Sukses


Bhayangkara FC dan 2 Klub Kuda Hitam Lainnya yang Sukses Jadi Juara Liga Indonesia

Bola.com, Jakarta - Bhayangkara FC menjelma menjadi kekuatan baru sepak bola Indonesia. Hal itu terjadi setelah secara mengejutkan klub berjulukan The Guardians itu berhasil menjadi juara Liga 1 2017.

Perjalanan Bhayangkara FC di kancah sepak bola Indonesia dimulai pada 2010. Ketika itu, Bhayangkara FC hadir setelah menggunakan lisensi Persikubar Kutai Barat.

Dalam perjalanannya, klub ini sempat beberapa kali ganti nama mulai Persebaya 1927, Bonek FC Surabaya, Bhayangkara Surabaya United, hingga akhirnya menjadi Bhayangkara FC mulai 2016. Bhayangkara FC kemudian hijrah ke Stadion PTIK, Jakarta.

Bhayangkara FC pun merekrut Simon McMenemy sebagai pelatih untuk musim 2017. Sederet pemain berkualitas kemudian didatangkan mulai dari Paulo Sergio, Otavio Dutra, Lee Yoo-joon, dan Ilija Spasojevic.

Nama-nama asing tersebut dipadukan dengan Evan Dimas, Firman Utina, Zulfiando, Jajang Mulyana, hingga Ilham Udin Armaiyn. Bhayangkara FC akhirnya finis di puncak klasemen dengan raihan 68 poin.

Jumlah itu dikumpulkan Bhayangkara FC berkat 22 kemenangan, dua kali imbang, dan 10 kali kalah. Gelar ini menjadi yang pertama buat Bhayangkara FC.

Namun, Bhayangkara FC bukan satu-satunya klub kuda hitam yang sempat menggemparkan Liga Indonesia. Lantas, klub apa saja yang sempat membuat kejutan dengan menjuarai kompetisi teratas Indonesia?

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Bandung Raya (1995-1996)

Bandung terpecah ketika Liga Indonesia. Ibu kota Jawa Barat itu memiliki dua klub yang sama-sama punya kualitas, yakni Persib Bandung dan Bandung Raya.

Untuk nama terakhir, sebenarnya sudah eksis di Galatama. Bandung Raya terbentuk pada 19 Juni 1987 dengan markas di Stadion Siliwangi.

Pasang surut dialami Bandung Raya ketika tampil di Galatama. Pencapaian terbaiknya adalah peringkat ketujuh pada musim 1988-1989. Ketika memasuki era Liga Indonesia, Bandung Raya berbenah.

Maklum, pada edisi pertama gelar berhasil diraih Persib Bandung setelah mengalahkan Petrokimia Putra Gresik dengan skor 1-0. Pada Liga Indonesia 1995-1996, Bandung Raya kemudian mendatangkan kekuatan baru dalam timnya.

Pelatih asal Belanda, Henk Wullems dipercaya memimpin Bandung Raya. Sederet pemain berkualitas diboyong semisal Olinga Atangana (Kamerun) hingga Roger Milla (Kamerun). Nama-nama tersebut dipadukan dengan pemain lokal yakni Herry Kiswanto yang didapuk sebagai kapten, Nuralim, Surya Lesmana, Hendriawan, Budiman Yunus, Adjat Sudradjat, Alexander Sanunu, hingga Peri Sandria.

Bandung Raya yang menjadi kekuatan baru di Indonesia tampil menggebrak. Bandung Raya keluar sebagai pemuncak klasemen Wilayah Barat dengan 61 poin hasil 18 kemenangan, tujuh kali imbang, dan tiga kali kalah.

Bandung Raya kemudian berhasil mengalahkan Mitra Surabaya dengan skor 2-0 pada babak semifinal. Kemudian, Bandung Raya menantang PSM Makassar di partai puncak.

PSM ketika itu diperkuat Yeyen Tumena, Jacksen F. Tiago, Luciano Leandro, hingga Ali Baba yang menjadi kapten. Secara mengejutkan, Bandung Raya berhasil meraih kemenangan 2-0 berkat gol cepat Peri Sandria (3') dan Rafni Kotari (11').

Pada 1996-1997, Bandung Raya hampir mampu mempertahankan gelar Liga Indonesia. Sayangnya, pada laga final, skuat yang diasuh Albert Fafie itu menyerah 1-3 dari Persebaya Surabaya.

Ini menjadi akhir cerita manis Bandung Raya yang bubar karena masalah finansial. Pada 2011, Bandung Raya sempat bangkit dengan memakai nama Pelita Bandung Raya.

Setelah itu, Pelita Bandung Raya sempat mati suri. Saat ini, Pelita Bandung Raya berubah menjadi Madura United yang hijrah ke Pulau Garam.

3 dari 3 halaman

PS Petrokimia Putra Gresik (2002)

PS Petrokimia Putra Gresik tak bisa dipisahkan dari sejarah Liga Indonesia. Klub yang dibentuk pada 1988 itu pernah menorehkan catatan apik.

Pada era Liga Indonesia yakni penggabungan Galatama dan Perserikatan, PS Petrokimia Putra Gresik langsung tampil menggebrak. Klub berjulukan Kebo Giras itu tampil menggila dengan materi pemain hebat semisal Widodo Cahyono Putro, Eri Irianto hingga Jacksen F. Tiago.

Pada babak grup tahun 1995, PS Petrokimia Putra Gresik berhasil menjadi pemuncak klasemen dengan raihan 60 poin hasil 17 kemenangan, sembilan kali imbang, dan enam kali kalah. Pasukan Andi Muhammad Teguh juga tampil mulus pada laga babak kedua dan berhasil lolos ke semifinal.

PS Petrokimia Putra Gresik kemudian mendepak Pupuk Kaltim dengan skor 1-0 pada laga semifinal sehingga membuat mereka menantang Persib Bandung di partai puncak. Sayangnya, pada laga yang digelar di Stadion Utama Senayan (SUGBK), 30 Juli 1995 itu, Petrokimia takluk 0-1 melalui gol Sutiono Lamso. Gelar yang diidam-idamkan melayang.

Kegagalan itu menjadi pelajaran berharga buat PS Petrokimia Putra Gresik. Klub asal Jawa Timur baru mampu melunasinya pada musim 2002.

PS Petrokimia Putra Gresik berhasil meraih gelar setelah mengalahkan Persita Tangerang pada laga final Divisi Utama 2002. Keberhasilan PS Petrokimia Putra Gresik tak bisa dipisahkan dari peran kiper Mukti Ali Raja, Khusaeri, Aris Budi Prasetyo, Agus Indra Kurniawan hingga Widodo C Putro.

Gelar tersebut terasa spesial buat Widodo. Musim sebelumnya, Widodo juga berhasil membawa Persija Jakarta meraih gelar Liga Indonesia 2001.

"Menjadi juara sama saja. Bedanya, di Persija kami tidak diarak keliling Jakarta. Akan tetapi, kalau di Gresik kami diarak keliling Gresik dan diberikan bonus yang jumlahnya berbeda," ucap Widodo sembari tertawa.

Namun, semusim berselang, PS Petrokimia Putra Gresik tak mampu mempertahankan gelar dan turun kasta ke Divisi 1. Pada 2005, PS Petrokimia Putra Gresik diketahui resmi membubarkan diri meski pada akhirnya bergabung dengan Persegres Gresik dan membentuk Gresik United yang saat ini tampil di Liga 3.

Video Populer

Foto Populer