda berlangsung jauh lebih mulus.

“Pada saat yang sama, kejuaraan berjalan sangat lancar,” ucapnya.

Ketika ditanya gelar mana yang paling berarti, Stoner memberikan jawaban jujur. “Mungkin yang bersama Honda,” ujarnya.

Menurut Stoner, keberhasilan di Honda menjadi momen pembuktian setelah sekian lama dirinya dan tim Ducati menerima banyak kritik.

“Selama ini kami mendapat begitu banyak kritik. Orang-orang mungkin baru benar-benar memahami apa yang kami lakukan di Ducati setelah saya pindah ke Honda,” jelas Stoner.

Ia menambahkan bahwa pengakuan terhadap kerja kerasnya baru benar-benar datang setelah berpindah pabrikan. “Kami, saya dan tim, tidak benar-benar mendapatkan pengakuan sampai saya pergi ke Honda. Dan setelah itu, jauh lebih mudah untuk kompetitif.”

 


Pensiun Dini, Warisan Abadi

Stoner menambah lima kemenangan lagi bersama Honda pada musim 2012 yang terganggu cedera, sebelum memutuskan pensiun di usia yang sangat muda, 27 tahun.

Meski kariernya relatif singkat, warisan Casey Stoner di MotoGP tak tergantikan. Dua gelar dunia bersama dua pabrikan berbeda, serta keberaniannya menaklukkan motor yang dianggap mustahil, menjadikannya salah satu pembalap paling jujur, berbakat, dan ikonik dalam sejarah balap motor dunia.

Sumber: Crash.net

Berita Terkait