Sukses


Kisah Otavio Dutra: Terjebak Dualisme dan Bangga Jadi Arek Surabaya

Bola.com, Surabaya - Stoper Persebaya Surabaya, Otavio Dutra, secara resmi telah melepas paspor Brasilnya dan dinaturalisasi menjadi WNI. Status itu didapatnya setelah mengucap sumpah atau janji setia di Kanwil Kemenkum HAM Jawa Timur, Surabaya, Jumat (27/9/2019). 

Dutra lega akhirnya resmi mendapat kewarganegaraan Indonesia. Sebab, dia menjalani proses naturalisasi itu sejak Februari 2019. Bahkan, proses tersebut sampai melahirkan polemik di Timnas Indonesia dan Persebaya.

Terlepas dari hal itu, pemain berusia 35 tahun itu menceritakan awal mula keinginannya berpindah kewarganegaraan. Itu terjadi saat dirinya hijrah dari Brasil ke Indonesia dengan memulai karier bersama Persebaya pada 2010. 

“Saat itu, saya mendapatkan banyak cerita soal Indonesia dari beberapa pemain Brasil, contohnya Luciano Leandro (mantan Persija Jakarta). Dia bilang kompetisi Indonesia sangat bagus dan kehidupan di sini juga nyaman,” kata Dutra kepada Bola.com

Selama ini, sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa banyak pemain asal Brasil yang berkarier di Indonesia. Jaringan pemain asing Brasil itu sudah mulai muncul sejak era Ligina pada 1990-an dan berlanjut hingga saat ini.

Dutra mengaku mendapat tawaran dari Persebaya sebelum datang pada 2010. Dia sudah tertarik dan ingin sekali ke Indonesia. Sayang, dia masih terikat kontrak dengan Macae Esporter, klub kasta ketiga Brasil.

“Saya punya kontrak dengan klub sayang yang di Brasil. Saat itu, saya juga menjadi kapten tim. Setelah kontrak saya habis, mereka menawari perpanjangan, tapi saya tolak. Saya memilih untuk ke Indonesia,” ucap Dutra.

Otavio Dutra kemudian bergabung dengan Persebaya di usianya yang masih 27 tahun. Saat itu, Bajul Ijo ditangani oleh pelatih Aji Santoso yang berkompetisi di IPL 2011. Kompetisi itu tandingan dari Liga Super Indonesia di tengah kemelut dualisme.

2 dari 3 halaman

Kota Idaman

Sejak menginjakkan kaki di Indonesia, Otavio Dutra langsung jatuh cinta. Apalagi, Surabaya merupakan kota yang diidamkannya sejak masih di Brasil. Pemain kelahiran Fortaleza itu enggan berpaling dari Kota Pahlawan sejak saat itu.

Padahal, dia pernah pula membela tiga klub Indonesia selain Persebaya. Di antaranya adalah Persipura Jayapura, Gresik United, dan Bhayangkara FC.

“Saya melihat Surabaya ini memiliki tata kota yang mirip dengan beberapa kota di Brasil. Cuacanya juga hampir sama. Saya merasa menikmati kota ini. Meskipun saya pernah main di Persipura, Gresik, dan Bhayangkara, saya tetap tinggal di Surabaya,” imbuh Dutra.

Ditambah lagi, putrinya, Luana Dutra, juga bersekolah di Surabaya sejak berusia lima tahun atau saat Dutra pertama kali tiba di Surabaya. Dutra menyebut putrinya sangat nyaman berada di kota itu dan tidak punya alasan untuk pergi. Luana pun menegaskan pernyataan Dutra.

“Selama ini, semua teman-temanku ya orang Indonesia. Kalau pulang ke Brasil, aku malah nggak punya teman, paling malah saudara-saudara dari keluarga papa sama mama,” imbuh Luana. 

“Aku suka di sini (Surabaya). Keamanan di sini lebih bagus. Brasil sebenarnya juga tidak terlalu aman seperti Indonesia. Aku juga suka makanan di sini. Jadi, semuanya sudah terasa nyaman,” tuturnya.

3 dari 3 halaman

Setahun Tak Mendapat Gaji

Dutra pernah menghadapi momen berat pada 2015. Saat itu, dia seharusnya bergabung Persebaya United (kini Bhayangkara FC) yang berkompetisi di QNB League. Sayang kompetisi Indonesia dihentikan pada tahun itu.

Pemain jangkung itu mengaku mendapat tawaran dari banyak klub luar negeri, seperti yang didapat oleh pemain asing lain di Indonesia. Namun, dia menolak semua tawaran itu karena istri dan anaknya lebih betah di Indonesia. 

“Saya mungkin satu-satunya pemain asing yang tetap di Indonesia saat itu. Teman-teman saya pemain asing lain bermain di Malaysia dan Thailand. Saya mendapat tawaran tapi menolak. Keluarga saya bilang, Surabaya lebih nyaman. Selama satu tahun saya tidak mendapat gaji,” ucap Otavio Dutra.

Kecintaan Dutra pada Surabaya dan Indonesia kemudian mencapai puncaknya pada 2019 dengan memutuskan menjadi WNI. Dia juga memilih berdomisili di Surabaya dalam kartu identitas karena tinggal di kota tersebut.

“Saya ini Bonek (pendukung Persebaya). Saya wong Suroboyo (orang Surabaya). Makanya, saya juga memilih mengucap sumpah di Surabaya. Saya punya banyak kenangan dan bantuan selama tinggal di kota ini,” tutup Dutra.

Video Populer

Foto Populer